46. Yang Sempat Tertunda

714 82 6
                                    

Empat orang duduk di sofa, memandang ke arah yang sama, televisi. Sitkom How I Met Your Mother sedang terputar di sana. Meskipun sedang menonton komedi, tetapi wajah Davian sangat jauh dari kata ceria. Bagaimana ia bisa senang dengan situasi seperti ini?

Tidak hanya mengganggu waktunya bersama Nadia, tempat duduk mereka pun diatur agar tidak bersebelahan sepanjang maraton menonton serial itu. Ronald duduk di ujung kiri, Davian di sebelahnya, kemudian Rai, baru Nadia yang berada di ujung kanan. Sementara Rai dan Ronald terbahak-bahak di beberapa adegan sembari menghabiskan camilan yang tersedia, yang Davian lakukan hanya menghela napas beberapa kali, lengkap dengan mengumpat dalam hati.

Diam-diam, ia mencuri pandang ke arah Nadia. Wanita itu juga tampak menikmati tontonan saat ini. Lihat saja sorot matanya yang bercahaya, juga sudut bibirnya yang terangkat. Tanpa benar-benar Davian sadari, senyuman itu juga menular pada dirinya.

Pura-pura meregangkan tubuh, pria itu mengangkat, lalu merentangkan tangan di atas sandaran sofa. Tubuh Rai yang condong ke depan, memudahkan Davian untuk menggapai Nadia.

Wanita itu tersentak saat merasakan seseorang menyentuh rambutnya. Perhatian Nadia beralih dari televisi. Kemudian jemari pria itu memainkan, bahkan menyisir rambut Nadia dengan lembut. Keduanya saling mengunci tatapan dan tersenyum lebar pada satu sama lain selama beberapa saat. Situasi yang begitu mendebarkan. Sebab, mereka sedang memandang orang yang sedang dicintai, sekaligus melakukannya sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan yang lain.

Rai mengembuskan napas keras sambil melempar tubuh ke belakang. "Duh, sakit perut gue!" serunya karena lelah tergelak berkali-kali.

Nadia langsung pura-pura bodoh dengan melarikan pandangan ke arah lain. Baru saja Davian hendak menarik tangan, tetapi sayangnya tak sengaja tersangkut di pundak Rai.

Sontak, pria itu langsung melihat tangan yang tersampir pada dirinya. "Apaan sih lo rangkul-rangkul gue? Geli banget," protes Rai sambil bergidik heboh.

Nadia harus membuang muka karena tidak bisa menahan senyum. Sementara Davian berkata dengan ketus, "Lagian, siapa yang nyuruh lo duduk di sebelah gue? Tukeran sini."

"Dih, orang gue mau duduk deket cici gue," sahut Rai tidak mau kalah.

Sekarang, bola mata Nadia berputar mendengar kalimat yang tidak ia sangka akan keluar dari mulut adiknya sendiri. Terlalu dibuat-dibuat.

"Ya elah, lo mah dari orok juga sering deket-deket cici lo. Gantian kek." Davian mulai menyikut pria di sebelahnya tak sabaran.

Rai tetap tidak bergerak dan masih nyaman menikmati camilannya. "Nggak," tegasnya.

"Dih." Davian mencibir tak senang sambil menatap Rai sinis.

"Dih," balas Rai sama tajamnya.

Nadia mendesah berat. Ah, mereka mulai lagi.

"Woy, bisa diem nggak? Gue mau nonton, berisik amat." Ronald mulai menyuarakan protesnya setelah sejak tadi hanya mengamati perdebatan kedua orang yang tampak kekanak-kanakkan.

Sementara Nadia enggan ambil pusing. Ia menghela napas panjang, kemudian bangkit berdiri. "Aku tidur aja deh. Bye, good night semuanya." Ia melambaikan tangan singkat pada ketiga pria itu.

"Good night, Cici," jawab Ronald riang.

Kedua bahu Davian langsung melungsur. "Yah? Cepet amat udah mau tidur."

Berlawanan dengan Davian yang kecewa, wajah Rai langsung sumringah. "Kamu memang harus tidur lebih awal biar cepet sehat. Selamat tidur, Ci. Semoga mimpi indah."

Tanpa menggubris gerutuan Davian, Nadia justru meringis mendengar kalimat manis Rai yang membuat sekujur tubuhnya merinding. Ia buru-buru masuk ke dalam kamar. Kemudian, saat tubuhnya baru mendarat di atas kasur, sebuah pesan masuk di ponselnya.

Hearts Intertwined [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang