1 jam...
2 jam...
Semakin lama waktu berlalu, dia masih tidak sadarkan diri. Bahkan saking lamanya dia pingsan, lelaki yang sedari tadi menunggu dan mengawasinya itu sampai kewalahan dan berujung tertidur.
Hingga pada akhirnya, dia membuka kedua matanya saat dirinya baru saja tersadar dari pingsannya. Pada awalnya ia hanya terbangun dan melamun sesaat untuk memulihkan kondisi fisiknya yang masih lemah. Dan saat kesadarannya perlahan mulai pulih, ia menyadari seseorang yang duduk di sampingnya hanya untuk menunggu dirinya sadarkan diri.
Dengan perlahan, ia menggerakan satu tangannya untuk menepuk pundak lelaki itu hingga tak lama lelaki itu langsung terbangun begitu merasakan sentuhan fisik darinya. Ia sedikit tersentak begitu lelaki itu bangun, pasalnya ia merasa tidak enak karena telah membangunkannya.
"Maaf," ujar Aline pelan.
Lelaki itu, Alvin. Dia langsung mengusap wajahnya kasar dan beralih menatap Aline dengan tatapan hangatnya. "Gapapa."
"Udah mendingan?" tanya Alvin perhatian.
Aline menganggukkan kepalanya. "Udah."
"Makasih..." ucapnya pelan saat pembicaraan diantara mereka berakhir, "Karena lo udah ngebebasin gue dari Edgar."
Alvin tersenyum mendengarnya. "Sama-sama, Aline."
"Tapi, Edgar gimana?" sambungnya bertanya karena penasaran.
Mendengar pertanyaan itu tentu membuat senyuman Alvin memudar seketika. Sempat-sempatnya Aline menanyakan Edgar, lelaki yang telah membuat kehidupannya hancur.
Satu tangannya terkepal kesal di balik tubuhnya, dan sebisa mungkin Alvin menahan emosinya agar tidak melampiaskan emosinya sekarang.
Mendengar nama 'Edgar' saja sudah membuatnya murka. Lantaran Edgar ialah lelaki yang sangat kasar, emosional, mengganggu, dan kejam. Tentunya Alvin sangat membencinya, ditambah lagi Edgar pernah menghajarnya habis-habisan sampai dirinya masuk ke rumah sakit dan di rawat berminggu-minggu lamanya.
"Gue rasa Edgar udah mati," jawab Alvin enteng.
Aline melebarkan kedua bola matanya terkejut dengan jawaban Alvin. "Lo apain Edgar?"
"Gue tembak, dengan 3 peluru beracun di beberapa bagian."
Senyuman tipis terukir di kedua belah bibir Aline. Aline akan sangat senang jika Edgar telah mati di tangan Alvin, yang bernotabe sebagai temannya sendiri.
"Gue yakin, Edgar udah mati."
Mendengar itu tentunya membuat emosi Alvin hilang seketika.
"Gue senang karena sekarang gue terbebas dari Edgar. Gue bisa hidup seperti orang lain di luaran sana, dan gue bisa merasakan apa yang dinamakan 'kebebasan'."
Alvin kembali tersenyum. "Gue juga ikut senang kalau lo senang."
Aline mengangguk sebagai balasan. "Tapi gue sedih."
"Sedih kenapa?" sahut Alvin bertanya.
"Karena hidup gue hancur, di malam itu..."
Aline menundukkan kepalanya, merasa malu saat mengatakan kalimatnya barusan. Dan melihat Aline yang menunduk malu pun sontak membuat Alvin tersenyum, lalu beralih mengelus-elus punggung Aline drngan sentuhan lembutnya.
Aline semakin malu saat tangan Alvin mengelus-elus punggung tangannya, dan tidak lama Aline berujar. "Edgar mau tanggung jawab, tapi gue nggak mau sama Edgar."
"Keputusan lo bagus," balas Alvin kemudian tersenyum. "Edgar nggak bisa di percaya, dan kalau lo masuk ke dalam jebakannya. Bisa aja nanti Edgar ninggalin lo dan cari cewek lain buat di pakai sebagai pemuas nafsunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE OBSESSED EX
RomansaObsesi itu mengerikan. Diawasi, dikekang, dan dicintai dengan berlebihan merupakan sebuah penyiksaan di dunia nyata. Segala hal yang dilakukannya untuk terbebas dari jeratan obsesi seorang lelaki gila nyatanya tidak mempan, bahkan merayunya sekalipu...