16. Jadwal Kondangan

21 12 2
                                    

Hari ini hari minggu, Hannah baru selesai mandi pagi ini. Dia duduk di sofa ruang tamu untuk mengeringkan rambutnya, pandangannya salah fokus kearah keranjang yang ada di dekat pintu. Biasanya keranjang itu untuk meletakkan kunci, jam, parfum dan lain-lain. Biasanya juga untuk tempat undangan pernikahan yang dikirim tetangga, tapi tak disangka undangan yang dikirim dalam 3 hari ini membuat keranjang itu penuh hingga undangan-undangan itu pun jadi berjatuhan ke lantai. Hannah segera mengambil yang jatuh beserta keranjangnya, dia membawanya ke meja ruang tamu.

"Bulan apa ini, kok banyak yang mau nikah." celetuk Hannah, dia jadi mengingat-ingat tanggal pernikahan nya yang sepertinya bukan bulan ini.

Hannah menjejerkan undangan itu dari jadwalnya, terhitung satu minggu ini ada 5 undangan pernikahan. Belum lagi yang minggu ke 2, minggu ke 3. Hannah jadi memikirkan baju apa yang akan dia pakai dalam kondisi hamil 8 bulan begini.

"Sayang baju kaos aku pada kemana?" tanya Imran sambil menghampiri Hannah. Hannah tak menjawab pertanyaan Imran, dia memikirkan undangan mana yang harus didatangi. Imran duduk disebelah Hannah untuk ikut melihat undangan pernikahan itu.

"Kita ikut yang sepupu kamu sama anak Pak Rudi aja, itu yang paling penting kan?" Imran menyusun lagi undangan pernikahan itu agar Hannah tak pusing-pusing memikirkan nya.

"Bajunya ini loh aku bingung, masa pake baju punya aku itukan gak muat kalau lagi hamil." rengek Hannah, dia sebenarnya ingin meminta baju baru yang sedikit oversize untuk dipakai ibu hamil.

"Yaudah nanti kita beli bajunya."

"Asikk."

~

"Liat nih." Dinda menunjukkan 3 undangan pernikahan yang sudah dia pilih untuk Ravendra pilih salah satunya untuk pernikahan besok.

Ravendra menatap undangan itu lama, "Apa ini." ucapnya

"Ya baca, itu u-n-d-a-n-g-a-n. Pilih." eja Dinda, dia kesal karna dari tadi Raven hanya diam namun ternyata tak mengerti apa yang Dinda pegang.

"Ohh oke, yang ini siapa?" Ravendra menunjuk undangan pertama. Namanya memang sudah tertera tapi dia lupa wajahnya.

"Ini yang pernah kasih kita pot bunga itu." Dinda menunjuk pada pot bunga dekat pintu.

"Terus yang ini?" Ravendra menunjuk undangan kedua.

"Dia yang pernah kasih kita lemari kecil tempat buku itu. Yang aku butuh terus mereka kasih."

"Oh inget-inget, terus yang ini." kini Ravendra menunjuk undangan ketiga.

"Ini Pak Rudi, yang pernah kasih kamu body motor." ujar Dinda.

"Nah apalagi sih Dinda, yang ini aja Pak Rudi ini. Paling murah hati, murah rezeki." ucap Ravendra girang sambil menunjuk-nunjuk undangan ketiga dari pak Rudi. Dinda hanya menatap sinis pada Ravendra.

"Udah kan?" tanya Ravendra, karna Dinda masih mematung disebelahnya.

"Aku memang salah tanya sama kamu. Gak bener" ketus Dinda, dia meninggalkan Ravendra dan masuk ke kamarnya.

Ravendra diam sejenak, "Salah terus deh." lirihnya.

TING TING TING TING

"Bakso bakso! Bakso tusuk!, Bakso kuah!"

Dinda keluar lagi dari kamar, dia memakai cardigan hitamnya lalu pergi keluar. Dinda kembali lagi dan berdiri di depan Ravendra.

"Duit." ucapnya sambil mengedipkan mata sesekali.

Ravendra tersenyum tipis, "Nih beli yang tusuk juga biar kenyang." ujarnya.

"Makasih ya!" seru Dinda sambil berlari sebelum mang bakso pergi.

Gara-gara Tetangga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang