Bab 9 Tebaran Mosaik oleh Kinanthi

15 2 0
                                    


Bersambung ke Bab IX Tebaran Mosaik oleh Kinanthi

Pagi itu ada perkuliahan. Aku mengikutinya dengan pikiran melayang entah ke mana. Di luar beberapa mahasiswa fakultas teknik tengah menuju laboratorium yang kebetulan tidak jauh dari kelasku. Seperti kebiasaan, mereka terdengar berisik. Bukan hal yang aneh karena mereka minus cewek, sedangkan fakultasku surplus cewek. Sejak dulu pun sudah dikenal bahwa Fakultas Bahasa dan Seni tempat berkumpulnya cewek cantik. Entah karena piawai berdandan, memadupadankan gaya busana, ataukah sikapnya yang charming? Entahlah. Yang pasti, mahasiswa fakultas teknik seringkali riuh jika melewati fakultas kami.

Bukan hal itu yang membebani pikiranku. Beberapa waktu yang lalu aku PPL di kota pacarku. Ia pamit kerja di luar pulau. Kebetulan tesnya di sebuah perusahaan kontraktor lulus. Ia mengalami dilema, harus kerja ataukah melanjutkan kuliah? Ia memutuskan memilih kerja sehingga kuliah pun ditinggalkan.

Berita tersebut telah didengar teman-teman di tempat kosku, anehnya ia tidak berterus terang kepadaku. Yang dilakukan kemudian setelah pamit kerja ke luar pulau adalah tidak lagi mengabariku,bahkan suratku pun tidak dibalas. Kesal nggak sih?

Dalam saat bersamaan, aku mengikuti teater, sekadar ingin, meskipun aku tidak yakin, sanggupkah aku bermain teater? Di tempat berlatih itulah aku berkenalan dengan mahasiswa seangkatan sejurusan pula namun dari kelas lain. Dari sikapnya, ia sepertinya suka kepadaku, beberapa kali ia datang ke tempat kos untuk menjemputku berlatih teater.

Satu dua teman berbisik-bisik, mengatai aku selingkuh. Betulkah? Aku tidak merasa demikian. Justru aku resah dengan ulah pacarku yang tidak segera membalas suratku. Begitu ada perhatian dari lelaki lain, mengapa tidak ditanggapi? Toh ia tidak menyatakan cinta. Kalau menyatakan cinta, baru kukatakan sedang ada masalah.

"Tapi ia sepertinya suka padamu, La. Kulihat sekilas dari caranya memandangmu,"kata Syka.

"Namanya juga lelaki,"kilahku,"Aku tak akan ambil pusing sebelum ia mengungkapkan isi hatinya. Bisa saja ia hanya menganggapku sebagai teman...

"Mas Aan kakak kelas kita, saat Kamu ulang tahun, bikin puisi untukmu. Tidakkah itu dapat dimaknai sebagai ungkapan isi hati?" desaknya.

"Tidak bisa. Toh ia memang orang jurusan bahasa. Apa sulitnya menulis puisi."

"Tapi ia pun sering ke sini,"sergahnya.

"Apa salahnya,"aku menoleh setelah mengoleskan lipstick warna pink, tester dari hasil mencoba lipstick mbak Sasa.

"Tapi di sini kan banyak cewek. Kali aja ia ingin kenalan dengan Kamu,"lanjutku.

"Tapi yang sejurusan dengannya hanya Kamu, La."

"Memang naksir cewek harus selalu sejurusan. Nggak lucu ah,"sanggahku.

"Barangkali ia naksir Metta, Merry, Kamu, Terry, bahkan mbak Sasa."

"Tapi, La. Urusanmu dengan pacarmu yang kini kerja di luar Jawa itu kan belum selesai. Mengapa Kamu nggak melacaknya? Mengapa Kamu malah dekat dengan Yose?"

"Sudah kuhubungi, tidak ada balasan. Yose itu teman berlatih teater."

"Itu kan anggapanmu. Bagaimana jika Yose sebetulnya suka sama Kamu?"

"Aku nggak yakin...

"Tapi kedekatanmu dengannya bisa membuat pacarmu salah paham. Karena itukah ia tidak membalas emailmu?"desaknya.

"Ia menyimpan rahasia darimu kan? Ia lebih memilih kerja lalu meninggalkan kuliahnya. Harusnya itu yang Kaubahas dalam emailmu. Mungkin ia merasa bersalah tidak berterus terang. Selain itu, Kamu seharusnya menumbuhkan rasa percaya dirinya, rasa percayanya terhadapmu, bahwa Kamu tak akan berpaling apapun yang terjadi, meskipun LDR karena kerjanya pasti sering pindah-pindah kota. Tapi Kamu malah menikmati kedekatan dengan Yose."

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang