48. Kesempatan

808 83 8
                                    

TW: Blood

Ayo, vote dulu sebelum baca😍
.
.
.

Alice mengucek mata sambil melangkah malas menuju dapur untuk mengambil segelas air. Padahal matahari sudah tinggi, tetapi ia baru saja bangun tidur akibat membuat konten endorsement hingga lewat tengah malam. Lantas, matanya yang belum terbuka sempurna tiba-tiba membelalak karena terkejut dengan kemunculan Linda dari dalam dapur.

Wanita itu mengenakan pakaian rapi, tetapi ada yang lain dari raut wajah sang mama. Kilat amarah tampak di kedua matanya yang tajam. Didukung dengan napas menggebu yang tidak teratur.

Saling bertatapan sesaat, Alice bertanya dengan alis berkerut, "Kenapa, Ma?"

Linda membuang pandangan, "Mama mau ke kantor Davian dulu."

Lantas, Alice melarikan pandangan ke angan Linda yang bergerak memasukkan pisau dapur ke dalam tas. Sambil mengerjapkan mata dengan cemas, Alice bertanya lagi, "M-mama ngapain bawa itu?"

Kali ini, Linda melihat anak gadisnya lurus-lurus. Alice sampai meremang berhadapan dengan seseorang yang ia sangat kenal, tetapi juga tidak ia kenali. Sebab, aura Linda sangat berbeda hari ini.

"Seharusnya dari dulu Mama bunuh dia," ucap wanita itu dingin.

Napas Alice tertahan sesaat. "Maksud Mama apa, sih? Bunuh siapa?" tanya wanita itu penuh curiga.

Sebuah senyum tipis muncul di wajah Linda. Tatapannya mulai melunak. "Tenang aja, ini cuma gertakan. Paling nggak, dia tau, dia lagi berhadapan sama siapa." Sesungguhnya, Linda sendiri juga berharap begitu karena dengan amarah sebesar ini, ia tidak tahu apa yang akan dilakukannya.

"Dia siapa, Ma?" cecar Alice dengan raut cemas. Meskipun bisa menerka siapa yang dimaksud, ia tetap bertanya untuk meyakinkan sekali lagi.

"Siapa lagi kalo bukan Davian, si anak sialan itu? Berani-beraninya dia melaporkan Mama ke polisi." Linda membuang muka sambil menghela napas kasar. Raut wajahnya keras kembali. Emosi yang meluap dalam dadanya, ia coba untuk tahan. "Dia lebih baik mati sebelum melihat Mama masuk penjara."

Setelah itu, Linda melangkah lebar meninggalkan Alice yang mematung di tempat dengan pikiran kosong. Ia berusaha memproses segala kalimat yang keluar dari mulut Linda selama beberapa saat, sebelum mengutak-atik ponsel dengan tangan gemetar.

"Ko, lagi di mana?" tanya Alice tanpa basa-basi saat ia berhasil menghubungi Alden.

"Lagi mau ke tempat klien, kenapa?"

Alice meremas tangannya yang dingin. "Mama mau ke kantor Ko Davian, kamu bisa nyusul? Aku takut Mama berbuat yang nggak-nggak."

"Maksudnya?"

"Mama pergi bawa-bawa pisau, bilang Davian mending mati lebih dulu sebelum Mama dipenjara." Ia menggigit ujung kuku sebelum berkata, "Apa mungkin Ko Davian udah tau soal kebakaran itu ya, Ko?"

"Oke, oke, aku ke sana sekarang."

Telepon ditutup. Namun, Alice sama sekali merasa tidak tenang meskipun telah menghubungi Alden. Maka dari itu, ia juga buru-buru mengambil kunci mobil hendak menyusul kepergian mamanya.

Sementara itu, Alden sendiri langsung menelepon klien untuk mengubah jadwal temu mereka, sambil mencari jalan lain agar segera tiba di kantor Davian sebelum Linda. Ini adalah situasi genting.

Jika memang benar Davian sudah tahu perbuatan Linda dan hendak menjebloskannya ke dalam penjara, Alden justru berterima kasih. Sebab, ia tidak bisa melakukan itu. Terakhir kali Alden mengancam membawa kasus ini ke jalur hukum, Linda malah balik mengancam akan bunuh diri.

Hearts Intertwined [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang