32. Tak Ingin Pisah - Kilas Balik Pertama

1.1K 97 10
                                    

Author's Note:
Hai hai, sebelumnya aku mau mengucapkan terima kasih buat kamu yang udah ikutin Hearts Intertwined sampai di bab ini❤️

Mulai bab ini, dan beberapa bab ke depan akan menceritakan masa lalu dan membuka kejadian-kejadian lampau yang membentuk trauma seorang Nadia Harianto. Jadi, yang kangen momen Nadia dan Davian, ditahan dulu, ya. Nanti mereka akan bertemu di waktu yang tepat😆

Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan votes dan komentar supaya aku lebih semangat update-nya hehehe😚

***

Delapan tahun lalu.

Jemari Alden mengetuk gagang setir selama intro lagu Just the Way You Are milik Bruno Mars diputar oleh salah satu stasiun radio. Kedua matanya tidak lepas dari pintu utama gedung kantor, tempat pujaan hatinya bekerja.

Bersamaan dengan suara Bruno Mars mulai bernyanyi, Nadia muncul di sana bersama beberapa rekan kerjanya. Sudut bibir Alden tertarik ke atas, terpana karena seolah-olah sekarang sang penyanyi papan atas sedang melantunkan lagu tentang seorang Nadia Harianto.

Sepasang mata bening yang terangnya menyaingi bintang di angkasa, ketika wanita itu berbincang dengan salah satu rekan. Tawa yang bisa menarik siapapun ke dalam genggamannya. Rambut panjang yang tertiup angin petang, membuat Nadia menyelipkannya ke belakang telinga. Manis sekali.

Kadang, Alden takjub bagaimana penampilan wanita itu bisa terlihat sangat sempurna ketika selesai bekerja. Tidak ada wajah kusut atau pakaian yang berantakan. Atau, mungkin Alden saja yang tidak menyadarinya. Sebab, menurutnya, Nadia selalu terlihat bersinar.

Tangan Alden berpindah memegangi dada. Ia mendesah bahagia. Sebenarnya, ia lebih takjub kepada dirinya sendiri yang begitu beruntung bisa mendapatkan hati wanita itu. Ah, apakah cinta memang seindah ini?

Usai bergurau dengan teman-temannya, Nadia berlari cepat ke arah mobil Alden yang parkir di halaman gedung. Secepat yang bisa dilakukan oleh kaki beralas pump heels.

Tak sabaran, wanita itu mengetuk kaca jendela di samping Alden. "Ngapain di sini?" tanya Nadia dengan alis bertaut, ketika kaca diturunkan.

"Jemput pacar." Senyum sumringah terpasang di wajah Alden.

"Kamu bolos acara kantor lagi?"

"Bolos. Emang anak sekolahan bolos?"

Satu alis Nadia terangkat, kemudian ia berkacak pinggang. Pria itu pasti tahu benar apa maksudnya.

Maka, Alden pun terkekeh ringan melihat tingkah kekasihnya. "Masuk gih, nanti kemaleman sampe kos kamu."

Mengembuskan napas keras, Nadia memutari mobil, mengambil tempat di sebelah Alden.

"Ngobrolin apa tadi? Seru banget kayaknya," sindir Alden main-main, dan mulai memajukan mobil, keluar dari parkiran.

"Biasalah, si penguasa bumi. Ada-ada aja tingkahnya. Masa laporan penelitian lima tahun lalu masih diributin? Nggak sekalian laporan pas kantor ini baru dibangun?"

Alden tertawa kecil. "Salah kamu tuh."

"Kok aku?"

"Kalo kamu terima tawaran buat di posisi itu, kamu jadi bos, dia nggak jadi mutasi ke sini."

Nadia mendengkus, lalu tertawa. "Kadang, hal-hal kayak gini yang buat aku nggak nyesel untuk tolak tawaran naik jabatan. Siapa tau kalo aku naik, aku yang digosipin bawahanku. Memang kedengeran kayak aku nggak punya target pencapaian dalam karirku, tapi... begini juga aku udah seneng."

Mengulurkan tangan, Alden membelai lembut kepala kekasihnya. "Aku selalu dukung apapun yang buat pacarku seneng," ucapnya dengan senyuman lebar.

Perbuatan pria itu membuat Nadia tersipu untuk sesaat. Lantas, ia buru-buru mengubah mimik muka, lalu menegakkan tubuh seolah akan menginterogasi. "Katanya, kamu ada acara kantor malem ini."

Hearts Intertwined [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang