Hatinya terasa sangat sakit dan hancur begitu mendengar pengakuan dari Aline yang telah menggugurkan calon anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri di dalam rahimnya. Edgar kecewa, sangat kecewa. Edgar sangat kecewa karena selama ini Aline telah membohonginya dengan berbagai sikap manja dan tatapan lembutnya, karena ternyata selama ini Aline hanya berpura-pura agar membuat dirinya luluh dan masuk kedalam jebakan yang telah disusun serapi mungkin.
Edgar akui Aline pintar dalam menyusun rencana kali ini. Aline mengelabuinya dengan sikap manja dan penuh cinta seakan-akan Edgar mempercayai kalau Aline telah mencintainya kembali dan menerima kehadiran calon anaknya di dalam rahimnya. Namun ternyata dugaannya itu salah, tanpa di duga-duga Aline menggugurkan janinnya sendiri dengan obat penggugur kehamilan sampai janin yang ia kandung itu benar-benar lenyap.
Aline menatap keseluruhan inci wajah Edgar kemudian menyeringai. "Jangan mengharapkan sesuatu yang mustahil, Edgar Biantara Damian."
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Aline terus menepuk-nepuk keras bahu Edgar dengan tangannya dan kembali menatap Edgar dengan tatapan meremehkan dan penuh kemenangan. "Gue bangga atas usaha lo, lo menyiptakan seorang anak dari hasil hubungan sexual kita yang lo inginkan sejak lama."
Raut wajah Aline terlihat menggila, menggila akan kesenangan. "Lo begitu menikmati tubuh gue, dan gue menurut dibawah obat perangsang yang lo kasih malam itu."
Aline menggeleng-gelengkan kepalanya pelan dan tersenyum. "Tapi, sayang..." ia menghentikan gelengannya dan mendekatkan wajahnya kepada Edgar, lalu menatap kedua iris mata elang itu dengan tatapan sayu-nya. "Setelah kita melakukan hubungan intim itu, gue udah berniat untuk gugurin calon anak lo itu secepatnya."
"Gue nggak mau hidup sama lo," Aline menggeleng. "Gue nggak mau."
"Gue nggak mau menderita dengan kekerasan, gue juga nggak mau berhubungan sama cowo kasar penuh nafsu kayak lo Edgar..."
Kemudian Aline memundurkan wajahnya dan berujar. "Nggak.... Gue nggak sudi..."
Senyuman penuh kemenangan itu kembali terukir dikedua belah bibir Aline. Rasanya Aline sangat puas melihat raut wajah penuh kesedihan dan kekecewaan yang Edgar tampilkan.
"Lo setega itu gugurin anak gue?" tanya Edgar akhirnya.
Aline terkekeh pelan. "Iya sayang... Gue setega itu, tapi rasa tega lo jauh lebih gila daripada rasa tega gue!"
"Selama ini LO NGGAK MIKIR KALAU GUE ITU TERSIKSA, TERKEKANG, DAN TERGANGGU!! LO NGGAK TAU ITU, BAJINGAN!!"
"JUSTRU LO YANG TEGA SAMA GUE, SIALAN!! LO MEMPERKOSA GUE SAMPAI GUE HAMIL!! DAN ANAK ITU ADALAH ANAK YANG NGGAK GUE INGINKAN!!"
Senyuman tipis terukir di bibir Edgar. "Gue udah tau."
"Lo semakin membenci gue setelah gue memperkosa lo sampai lo hamil. Lo nggak bisa menerima kehadiran anak itu dengan lapang dada, begitupun... lo nggak bisa menerima gue di dalam hidup lo lagi."
Aline mengangguk. "Ya! Seharusnya lo menyadarinya dari awal!"
Tangan Edgar tergerak untuk mengambil sesuatu di dalam saku celananya, yaitu sebuah botol kecil berwarna putih yang bertuliskan 'Abortion Pill'. Edgar menampilkan botol berisi obat penggugur kehamilan itu di depan wajah Aline kemudian menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri.
"Obat ini bereaksi hebat kalau di minum. Jadi, gue mau lo konsumsi obat Abortion ini lagi biar lo bereaksi," ujar Edgar dan beralih membuka tutup botolnya kemudian mengeluarkan satu butir pil di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE OBSESSED EX
RomanceObsesi itu mengerikan. Diawasi, dikekang, dan dicintai dengan berlebihan merupakan sebuah penyiksaan di dunia nyata. Segala hal yang dilakukannya untuk terbebas dari jeratan obsesi seorang lelaki gila nyatanya tidak mempan, bahkan merayunya sekalipu...