Di sebuah bukit yang hijau dan subur, sepasang kekasih duduk bersebelahan, dikelilingi oleh panorama alam yang memukau. Matahari bersinar cerah, memancarkan sinar keemasan yang membuat suasana semakin hangat dan menyenangkan. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma bunga liar yang mekar di sekitar mereka.
Keduanya tertawa ceria, tawa yang penuh kebahagiaan dan keakraban. Si wanita, dengan rambut panjang yang tergerai, sesekali menyentuh rambutnya yang terbang diterpa angin. Dia mengenakan gaun ringan berwarna pastel, terlihat begitu anggun saat tertawa.
Di sampingnya, si pria mengenakan kaos santai dan celana pendek, wajahnya cerah dengan senyuman yang tak pernah pudar. Matanya bersinar saat dia melihat ke arah kekasihnya, seolah dunia di sekitar mereka hilang dan hanya ada keduanya.
Di belakang mereka, pemandangan bukit yang indah menjulang, dengan langit biru yang bersih sebagai latar belakang. Awan putih berarak-arak perlahan, menciptakan suasana damai yang sempurna. Seolah alam pun ikut merayakan momen indah ini, burung-burung berkicau riang, menambah melodi kebahagiaan mereka.
Saat mereka saling bertukar pandang, ada sebuah ikatan yang tak terucapkan. Dalam tawa dan canda, tersimpan perasaan cinta yang mendalam, sebuah pengertian yang hanya bisa dimiliki oleh sepasang kekasih.
Mereka merasakan kebebasan dan keindahan saat itu, menjadikan momen di bukit tersebut sebagai kenangan berharga yang akan selalu terukir dalam hati mereka.
"Edgar~" panggilnya.
Dia menoleh, menatap sang kekasih dengan senyuman hangatnya.
"Kita janji akan selalu hidup bersama, kan?"
"Ya, kita berjanji."
Aline, ia tersenyum begitu senang saat Edgar menjanjikan hal itu.
Aline beralih menggenggam tangan Edgar, dan meminta Edgar untuk mendengarkan dengan saksama.
"Edgar," katanya, dengan suaranya yang penuh dengan ketegasan. "Ada sesuatu yang harus kita bicarain."
Edgar mengangkat alisnya, tanda bahwa ia siap mendengarkan. Dan Aline melanjutkan kalimatnya, "Aku ngerasa ada sesuatu yang berubah di antara kita."
Edgar mengangguk, tampak serius. "Memang ada yang berubah."
Aline menatapnya dalam-dalam, berusaha merumuskan kata-kata yang tepat. "Aku mau... kita lebih terbuka tentang perasaan kita."
Edgar tersenyum pelan. "Pasti, kita bisa membangun kembali perasaan cinta itu."
Dengan itu, mereka berdua mulai membicarakan hal-hal yang selama ini mengganggu pikiran mereka, dengan harapan bisa memperkuat ikatan di antara mereka.
"Aku nggak mau kehilangan kamu..."
"Karena aku cinta sama kamu, Edgar."
Aline tersenyum dengan senyuman yang memancarkan kehangatan dan keceriaan. Ketika dia tersenyum, mata-matanya berbinar, menciptakan aura kebahagiaan yang menular.
Senyumnya yang tulus seakan mampu menerangi ruangan, dan Edgar tidak bisa menahan diri untuk ikut tersenyum. Melihat Aline tersenyum membuat hatinya berdebar, seolah segala beban hidupnya seketika sirna.
Senyuman itu bukan hanya indah secara fisik, tetapi juga menyiratkan keikhlasan dan kedamaian yang mendalam.
"Aline?"
Lelaki itu terbangun dengan sinar pagi yang lembut menyinari wajahnya. Mimpi indah tentang kekasihnya masih terbayang, saat mereka berdua tertawa dan berbagi cerita di sebuah tempat yang penuh warna.
