Suara jam dinding terus berdetak, jarumnya berputar hingga kini menujuk ke arah angka dua belas malam. Suaranya baru benar-benar terdengar setelah suara dua manusia mulai tenang, hanya menyisakan suara napas yang masih jauh dari kata normal.
Baik Eizer maupun Elena, mereka berdua kini sama-sama menormalkan napas mereka. Sedangkan tubuh mereka masih menempel, saling memeluk di bawah selimut tebal. Di lantai pakaian berserakan, bahkan penutup dua aset Elena tersangkut di ujung sofa, dan di bawahnya kain segitiga milik Eizer tergeletak mengenaskan. Mereka berdua benar-benar membuat kamar itu berantakan, tergerus rasa yang membuncah dan memabukkan. Mereka berdua terperangkap dalam hasrat masing-masing yang berasal dari hati namun tak pernah terungkap. Eizer juga berbohong, melupakan ucapannya yang mengatakan akan mengantar Elena pulang, kepada Moana.
"Tidurlah, sudah jam dua belas malam," ucap Eizer. Dia menopang kepalanya menggunakan tangan kiri, lalu mencium kening Elena hingga beberapa kali.
"Aku ingin ke kamar mandi dulu," balas Elena. Dia masih terengah-engah, sedangkan di bawah selimut tangannya dengan lembut mengusap perutnya sendiri.
"Baiklah, ayo kita ke kamar mandi," ajak Eizer. Dia kini mendudukan dirinya dan turun dari ranjang tanpa menggunakan apa pun di tubuhnya.
Elena yang melihatnya memalingkan wajahnya yang kembali memerah dengan bibirnya yang tergigit.
"Ayo," ajak Eizer lagi. Dia mendekat ke arah Elena dan dengan lembut membawa tubuh Elena ke dalam gendongannya, lalu membawanya ke kamar mandi.
"Sa-saya belum berpakaian, Anda juga sebaiknya memakai celana dulu!" ucap Elena. Dia berkata dengan kesal dan memalingkan wajahnya tidak berani melihat wajah Eizer.
"Malas," balas Eizer. Dia kini mendudukan Elena di meja wastafel, sedangkan dirinya berjalan ke arah closet untuk membuang sesuatu yang mendesak miliknya agar segera dikeluarkan.
Elena yang melihat milik Eizer lagi-lagi memalingkan wajahnya. Dia rasanya benar-benar ingin menghilang saat itu juga. Milik Eizer yang besar dan panjang membuatnya menelan salivanya sendiri dengan kasar. Terkadang dia juga bertanya-tanya kenapa milik Eizer bisa muat dimiliknya.
Setelah selesai Eizer kembali membawa Elena ke dalam kamar. Mereka pada akhirnya memilih membersihkan diri di bawah kucuran air shower. Membasuh raga yang dipenuhi peluh, sisa-sisa percintaan mereka.
Saat ini Eizer mengambil baju kausnya yang sekiranya muat untuk Elena kenakan, walupun pada akhirnya semua bajunya masih kebesaran di tubuh Elena, tetapi itu tidak jadi masalah daripada Elena tak menggunakan apa pun di suhu yang masih rendah itu.
Perut Elena bergemuruh, entah anaknya atau cacing-cacing dalam perutnya yang berdemo, tetapi dia benar-benar merasa lapar kali ini.
"Tuan," panggil Elena dengan pelan. Dia menghampiri Eizer yang saat itu berdiri di depan cermin.
"Hmm, ada apa, Sayang?" tanya Eizer. Dia berkata tanpa melihat Elena, masih asik memperhatikan dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Dan yang dia perhatikan adalah tanda merah, hasil karya Elena yang terletak di leher kirinya.
"Huh," gumam Elena. Dia menepuk pipinya sendiri yang saat itu kembali memerah saat mendengar dengan jelas bahwa Eizer memanggilnya dengan panggilan, Sayang.
"Ada apa?" tanya Eizer lagi. Dia kini menghampiri Elena, berdiri tepat di depan Elena, lalu membawa tubuh Elena untuk merapat ke tubuhnya.
"Saya lapar," jawab Elena. "Mu-Mungkin bayi di dalam perut saya juga lapar. Jadi, Tuan Eizer, beri saya makanan yang mengenyangkan, sekarang juga!" ucap Elena. Dia mendongak, melihat Eizer yang saat itu tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troubled Man(END)
RomanceEizer Sebastian, seorang pria yang hampir memilki segala kesempurnaan dalam hidupnya secara perlahan menjadi pria yang bermasalah ketika keinginan dalam dirinya meracuni otaknya. Dia menginginkan seorang gadis yang datang kerumahnya untuk menggantik...