Bab 4 Tebaran Mosaik

14 2 0
                                    

Bab IV

Tebaran Mosaik, karya Kinanthi

"Tapi Kamu kuat tidak pacaran. Hati-hati dengan kondisi psikologismu. Kamu harus ke psikolog,"goda Merry.

"Nggak apa-apa, toh aku juga nggak merasa kesepian. Masih banyak buku yang belum kubaca, gitar pun masih nyantol di tembok belum kugunakan berlatih...

"Kamu hanya perlu melatih mentalmu, bahwa bahagia itu timbul dari hatimu, bukan dari pacar maupun suami. Lelaki atau suami, mereka memang teman hidup kita, tapi bukan penentu kebahagiaan kita. Lelaki bisa saja setiap saat pergi meninggalkan kita. Entah diambil Sang Pencipta maupun wanita lain. Tapi, kita tetap berhak berbahagia telah dikaruniai kehidupan untuk dapat menikmati hidup walaupun sesaat,"kata Merry.

"Kamu harus melihat lelaki sebagai sosok yang bisa dimanfaatkan. Mereka terlalu logis untuk dapat merasakan dicintai atau dimanfaatkan sih? Yang penting ia merasa tertarik terhadap perempuan tersebut secara fisik, bucin deh,"gurau Puspa.

"Wah...pacarmu pun Kauperlalukan demikian?"sanggahku. Ia pun segera meralat,

"Tentu tidak. Ia terlalu baik untuk sekadar dimanfaatkan. Lagipula sebagai sesama makhluk hidup kan perlu memberlakukan simbiosis mutualisme. Bukan simbiosis parasitisme."

"Porotisme termasuk parasitisme ya?" goda Syka.

Tiba-tiba Netta masuk, diikuti Terry,

"Kalian tumben kembali ke kos-kosan sebelum duhur?" tanyaku.

"Nanti setelah duhur ada undangan. Ada teman ulang tahun,"jawab Terry yang sekelas, sejurusan, dan sefakultas dengan Metta sambil meletakkan tas berisi beras, stoples berisi bumbu pecel. Sebuah stoples lagi berisi kering tempe, teri, dan kacang tanah.

"Wah...ingin belajar memasak nasi nih ceritanya,"goda Puspa.

"Iya nih. Gemes juga ingin meniru Lala dan Puspa. Selalu memasak. Jadi ingin. Mama membekaliku bumbu pecel dan kering tempe. Ada juga rempeyek tuh di kaleng biskuit. Ini tinggal membeli sayur dan kecambah, kata mama."

"Bagaimana dengan Metta? Tidak ingin belajar memasak juga?"tanyaku.

"Jika semua memasak, tentu aku ikutan. Memang enak melihat Kalian memasak bareng-bareng sedangkan aku tidak?" jawabnya sambil membuka tas yang juga berisi beras dan beberapa butir telur mentah serta telur asin.

***

Pukul 12.00. Mentari mulai menunjukkan kekuasaannya atas penduduk bumi. Sengatannya sudah mulai membuat kami ingin masuk ke dalam ruang tengah. Ruang yang didesain untuk tempat berkumpul. Seperti umumnya ruang tengah, di dinding pun terdapat TV digital. Di lacinya terdapat peralatan make up milik mbak Sasa, yang juga telah membeli cermin untuk berkaca seluruh tubuh.

"Nasiku sudah masak,"ujar Puspa sambil membuka magic com.

"Cukupkah untuk makan kita berenam?"godaku.

"Cukup kalau dianggap cukup. Kurang juga kalau dianggap kurang,"jawabnya sambil mengeluarkan wadah nasi dari magic com mini, diletakkan di tengah karpet di ruang tengah.

"Nasi doang? Mana lauknya?"gurau Metta. Ia pun mengeluarkan rantang dari tas plastik, meletakkannya pula di sebelah tempat nasi. Lima buah lontong pun segera dikupas daunnya, diiris membulat kemudian diletakkan di dalam piring lonjong.

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang