Saat ini Aline berada di dalam kamar Edgar.
Tujuannya untuk memasuki kamar Edgar karena ingin mengambil tasnya, tetapi ia tidak tau dimana tas miliknya berada."Ck, tas gue dimana sih?" batin Aline.
Aline panik jika tasnya tidak dapat ditemukan, karena ponsel miliknya berada di dalam tasnya. Dan jika dirinya tidak dapat menemukan tas tersebut, maka harapan terakhirnya untuk bebas akan mustahil.
"Tas gue dimana?!"
Aline mengacak-ngacak semua barang yang berada di dalam kamar Edgar. Isi dari laci, lemari, ranjang, bahkan setiap sudut ruangan kamar itu ia obrak-abrik sampai dirinya berhasil menemukan tasnya.
Namun sayang, tasnya tidak kunjung ditemukan di bagian mana pun. Aline lelah, sangat lelah dengan permainan ini.
Aline tidak mau menjadi boneka Edgar. Aline tidak mau dimainkan secara terus-menerus dan di kelabui dengan banyaknya kebohongan Edgar.
Dan Aline sangat muak dengan prilaku Edgar.
Suara langkahan kaki terdengar mendekat menuju kamarnya, membuat atensi Aline teralihkan pada pintu kamar yang tertutup. Menunggu seseorang yang berada dibalik pintu.
Pintu tersebut terbuka, menampilkan seorang lelaki yang tak lain adalah Edgar. Edgar berdiri diambang pintu dengan menggenggam sebuah ponsel yang diamati lebih lama ialah ponsel milik Aline.
Cepat-cepat Aline berlari menghampiri Edgar dan saat tangannya hendak merampas ponsel miliknya, ponsel tersebut sudah lebih dulu Edgar lempar ke arah belakang Aline hingga ponsel tersebut mendarat tepat ditengah-tengah ranjang.
Tidak apa. Setidaknya ini yang terakhir kalinya Edgar memainkannya kembali karena setelahnya ia akan pergi meninggalkan Edgar dari rumah ini.
Edgar berjalan mendekat ke arah Aline dengan seringai tipis yang terukir disudut bibirnya.
Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung mengambil ponselnya dari atas ranjang lalu ia membalikkan tubuhnya. Dan...
Bugh!
Tubuh Aline di dorong kasar oleh Edgar hingga tubuhnya terbaring di atas ranjang, disusul dengan tubuh Edgar yang menindih tubuhnya.
"Kalau lo mau bebas, turutin kemauan gue sekarang."
Aline membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna. Apa-apaan ini?!
"NGGAK!!" bantah Aline.
Aline tidak menduga kejadian ini, ia panik dan takut di waktu yang bersamaan. Aline takut jika Edgar akan bertindak macam-macam kepadanya, diantara melukainya atau melecehkannya.
"Gue cuma mau kebebasan, itu aja!" geram Aline lalu melanjutkan kalimatnya. "Kenapa suatu kata 'kebebasan' sangat sulit untuk gue-"
"Karena kebebasan nggak mungkin dapat lo raih dengan mudah, sayang."
Aline menatap lurus kedua mata Edgar, mengisyaratkan sebuah tatapan mendalam padanya.
Kedua tangan Aline memegang erat-erat ponselnya seolah takut kalau Edgar merampas ponsel miliknya dari genggamannya untuk menghambat waktu kebebasannya. Edgar terkekeh pelan mendapati kedua tangan Aline memegang erat ponselnya alih-alih anak kecil yang menjaga permennya agar tidak dirampas oleh orang jahat.
"Gue nggak akan menghalangi lo untuk bebas. Sekarang telepon teman lo dan minta dia untuk jemput lo ke rumah gue," ucap Edgar santai.
Tanpa mengatakan apapun, gadis itu langsung menyalakan layar ponselnya lalu mengirimi pesan kepada ketiga temannya yakni Kayla, Naya, dan Winna.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE OBSESSED EX
RomanceObsesi itu mengerikan. Diawasi, dikekang, dan dicintai dengan berlebihan merupakan sebuah penyiksaan di dunia nyata. Segala hal yang dilakukannya untuk terbebas dari jeratan obsesi seorang lelaki gila nyatanya tidak mempan, bahkan merayunya sekalipu...