Bab 21 Tebaran Mosaik oleh Nanik W. (Kinanthi)

3 2 0
                                    

Bab 21

"Hehehe, bukan. Murid-murid memanggilku bu Lia,"jawabku. Saat itu kami sudah berada di kamar tamu. Merry pun mengikuti kami masuk ke dalam kamar tamu. Kami pun berganti baju untuk tidur dengan daster ala londress, lengan panjang pula.

"Tumben tidak mengenakan tanktop?"goda Merry.

"Hush, sedang bertamu ke rumah teman yang sudah bersuami. Walaupun suamimu belum tentu melihat, dan belum tentu terpesona pula, tapi ini etika,"jawab Syka yang terbiasa serius. Ketika kami pamit ingin ke rumah Merry pun mendadak ia menemaki setelah diizinkan suaminya.

"Ruang tidur tamu terpisah dengan ruang keluarga tidak? Di rumah mereka sudah ada anak-anak dan pramuwisma nggak? Kalau mereka masih berdua, aku ikut. Aku kan sudah nyonya,"katanya saat itu ketika aku pamit ingin ke rumah Merry dengan Vina.

"Duh, banyak amat namamu. Bingung nggak?" tanya Vina membuatku terkejut dan lamunanku pun buyar.

"Justru malah nggak bingung. Jika ada yang teriak menyebut kata "As", berarti teman sekolah dan kuliah. Jika ada panggilan Lala itu berarti dari teman kos-kosan. Kalau di rumah sih, dipanggil Caca, sama dengan Puspa."

"Iya tuh. Puspa dipanggil Caca oleh adiknya. Bukannya ia anak tunggal?"

"Iya sih. Tapi saat masih kecil, tantenya kerja di luar kota. Anak-anaknya di rumah Puspa bersama neneknya. Akhirnya ia merasa saat kecil memiliki dua orang adik, anak-anak tantenya."

"Bagaimana kabar Puspa sekarang setelah menikah?"

"Siap-siap nomaden karena suaminya memang pekerjaannya diprediksi bakal berpindah-pindah tempat."

"Masih banyak yang ingin diomongkan dengan teman-temanmu, Ma?"tanya suami Merry setiba di rumah.

"Mama tidur dengan teman-temanmu di kamar tamu saja, nggak apa-apa daripada memendam cerita malah bisulan,"lanjutnya.

"Duh, Kami jadinya mengganggu nih, Pak. Sudah mengganggu, merepotkan, riuh pula,"sahutku.

"Tidak apa-apa. Senang melihat Kalian sangat riang kembali bertemu setelah berpisah lama."

"Ayo, Del. Ceritakan pengalamanmu menjadi guru,"pinta Merry. Ia pun sudah merebahkan dii di samping kami. Jadilah, malam itu kami tidur melintang di ranjang ukuran queen size itu.

"Cerita tentang apa?"tanyaku setelah keluar dari kamar mandi dan sudah mengganti baju dengan daster untuk tidur.

"Tentu saja tidak bertanya sudah lulus tes PNS? PPPK? Belum kan? Aku nanya cerita yang lucu-lucu saja."

"Saat aku menjadi guru GTT sekitar sepuluh bulan, ada pergantian kepala sekolah."

"Terus kenapa?"

"Begitu beliau pulang saat itu menaiki motor butut, tiba-tiba seorang teman berkata,'Pak, Bu Lia nunut'. Di luar dugaan, beliau balik lagi ke kantor...

"Karena dengar permintaan bahwa Kamu ingin cari tumpangan? Memang saat itu Kamu nggak bawa motor?"

"Aku kan nggak bisa pakai motor. Aku selalu naik angkot atau ojek."

"Beliau balik lagi ke kantor tuh, nggak jelas karena dengar ada yang mengatakan aku lagi cari tumpangan atau memang ada yang tertinggal. Yang pasti, seorang anak buahnya, bergegas mencariku. Saat itu aku sedang berada di perpustakaan."

"Lia, nggak pulang?"

"Lho, aku belum ingin pulang. Masih pinjam buku nih,'sahutku tanpa menoleh ke arahnya karena tengah keasyikan memilih buku di rak.

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang