Matahari pagi masih belum terbit hanya memperlihatkan warna jingga yang kuat di atas langit dengan sekelompok burung berterbangan di bawahnya. Namun, walaupun begitu ada pula yang hinggap di atas dahan. Mereka mengeluarkan suara nyanyiannya, berkicau riang menyambut pagi.
Di bawah selimut tipis Elena mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia menggerakan tubuhnya yang amat terasa pegal.
"Jam berapa ini," lirihnya serak. Dia mendudukkan dirinya dengan menguap lebar sedangkan matanya melihat ke arah jam analog yang tergantung di dinding, dan disana baru menunjukkan angka empat pagi, jadi wajar saja jika matahari belum terlihat.
Setelah terdiam beberapa detik Elena memutuskan untuk bangun dan kini berjalan ke arah jendela. Dia membuka jendela kamarnya, membiarkan angin pagi masuk ke kamaranya.
"Sebaiknya aku mandi dan berganti baju, aku harus menjenguk ibu, aku sangat merindukannya," lirih Elena. Dia tersenyum dan berjalan ke arah kamar mandi.
Setelah beberapa menit Elena sudah terlihat segar. Hari ini dia memakai drees berwarna biru dengan motif bunga. Panjangnya di bawah lutut dengan tali setipis spageti sebagai penyangga. Dia juga mengenakan blus tipis agar tidak terlalu dingin. Sedangkan Rambutnya yang masih basah dibiarkan tergerai.
Elena memilih keluar dari kamarnya, dia menghidupkan lampu yang tadinya mati di ruangan depan, Berniat berjalan ke arah dapur untuk membuat sarapan. Namun, dia dikagetkan dengan sosok bertubuh tegap yang tengah duduk menyender di kursi dengan mata terpejam.
"Tu-Tuan," ucap Elena pelan. Dia tidak menyangka bahwa Eizer masih berada di rumahnya setelah semalam dia memintanya untuk pulang dan setelah itu dirinya langsung masuk kedalam kamar tanpa memperdulikan Eizer.
"Kenapa dia tidak pulang," sambungnya. Dia melangkah mencoba mendekati Eizer yang sepertinya masih tertidur. Dia memperhatikan mata tajam yang selalu melihatnya dengan penuh intimidasi itu saat ini tertutup rapat. Kepalanya menyandar di dinding dan kedua tangannya berada di depan dada dengan suara napas yang teratur. "Bagaimana bisa dia tertidur seperti ini semalaman," lirih Elena. Walaupun dia merasa marah dan selalu sakit hati dengan perlakuan Eizer, tetapi dia merasa kasihan ketika mengingat kemungkinan Eizer tertidur semalaman dengan posisi seperti itu.
Pada awalnya Elena akan membangunkan Eizer dan memintanya segera pergi dari rumahnya, namun dia mengurungkan niatnya. Nyalinya menciut ketika mengingat bagaimana wajah Eizer. Dia lebih memilih pergi ke arah dapur untuk melanjutkan niatnya membuat sarapan. Hanya roti yang diolesi selai karena dirinya tidak pandai memasak.
Setelah selesai, Elena membawanya ke atas meja. Dia mendudukan dirinya dan segera memakan rotinya dengan terus memperhatikan Eizer yang tak jauh darinya.
"Apakah aku harus membuatkan dia sarapan," lirih Elena. "Tetapi itu mungkin tidak akan dimakan. Ini bukan sarapannya," sambungnya ketika mengingat yang disebutnya sarapan hanya roti yang diolesi selai, jauh berbeda dengan sarapan mewah Eizer ketika di rumahnya.
Memilih tak memperdulikan Eizer, Elena melanjutkan sarapannya. Kali ini dia memutuskan pandangannya dari Eizer. Tidak baik bagi jantungnya yang entah kenapa detaknya lebih kencang hari ini. Dan, itu terlihat berbeda.
"Apa yang kau makan?"
Elena tersedak roti yang dimakannya. Dia segera Meraih gelas yang berisi air dan segera meminumnya dengan cepat. Setelah itu dia melihat ke arah Eizer yang terlihat memperhatikannya dengan posisi yang masih sama. Elena menunduk dengan menyeka mulutnya. Dia merasa malu ketika Eizer terus memperhatikannya.
"Apa yang kau makan?" tanya Eizer kembali. Kali ini dia menegakan kepalanya.
"Ro-Roti," jawab Elena. Dia mengunyah potongan terakhir rotinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troubled Man(END)
RomanceEizer Sebastian, seorang pria yang hampir memilki segala kesempurnaan dalam hidupnya secara perlahan menjadi pria yang bermasalah ketika keinginan dalam dirinya meracuni otaknya. Dia menginginkan seorang gadis yang datang kerumahnya untuk menggantik...