Bab XI Tebaran Mosaik oleh Kinanthi
Aku masih berada di perpustakaan dan seolah semakin tenggelam di dalamnya. Meskipun pengunjung tidak seramai mall, sejujurnya ketika mengalami masalah, aku paling suka menuju perpustakaan dibandingkan menuju tempat lain. Mengapa? Berjalan-jalan di antara rak buku-buku dari penataan koleksi perpustakaan yang ternyata tidak sembarangan, terasa menenangkan.
Koleksi buku di perpustakaan memang harus ditata menurut panduan khusus, salah satu panduan atau standar dalam mengelompokkan koleksi terutama buku di perpustakaan adalah Sistem Dewey Decimal Classification (DDC). Sistem yang diciptakan oleh Melvil Dewey seorang pustakawan dari Amerika. Pola penataan tertentu agar memberikan kemudahan dalam pengelolaan dan penyajian.
Aku pun segera menuju kelompok buku-buku yang telah tersusun rapi dalam rak buku tersebut. Dewey membagi menjadi 10 golongan utama dengan angka: 1. 000 – 099 Karya Umum, 2. 100 – 199 Filsafat,3. 300 – 399 Ilmu Sosial, 4. 400 – 399 Bahasa, 5. 500 – 599 Ilmu Murni,6. 600 – 699 Pengetahuan Praktis,7. 700 – 799 Kesenian dan Hiburan,8. 800 – 899 Kesusastraan,9. 900 – 999 Sejarah.
Hmm...sambil masih berjalan-jalan di antara kelompok-kelompok buku tersebut, aku pun mencoba mencari- cari judul yang ingin kubaca, dengan mengambil buku kemudian mengembalikan ke tempatnya. Adakalanya ketika aku lupa buku tersebut semula dimasukkan ke dalam kelompok nomor berapa,aku pun meletakkan begitu saja di meja, agar petugas tidak kesulitan mengembalikannya ke tempat semula.
Akhirnya langkahku terhenti seperti rencana semula, menuju kelompok nomor 7, yang memuat bacaan tentang kesenian dan hiburan. Aku menemukan beberapa buku bergambar desain busana, serta desain interior dan eksterior rumah.
Aku baru saja menuju sebuah kursi untuk duduk dan melihat gambar-gambar tanpa meminjam untuk kubawa pulang ketika kulihat kelebat Melia mendekat ke arahku.
"Aku tadi mencari Kamu. Hampir saja aku ke tempat kosmu, tapi Nadia mengatakan melihatmu ke sini,"katanya sambil ikut duduk di sebelahku.
"Ikut aku yuk,"ajaknya.
"Hm...ke mana?"tanyaku tengah membuka-buka halaman desain interior.
"Ke mall. Mengapa di sini?"
"Ingin menghapus galau,"jawabku.
"Menghapus galau mengapa di sini? Di mall saja. Kita bisa belanja,"katanya dengan ekspresi riang. Akan tetapi wajahnya mendadak muram. Aku pun menimpali ucapannya,
"Keluar masuk mall, kemudian keluar menenteng tas di tangan kiri kanan. Duh...uang sakuku bisa habis kalau ikutan cara-caramu. Kita kan belum kerja."
"Makanya, cari pacar yang banyak uang"sahutnya.
"Memang enak?" tanyaku tanpa menoleh ke arahnya. Aku masih tetap membuka-buka buku yang telah kuambil dari rak nomor tujuh.
"Tentu saja enak,"sahutnya. Ia diam beberapa saat, kemudian melanjutkan ucapannya,
"Hmm...kalau saja tidak bikin sakit hati."
"Hmm...mengapa pilih yang bikin sakit hati?"tanyaku berlagak bloon,"Maksudku, kalau memang bikin sakit hati, mengapa bertahan?"
"Sekarang lagi ingin bubar.....
"Uff...mengapa bubar?"tanyaku keheranan. Selama ini kulihat ia rukun saja dengan pacarnya. Jika melihat Melia yang menjadi sering berbelanja, tentulah pacarnya banyak uang.
"Ia berpaling ke perempuan lain."
"Kamu sedih? Tentulah, sedih"kataku bermaksud menggoda, tapi jawabannya di luar dugaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tebaran Mozaik
General FictionSuka duka para gadis (mahasiswa maupun yang sudah bekerja) di tempat yang sama, sebuah tempat kos. Tempat bak kawah candradimuka, arena penggemblengan diri, karena dari kawah itulah akan muncul perempuan-perempuan dengan kemandirian dan kepribadi...