Dapur begitu harum dipenuhi aroma beberapa olahan yang tengah dimasak oleh perempuan berlesung pipi. Suara salam dan ketukan pintu tak lama terdengar, sesosok perempuan yang tengah menumis kangkung di dapur, langsung meninggalkan aktivitasnya kemudian berlari dengan sigap menuju pintu utama.
"Wa'alaikumussalam," jawabnya sambil membukakan pintu. Shenina langsung menyalami Ummanya.
"Umma, tumben pulang dari toko jam segini? Biasanya jam tujuh. Aku khawatir banget tahu dari tadi," ucap Shenina. Mendengar itu, sang Umma tersenyum lalu mengusap rambut putrinya dengan lembut.
"Alhamdulillah tadi banyak pembeli. Kamu gak perlu khawatir, ada Allah," jawab Ummanya. Shenina mengangguk.
"Umma, tadi aku masak tumis kangkung sama goreng telur ceplok, nasinya juga hangat, ditambah kerupuk, beuh menggoda perut. Sekarang Umma bersihin diri dulu, habis itu makan, lalu kita meeting," ujar Shenina yang masih menggunakan setelan ala koki, minus topi putih khasnya.
"Meeting?" Ummanya memperlihatkan ekspresi bingung, sembari melepas jaketnya. Terlihat, kerutan muncul di dahinya.
"Aku mau minta pendapat Umma," jawab Shenina. Ummanya pun mengangguk paham lalu pergi menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah selesai, sang Umma pergi ke meja makan. Terlihat di sana terdapat Shenina yang tengah mempelajari sesuatu. Dari isinya, sudah jelas bahwa itu bahasa Arab. Ummanya baru ingat, bahwa anak semata wayangnya itu beberapa hari lagi akan mengikuti lomba debat bahasa Arab.
"Na, makan dulu," ajak Ummanya. Shenina pun menurut, meletakkan bukunya di tempat lain. Lalu makan bersama Ummanya. Hanya berdua. Rasanya sangat sepi.
"Belajarnya jangan terlalu diforsir ya, Na, kesehatan kamu juga penting. Pokoknya udah usaha sama do'a semaksimal kita. Ingat, Man jadda wa jadda."
"Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil, right kan artinya, Umma?" sahut Shenina. Ummanya mengangguk.
"Enak gak, Umma, masakan aku?"
Ummanya lalu memberikan dua jempol.
"Top markotop, udah cocok masuk Master Chef," jawab Ummanya. Shenina tersenyum. "Na mau apa?" lanjut Ummanya bertanya secara tiba-tiba.
Shenina mendadak bingung, ekspresinya terlihat jelas, tidak paham apa yang dikatakan Ummanya.
Sang Umma mengembuskan napas.
"Kamu kan udah sering banget menang banyak perlombaan, bahkan satu tahun terakhir ini, udah berapa kali? Umma saja sampai lupa saking banyaknya dan Umma belum pernah sama sekali kasih kamu hadiah, Umma cuma bisa masakin makanan kesukaan kamu aja. Maaf ya." Shenina langsung tersentuh atas ucapan Ummanya. Padahal dia sama sekali tidak berharap hadiah apa pun dari Ummanya, sebab dia juga tahu, jangankan untuk hadiah, untuk makan saja Ummanya harus bekerja lebih extra di toko.
"Umma jangan ngomong gitu dong. Aku gak pengen hadiah apa-apa. Dengan Umma yang selalu mengapresiasi dan banggain aku di saat aku mendapat prestasi, itu sudah lebih dari cukup, kok. Aku sudah bersyukur banget loh, Umma. Lagi pula, hadiah dari menang lomba-lomba itu juga cukup kok buat aku self reward," jawab Shenina sambil tersenyum meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa.
"Oh iya, Umma. Aku udah selesai, nanti kalau Umma udah selesai ditaruh aja ya, aku aja yang cuci. Umma pasti capek," ucap Shenina lagi.
"Gak usah, biar Umma aja. Ini Umma juga udah selesai, Mai tunggu di depan ruang televisi aja, Umma juga tahu Na pasti capek banget. Udah sekolahnya jauh, di rumah bersih-bersih, masak, belajar, iya kan? Kamu tunggu aja sambil nonton drama Turki yang biasanya Umma lihat. Kemarin sebelum bersambung, anaknya yang hilang hampir ketemu," ujar Ummanya dengan memberikan senyum khasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflowers
Teen FictionDia menyukai buku, dia menyukai kata selamat, dan dia menyukai sunflower. Perjalanan hidupnya mungkin terlihat 'beruntung', namun, coba tanyakan kepada Tuhan, apa yang diambil dari hidupnya di balik itu semua? Dia yang takut akan dunia luar, sampai...