Namun, saat matanya terbuka, ia merasakan kekosongan yang menyentak hatinya. Ruang di sampingnya kosong, dan suara tawa itu perlahan menghilang.
Dia memandang langit melalui jendela, merindukan kehadiran Aline yang seharusnya ada di sampingnya.
Kenangan manis itu berubah menjadi duka, dan rasa sepi menyelimutinya. Satu per satu, kenangan itu datang-senyuman, pelukan hangat, dan janji-janji yang mereka ukir bersama. Kini, semua itu terasa seperti ilusi yang menghilang.
Dalam kesunyian pagi, ia merasakan betapa sulitnya melepaskan cinta yang telah pergi, meninggalkan bekas yang mendalam di relung hatinya.
Lelaki itu menundukkan kepalanya seraya memilin jarinya, dan mengingat kembali sebuah mimpi yang membuatnya bahagia sekaligus sedih di waktu yang bersamaan.
"Cuma mimpi?" gumam Edgar hampa.
Edgar mengalihkan perhatiannya pada sebuah kotak berukuran sedang yang terletak di atas nakas, tepat di samping ranjangnya. Perlahan, ia menggerakkan tangannya untuk mengambil kotak itu dan membukanya.
Di dalamnya, ia menemukan seporsi bubur dengan topping yang tertutup rapat. Dan di bawah wadah bubur, terdapat secarik kertas bertuliskan pesan. Edgar mengambil kertas tersebut, meletakkan kotak di pangkuannya, dan mulai membaca dengan teliti.
Makan buburnya sampai habis yaa, gar.
Gue mau lo pulih dan sehat kembali. Karena kata orang, orang yang sakit itu harus makan bubur biar cepet sembuh.Selamat makan, Edgar!
- Veyza
Helaan nafas berat tercipta, kala dirinya membaca secarik kertas berisi pesan dari Veyza.
Oh, mengapa gadis ini sangat memperhatikannya?
Mengapa tidak Aline?
Ah, sudahlah. Lupakan saja
Perut Edgar memang terasa lapar, tetapi Edgar tidak nafsu makan sekalipun makanan lezat itu terpampang di hadapannya.
"Kenapa Veyza segitu perhatiannya sama gue?"
Edgar terdiam sejenak, berusaha mengingat sifat dan perlakuan Veyza dan Aline yang sering ia bandingkan.
Veyza selalu menunjukkan perhatian yang mendalam padanya. Setiap kali bertemu, matanya bersinar penuh kasih sayang dan kekhawatiran. Dia tak ragu membawakan makanan kesukaan Edgar dan selalu mengingatkannya untuk istirahat. Veyza mengorbankan waktu dan energinya demi memastikan Edgar merasa nyaman dan diperhatikan.
Di sisi lain, Aline cenderung bersikap menantang. Dia sering mengabaikan saran atau permintaan Edgar, bahkan acuh tak acuh saat ia membutuhkan bantuan. Sikap kerasnya sering kali membuat interaksi mereka dipenuhi ketegangan. Aline berpegang teguh pada pendiriannya, tanpa mempertimbangkan perasaan Edgar.
Perbedaan perlakuan ini menciptakan dinamika menarik antara keduanya. Veyza sebagai pelindung dan Aline sebagai penantang. Di tengah semua ini, Edgar bingung.
Veyza jelas memperhatikannya dan memberikan kesan cinta, tetapi hatinya tetap tertaut pada Aline. Kini, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa Aline telah pergi dan bahagia bersama lelaki lain.
Edgar tahu, saatnya untuk mulai melupakan Aline dan kenangan indah yang pernah ada.
────
Jangan lupa vote and commentnya disini!!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE OBSESSED EX
RomanceObsesi itu mengerikan. Diawasi, dikekang, dan dicintai dengan berlebihan merupakan sebuah penyiksaan di dunia nyata. Segala hal yang dilakukannya untuk terbebas dari jeratan obsesi seorang lelaki gila nyatanya tidak mempan, bahkan merayunya sekalipu...