Bab III (Tebaran Mosaik)

18 2 0
                                    

BAB III (Tebaran Mosaik)

Kinanthi

"Diberi imej bahwa ia lelaki bodoh, tidak sepandai dirinya."

Kami pun terbahak berdua dan baru berhenti ketika azan Subuh terdengar dari musala terdekat.

"Ayo salat di musala,"ajak Puspa menuju tempat wudu. Aku pun mengikutinya.

"Berganti-ganti tempat sujud, berjalan jauh dan lebih jauh menuju tempat sujud lainnya. Makin banyak pahala yang kita tabung,"ujarnya.

"Selain makin sehat, juga makin banyak kenalan dan teman. Silaturahim terjaga, bisa bikin panjang umur dan murah rezeki. Saat mengeluh sakit dan sulit pekrjaan ada saran dan solusi."

"Lagipula berbincang dengan sesama pengunjung masjid mana mungkin bicara yang negatif."

Setelah salat Subuh, kami menuju tempat cucian. Adakalanya kami bawa ke laundry, tapi seringkali kami lakukan sendiri, mencuci dan menyeterika.

"Hanya karena ada kesamaan hobi berhemat, Kalian berdua jadi rukun,"goda Syka menengok ke arah kami yang berada di tempat kos bagian belakang. Tempat dengan luas sekitar 1,5 meter tersebut dapat digunakan untuk mencuci, menjemur, tempat berwudu, bahkan bersantai karena terdapat tempat duduk semacam gazebo mini berukuran satu meter. Di bawahnya terdapat kolam ikan nila. Di tepi kolam tumbuh subur beberapa batang kemangi, cabai, dan tomat. Di sudut terdapat tiga batang ketela pohon.

"Kalian bisa ambil ikan di sini. Semula kolam ini kosong. Awal aku di sini, kuisi ikan nila kesukaanku. Jadilah, kini telah beranak pinak,"kata mbak Sasa, senior kami di kos-kosan.

"Saya sedang membuat nasi goreng. Nasi kalian tadi malam masih adakah? Bisa nitip aku,"teriak Syka dari balik pintu.

Aku pun bergegas mengambil nasi yang tersisa tadi malam dari magic com mini kemudian kuberikan kepada Syka dengan membawa tiga butir telur.

"Telurnya dibikin dadar atau mata sapi?"

"Dadar saja agar cukup untuk kita berempat,"sahutku menuju ke arah jemuran.

"Kamu nggak cemburu pacarmu jauh?" tanyaku kepada Puspa yang juga tengah menjemur.

"Pacarku orangnya sok sibuk. Mana sempat mikir cari-cari pacar lagi."

"Sudah teruji?" godaku.

"Sudah teruji berkali-kali. Ia tipe orang yang nggak mudah cocok dengan semua orang...

"Cocoknya sama Kamu?" Puspa tertawa.

"Bukankah Kamu juga cocok denganku meskipun kita banyak perbedaan dan perdebatan?"

"Iya sih,"jawabku akhirnya sambil menyudahi jemuran terakhir yang telah kupasang di gantungan kemudian kuletakkan di kawat jemuran.

"Kamu mengapa nggak pacaran?" tanya Puspa setelah kami selesai menjemur kemudian duduk di bangku gazebo mini di atas kolam ikan. Merry dan Syka menyusul ke arah kami sambil membawa empat piring nasi goreng.

"Lho, Merry mengapa telurnya ceplok? Kurang ya telur yang kuberikan tadi?"

"Bukan kurang. Merry lagi ingin makan telur ceplok,"jawab Syka.

"Kalian ngerumpi apa?" tanya Merry.

"Lagi nanya Lala, kenapa nggak pacaran?"

"Inginnya sih, punya pacar yang nggak menodong buru-buru ngajak menikah...

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang