Bab 52

5K 302 62
                                    

Malam sudah berlalu, dan siang telah tiba. Embun jatuh perlahan seiring fajar menyapa dedaunan. Rumput putri malu yang berjejer di halaman rumah secara perlahan berkembang, membuka daunnya yang menutup dengan malu-malu hingga mekar. Dahan yang berbunga bergoyang-goyang ketika burung-burung hinggap dan mematukkan paruhnya. Kupu-kupu berterbangan, mendekat ke arah rumput dan perlahan mulai menjauh ketika empat domba mendekat ke arah mereka.

Elena tengah duduk di kursi halaman rumah yang ditinggali Eizer. Dia sesekali menoleh ke arah pintu, berharap pintu yang tertutup itu segera termbuka. Namun, sudah lama dia duduk di sana tetapi pintu itu masih belum terbuka. Baik Eizer maupun Bobby, mereka tak terlihat membuka pintunya.

"Apakah mereka masih tidur?" ucap Elena bertanya-tanya.

Elena kini berdiri dari duduknya lalu mendekat ke arah pintu, tetapi tanda-tanda kehidupan tidak terdengar sama sekali di sana. Pada akhirnya dia memilih kembali berjalan ke halaman rumah, membuka alas kakinya dan berjalan-jalan di atas hamparan rumput halus. Tangannya dengan lembut mengusap perutnya dan bergumam-gumam, berbicara dengan bayinya yang masih ada di dalam perutnya.

Air sungai begitu jernih, terlihat sangat menarik untuk menceburkan diri di sana. Inginya Elena seperti itu akan tetapi hari masih sangat pagi. Tentu saja, karena jam baru menujukan angka delapan pagi, di mana pada musim dingin jam delapan pagi masihlah sangat dingin. Dan Elena sudah berada di luar rumah yang ditinggali Eizer dan Bobby.

Kemarin sore Eizer memang tidak berjanji akan menemuinya di malam hari, akan tetapi itu membuat Elena kesal ketika Eizer benar-benar tidak menemuinya. Entahlah, Elena juga heran kepada dirinya sendiri. Sejak terjadinya gempa, dia rasanya tidak ingin berjauhan dengan Eizer. Dia ingin terus melihat Eizer, ingin melihat mata birunya, ingin mencium aroma tubuhnya yang menenangkan, dan dia ingin berada di dalam kehangatan pelukan pria itu. Dia juga tidak tahu mengapa dirinya bisa seperti itu, akan tetapi keinginannya itu benar-benar nyata dia rasakan.

Memilih duduk di sisi sungai, Elena mencelupkan kakinya. Dia meresapi dinginnya air sungai dan sesekali bersenandung kecil.

Sedangkan di dalam rumah Bobby baru saja membuka matanya. Dia segera membersihkan dirinya dan bersiap untuk membuat sarapan untuknya dan Eizer. Karena setelah itu mereka harus meeting virtual bersama dengan klien mereka di kota. Namun, sebelum itu Bobby membuka jendela agar angin pagi masuk dan keindahan di luar sana bisa dia nikmati.

"Pagi ini lumayan cerah," gumam Bobby. Dia merentangkan tangannya dengan menguap, namun seketika matanya melotot ketika dengaj jelas dia melihat Elena berada di sana, tepat di sisi sungai, dan domba-dombanya juga terlihat berlarian di halaman rumah.

"Nona Elena!" ucap Bobby tak percaya. Dia segera berjalan ke arah kamar Eizer, mengetuk pintu kamar namun berubah menjadi gedoran ketika Eizer tak kunjung membuka pintunya.

"Tu_" ucapan Bobby terhenti ketika pintu terbuka dan dia nyaris tersungkur ke dalam kamar Eizer.

"Bobby, apa kau bosan hidup!" ucap Eizer kesal. Matanya terlihat masih menagantuk dan dia juga terlihat memijat dahinya.

"Saya masih ingin hidup. Saya masih sendiri, Tuan. Bagaimana bisa Anda mengatakan hal seperti itu!" balas Bobby terdengar kesal. Saking kesalnya dia dengan Eizer, dia hampir lupa memberitahu bahwa Elena ada di luar.

"Ada apa? Aku masih mengantuk." Eizer berucap dengan melihat Bobby malas.

"Nona Elena, Nona Elena ada di depan, Tuan." jawab Bobby sembari tangannya menujuk-nujuk ke arah jendela.

Mata Eizer menyipit tak percaya, namun dia segera berjalan ke arah jendela. Dan benar saja apa yang dikatakan Bobby, Elena ada di sana. Tanpa mengatakan apa pun lagi Eizer berjalan ke arah pintu keluar. Dia membuka kuncinya dan setelah itu segera membuka pintunya, berjalan dengan cepat ke arah Elena.

Troubled Man(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang