Edgar berjalan memasuki sebuah ruangan yang terbilang cukup gelap dan sedikit menyeramkan. Didalam ruangan sana terlihat ada dua orang lelaki yang tengah duduk sembari mengobrol.
Melihat kedatangan Edgar, membuat kedua lelaki yang merupakan temannya itu menoleh.
Kemudian Edgar duduk dan meletakkan tubuh Aline diatas pangkuannya.
"Wahh, cewe tadi?" tanya Dean sompral.
"Lupa?" tanya Alvin kepada Dean.
"Kayaknya si.. karena pukulan Edgar tadi, gue jadi amnesia" cibirnya.
"Diem bangsat!" geram Alvin.
Ingin rasanya Alvin memukul wajah Dean tetapi melihat kondisi wajah Dean yang memperihatinkan membuat Alvin mengugurkan niatnya untuk memukul.
Tangan Edgar terangkat guna mengusap-usap pucuk kepala Aline. Sementara itu, Dean dan Alvin menatap mereka iri.
"Nasib nggak punya cewe," celetuk Dean dan Alvin menganguk pelan sembari memperhatikan Edgar dan Aline yang tengah bermesraan di hadapannya.
"Mau makan?" tanya Edgar dengan nada beratnya.
Aline terdiam, ingin menggelengkan kepalanya pun nyatanya sangat sulit karena sekujur tubuhnya tidak dapat digerakkan.
"Jawab," bisiknya penuh penekanan.
Dan akhirnya Aline angkat bicara. "Nggak mau."
"Kenapa?"
Lagi-lagi Aline terdiam.
Dean maupun Alvin menatap satu sama lain dan kembali menatap Aline yang nampak tertekan dengan Edgar, ditambah lagi dengan situasi yang terbilang hening ini.
"Kalau gitu, gue boleh nggak ... ?" tanya Edgar.
"Apa?"
"Nunjukkin sesuatu ke mereka," sambungnya.
"N-Nunjukkin... a-apa?" gugup Aline kaku.
Tanpa aba-aba tangan Edgar langsung membuka kancing kemeja Aline sampai belahan dada gadis itu terlihat bersama dengan banyaknya bercak kemerahan disana.
Melihat tindakan yang tidak terduga itu membuat Alvin maupun Dean melongo sampai mereka berdua tidak berkedip sedetikpun.
Aline menutup kedua matanya rapat-rapat dikarenakan dirinya terlalu malu ditatap oleh kedua teman Edgar dengan tatapan yang lekat seperti itu, apalagi tatapan itu mengarah pada aset berharganya.
Tak lama kemudian Dean bertepuk tangan sembari menerbitkan senyuman lebar dibibirnya. "Gue mengagumi karya lo."
"Rasanya gue juga pengen buat," sambung Dean seraya menatap Aline dari atas sampai bawah dengan seringai nakal yang terukir di bibirnya.
Sontak Edgar pun menatap Dean tajam.
Alvin menyenggol lengan Dean. "Mau kena geprek lo?"
"Aduh.. nggak jadi, nggak jadi. Bercanda doang tadi gar," cengir Dean.
Dean tidak ingin dipukul lagi oleh Edgar. Aksinya tadi sore kepada Aline saja sudah membuat dirinya pingsan karena terus dipukuli habis-habisan, apalagi jika dirinya berani menyentuh gadis itu. Maka kemungkinan besar dirinya akan habis ditangan Edgar dan hanya tinggal nama. Lalu kematiannya itu akan dianggap konyol karena telah berani menyentuh Aline, gadis pujaan sekaligus gadis pelampiasan emosi Edgar.
"Banyak banget. Apa nggak sakit?" tanya Alvin penasaran.
"Jawab," bisik Edgar dengan senyuman lebar yang terukir dibibirnya.
"S-sa- ahh.."
Belum sempat menjawab, tangan Edgar sudah lebih dulu mengelus perut rata Aline hingga gadis itu mendesah.
"Kalau nggak sakit tinggal bilang. Dengan begitu gue bakal buat lagi," bisiknya kemudian tersenyum, "lebih banyak... dibagian lainnya."
Heningnya ruangan itu membuat Dean maupun Alvin dapat mendengar bisikkannya, terdengar pelan namun jelas.
"Gue kedinginan," ucap Aline.
"Jawab pertanyaan Alvin tadi," sela Edgar.
"Ini sakit..." lirihnya menjawab dengan nada pelan.
"Bilang enggak," bisik Edgar dengan nada yang sangat pelan.
"Enggak,"
"Bilang 'ini nggak sakit', sayang..." bisiknya dan kembali mengelus perut rata Aline.
Aline menggigit bibir bawahnya karena gugup.
Alvin tau betul kalau Aline sangat tertekan, terlihat dari raut wajahnya yang sangat tidak nyaman dan kaku.
"Ini... nggak sakit," ucap Aline menjawab pertanyaan Alvin tadi.
"Beneran?" sahut Alvin dengan tatapan iba.
"Nggak! Ini sa-"
"Shut up!" potong Edgar dengan nada dinginnya.
Hal itu membuat Aline terdiam.
"Gar. Kayaknya cewek lo kecapean deh," beritahu Alvin, berusaha membantu Aline dengan berkata seperti itu.
"Cape?" tanya Edgar dan Aline masih terdiam, "lo kan nggak bisa gerak, sayang."
Aline menutup kedua matanya dengan rapat.
"Gar," panggil Alvin.
"Apa?" sahut Edgar dingin.
"Anjing, ngeri banget sialan" batin Dean bergidik ngeri.
Dean beranjak dari tempat duduknya sembari mengambil ponselnya diatas meja. "Gue harus pulang gar, di rumah nggak ada yang jagain adek gue."
Kepergian Dean membuat Alvin ikut beranjak dari duduknya. "Gue juga harus pulang soalnya udah malam," pamit Alvin kemudian mengambil ponselnya yang berada diatas meja lalu melangkah pergi dari ruangan tersebut.
"Nggak ada siapa-siapa disini sekarang," bisiknya dengan nada berat nan serak.
Edgar mendekatkan wajahnya kemudian mencium pipi kanan Aline gemas.
"Gue mau pulang,"
Edgar berdehem. "Kenapa?"
"Kenapa lo nanya gitu?! Kita itu udah nggak ada hubungan gar! Seharunya lo sadar, gue udah bukan milik lo! Gue ulangi, GUE UDAH BUKAN MILIK LO!!"
"Dengan begitu, gue akan menjadikan lo sebagai milik gue di malam yang panjang ini."
────
Tinggalin vote and comment disini!!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE OBSESSED EX
RomanceObsesi itu mengerikan. Diawasi, dikekang, dan dicintai dengan berlebihan merupakan sebuah penyiksaan di dunia nyata. Segala hal yang dilakukannya untuk terbebas dari jeratan obsesi seorang lelaki gila nyatanya tidak mempan, bahkan merayunya sekalipu...