Bab 8 Tebaran Mosaik

11 2 0
                                    

BAB VIII, Tebaran Mosaik oleh Kinanthi

Tapi aku tidak bisa segera tertidur. Malam makin sunyi. Aku teringat dongeng masa kecil. Seorang anak lelaki kecil diculik nenek sihir. Ceritanya, si anak baru saja bertengkar dengan kakaknya, saudara lelakinya yang lebih tua tentu saja. Ia dilarang ikut berenang ke sungai karena dianggap belum mahir. Si anak pun menuruti sambil bersedih di tepi sungai melihat dan mengamati cara-cara kakaknya berenang, untuk diikuti. Ketika itulah, nenek sihir datang dan mengompori agar si anak langsung terjun ke air tanpa mikir. Akhirnya dapat ditebak kan? Si anak hanyut terbawa arus.

"Mengapa nenek sihir mengompori?"tanyaku saat itu. ibuku mengatakan bahwa nenek sihir adalah bagian dari iblis. Iblis selalu membenci manusia karena iri. Manusia keturunan Nabi Adam yang diberi ilmu pengetahuan tentang alam, sedangkan Iblis tidak. Ia terbakar rasa iri, padahal apa arti ilmu pengetahuan baginya yang sudah bisa melanglang buana dalam sekejap mata? Dapat menembus ruang dan waktu dalam hitungan detik karena terbuat dari api. Manusia terbuat dari tanah, benda padat. Jadi harus berilmu agar bisa mempercepat perjalanan dan berjuang menjalani kehidupan, lain dengan iblis yang tidak membutuhkan hal itu. ia toh sudah bisa melesat menyamai kecepatan cahayaa. Tapi Iblis terbakar iri dengki karena merasa hebat dan pandai.

Maka, mulut si nenek sihir terus saja meracau agar si anak segera terjun ke sungai tanpa mikir. Ia tentu senang ketika ibu si anak lelaki kecil tersebut bersedih. "Tapi ada kemungkinan si anak kecil tersebut dibawa ke alamnya, alam iblis." Aku pun semakin ngeri,"Di sana si anak kecil disuruh apa?", "Tentu dijadikan budak. Ia akan disuruh bekerja dan bekerja saja, meskipun waktu manusia hanya 24 jam sehari, tapi waktu mereka bisa lebih dari itu."

Aku saat itu pun tertidur dengan kesan betapa jahat si iblis. Ia tak hentinya mengompori si anak kecil untuk segera terjun ke sungai mengikuti kakaknya yang sudah mahir berenang dengan dua alasan. Ingin membuat ibu si anak menjadi gila karena kehilangan, dan ingin memperbudak si anak lelaki tersebut. Ingin memperbudak untuk diperas dan diperas tenaganya. Hih...bulu kudukku pun meremang menyadari betapa Tuhan telah membuat makhluk sejahat itu agar manusia waspada.

Aku pun semakin gelisah. Betulkah aku gelisah? Dalam kondisi gelisah, kata Puspa aku suka berbelanja tak terkontrol. Uang sakuku kendati tidak banyak, bukan hanya karena kos, tapi sejak aku masih sekolah dasar, ibuku selalu memberiku uang saku setiap awal bulan, dengan demikian aku selalu memiliki uang.

"Uang ini dilarang dihabiskan. Andaikan habis, jangan minta tambah. Jika tidak habis kamu bisa menabungnya,"kata ibu sambil membuka amplop gaji bapak. Uang tersebut segera didistribusikan sesuai pos masing-masing. Dengan demikian, aku selalu berhati-hati dalam menggunakan uang saku karena tidak mudah untuk meminta lagi jika kehabisan.

"Aku suka dengan cara-cara mbak Sasa memanfaatkan uangnya,"komentar Puspa tadi sebelum tertidur.

"Sepertinya pemboros ya. Gaya busananya selalu trendy. Make up pun lengkap. Ternyata ia hemat."

"Aku suka dengan caranya berdandan. Katanya begini,'Tuhan Maha Indah. Tuhan suka keindahan. Lihat saja ciptaannya, semua serba indah, bukan? Karena itu kita sebagai perempuan harus berdandan, agar tampak indah."

"Bagaimana jika keindahan kita menyulut kebencian dan rasa iri, Mbak?"tanyaku.

Sambil memoleskan eyeliner, ia menjawab,

"Hal yang wajar. Kita kan menyadari wilayah masing-masing. Manusia dilarang iri, tapi manusia pun dilarang pamer agar mereka yang suka iri tidak tersulut kedengkiannya."

"Tapi, Nabi Adam dulu tidak menyulut kedengkian Iblis. Tetap saja Iblis membencinya,"sahut Syka.

"Itu karena Iblis merasa lebih hebat. Ia terbuat dari api, sedangkan Adam terbuat dari tanah. Mengapa Tuhan menyuruh Iblis bersujud?"kata Terry.

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang