Bab 10 Tebaran Mosaik oleh Kinanthi

9 2 0
                                    

BAB X Tebaran Mosaik oleh Kinanthi

"Kamu isteri yang hebat. Sempurna deh. Bisa memenuhi persyaratan menantu suku Jawa, bisa macak, masak, manak...

"Eiit...jangan salah,"potongnya,"Aku mana pernah macak? Setiap hari wajahku hanya kupolesi dengan tabir surya dan pelembab bibir."

"Tapi Kamu bisa mendorong prestasi dan karier suamimu...

"Itulah yang ingin kukatakan kepada Kalian,"lanjutnya sambil duduk di batu dari semen yang terdapat di situ.

"Ketika kulihat dirinya juga memiliki semangat yang kuat untuk maju dalam karier, aku yang harus mengalah demi anak-anak, juga demi mencukupkan keuangan. Meskipun semula harus mengalami konflik batin. Tapi, begitulah saran orangtuaku. Kelak, jika suamimu terlihat bisa dimotivasi untuk maju, Kamu harus mengalah. Jika ia tidak ingin maju, asalkan tetap setia kepadamu, Kamulah yang harus maju, tanpa melupakan bahwa ia suamimu, meskipun Kamu mungkin beberapa langkah di depannya dalam karier."

"Seharusnya hal itu yang harus dipelajari bukan malah sibuk menggunakan high heels maupun spons untuk bra. Malah membahayakan Kalian,"lanjut Nadia yang ikut mendekat.

"Hm...,"Melia menghela napas,"Tapi selera lelaki biasanya begitu."

"Lelaki yang bagaimana?"sanggahnya,"Jika semua lelaki seleranya begitu, tentu kami tidak laku."

"Memang sulit diingkari, bahwa fantasi seksual mereka liar. Suka yang indah-indah dan seksi-seksi. Kalau jujur, kita juga sama. Mengapa bisa dialihkan? Karena kita wanita patriarki telah didoktrin untuk bisa menjadi ibu dan isteri yang baik, sedangkan gurauan kaum lelaki biasanya sekitar nambah dan nambah wanita. Selain yang telah dimiliki, khayalannya menjadi berkembang membayangkan yang seksi-seksi. Mengapa Kamu membiarkan dirimu menjadi orang kesekian dalam khayalannya?"

"Sulit dipahami maksudnya,"kilah Melia.

"Lelaki dalam memutuskan memilih pasangan juga suka yang lembut, keibuan, tidak pemboros, mau berlatih hidup sederhana. Kelembutan bisa diperoleh dari ketulusan senyuman, pancaran sinar mata, kesediaan menerima lelaki apa adanya dalam susah dan senang. Bukan melulu urusan high heels dan spons tebal pada bra...

"Tapi ada yang demikian, Mi,"sahut Melia masih penasaran.

"Itu yang tidak terarah jalan pikirannya. Akan dikemanakan rezekinya yang berlimpah? Diamalkan untuk penelitian, panti asuhan, atau menambah koleksi wanita? Jika Kamu bisa mencintainya apa adanya sejak Kalian melangkah dari nol, tentu tidak mudah meninggalkanmu begitu saja. Apalagi jika Kamu mau mengalah ketika ia memang ingin jauh melangkah."

"Jika tidak?"lanjut Nadia,"Setidaknya Kamu tetap bisa menyadari posisimu bahwa Kamu isteri yang harus selalu bisa menghargai suami."

"Ada apa ini? Diskusinya seru banget,"tegur seorang teman lelaki yang telah menyelesaikan lukisannya.

"Nona-nona cantik ini berdebat tentang kecantikan...

"Apa salahnya? Kan Tuhan Maha Indah menyukai keindahan...

"Kuminta mereka juga belajar menjadi isteri dan ibu. Toh, idola si Melia itu, Marylin Monroe, meninggal secara misterius padahal lelaki jenis apa pun bisa diperoleh."

***

Jam telah menunjukkan bahwa perkuliahan sudah selesai. Aku tidak ingin segera pulang ke tempat kos meskipun belum terpikir ingin ke mana? Tiba-tiba langkah kakiku menuju perpustakaan. Aku pun bergegas memasukinya dengan perasaan riang. Bukankah serasa seabad semenjak badai covid-19 menyerbu penduduk bumi, memenggal kehidupan kaum komorbid seakan melakukan seleksi alam, meneror semua manusia di bumi menjadi kecil hati kemudian berlanjut merasa sesak napas adakalanya amblas pula, aku tidak pernah lagi melangkah ke tempat tersebut?

Tebaran MozaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang