16 - Bunga kedua (2)

9 3 0
                                    

Matahari mulai meninggi. Zafran kini sedang mengajari huruf dasar alfabet yang kemudian setelah itu dilanjutkan matematika dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang masih sangat mudah. Sedangkan Zeera, dia sedang berada di dudukan bambu bersama satu anak laki-laki yang belum bisa membaca, berubah menjadi guru privat.

Aksa serta Ares di mana? Mereka tengah membeli alat menggambar di toko alat tulis terdekat, karena tiba-tiba saja Zeera meminta untuk mengadakan kegiatan tersebut, untuk pendinginan katanya.

Perkara balon, itu juga idenya Zeera, kenapa Daisy? Jelas, ya karena itu kesukaannya.

Zafran hanya bisa mengangguk saja. Sungguh, Adik yang sangat berbakti.
Setelah satu jam berlalu, Zafran menghentikan kegiatannya yang pertama, karena memang sesuai jadwal, hanya satu jam.

Zeera kemudian berbisik kepada Zafran yang tengah menyuruh anak-anak jalanan tersebut untuk istirahat sebentar.

"Jap, teman-teman kamu ke mana, deh? Satu jam kok belum juga datang? Nonton konser dulu kali ya di GBK," tanyanya dengan mimik wajah yang sulit dideskripsikan.

Zafran hanya menggeleng, dia kemudian mengambil ponselnya, berniat menelepon kedua temannya. Terlihat layar ponselnya menunjukkan nada dering, tetapi tak kunjung juga diangkat. Tak lama, dua ojek online pesanan Zeera kembali.

"Lama banget kalian?" tanya Zafran saat mereka sudah sampai seraya membawa tumpukkan buku gambar dan beberapa krayon di kantong transparan.

Ares meringis, dia kemudian mengistirahatkan diri di dudukan bambu.

"Lo kayak gak kenal Jakarta, macet cuy. Akang ojeknya mana gak berani ngebut lagi, demi keselamatan katanya," jawab Ares sembari mengipasi dirinya dengan kipas manual, tangan. Zafran terkekeh mendengarnya.

"Eh, kita tadi sempat lihat Shenina, loh," sahut Aksa.

Zafran yang mendengar itu langsung saja menoleh. Tertarik dengan informasi yang dibawakan temannya itu. Aksa, yang ingin melanjutkan perkataannya, langsung terpotong oleh Zeera yang tengah mengambil peralatan menggambar.

"Udah, jangan pada ngobrol. Ayo, kita mulai lagi. Anak-anak, ayo, istirahatnya selesai ya, kita lanjut menggambar!" ucap Zeera yang sedikit berteriak di akhir kalimat.

Anak-anak itu mendadak antusias. Zeera membagikan peralatan menggambar, dibantu Aksa serta Ares.

"Gambar sesuai kreativitas masing-masing ya! Kalian boleh gambar apa pun yang kalian inginkan!" ucap Zafran seraya mengelilingi anak-anak tersebut.

Mereka mulai mencoret-coret kertas putih mereka dengan pensil ataupun pewarna.

"Krayonnya bagus banget, aku belum pernah menggambar terus bisa berwarna begini," ucap salah satu anak perempuan yang kemudian diangguki oleh anak-anak lainnya.

Hati Zafran rasanya menghangat seketika saat mendengarnya.

"Pak guru! PR yang dibuku tulis yang tadi dikasih, itu dikumpulinnya kapan?" tanya anak bertubuh gempal.

"Minggu depan ya, sekalian kita belajar bahasa Inggris," jawab Zafran yang kemudian mendapat sorakan senang dari anak-anak tersebut, sepertinya karena Zafran menyebut bahasa Inggris.

"Kak, balonnya kok bentuknya kayak gitu semua, sih? Itu kan punya perempuan, gak ada yang bentuk Ultraman kayak begini apa?" tanya seorang anak laki-laki sembari menunjuk bajunya yang berwarna merah, yang bergambar Ultraman.

"Eh, siapa bilang balon ini untuk perempuan saja?" tanya Zeera sambil menunjuk balon di dekatnya.

"Ini tuh bisa untuk semuanya, baik laki-laki maupun perempuan. Gak ada yang namanya balon untuk perempuan saja atau laki-laki saja, sama ya semua. Pak guru Zafran aja suka, iya kan, Pak?"

Zeera melirik Zafran, yang dilirik hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Jelas, Zafran sama sekali tidak pernah bilang suka. Tetapi dia setuju dengan pernyataan Kakaknya itu bahwa balon tersebut bisa untuk siapa saja. Tidak memandang gender.

Anak kecil yang bertanya tadi akhirnya membalas dengan ber-oh-ria lalu lanjut menyelesaikan tugas di hadapannya.

Sepuluh menit terlewati, anak-anak itu kemudian menyerahkan hasil kerja mereka kepada Zafran, sedangkan Zafran menyerahkannya kepada Aksa agar Aksa yang memberikan penilaian. Estafet.

"Baik, sembari menunggu Kak Aksa menilai gambar kalian, kita makan dulu ya? Kakak ada makanan untuk kalian," ucap Zeera yang mendapat sorakan senang dari anak-anak tersebut. Lantas, Zafran pun kemudian dibantu Zeera, mereka membagikan makanan katering yang In Syaa Allah, sudah empat sehat lima sempurna.

"Zaf, lo tahu? Gambarnya banyak kesamaan, bikin sedih," ucap Aksa memperlihatkan beberapa gambar milik anak-anak itu.

Rumah dengan keluarga bahagia, kedua orang tua serta seorang anak yang terlihat bahagia dengan bentuk yang jauh dari kata manusiawi, sisanya gunung dan persawahan.

Zafran yang melihat itu paham betul mengapa mereka bisa menggambar seperti itu.

"Kasih A+ semua," jawab Zafran lalu pergi meninggalkan Aksa.

Mereka semua kemudian menyantap makanannya dengan lahap, sembari sesekali tertawa bahagia.

"Anak-anak, karena hari sudah mulai siang banget juga nih, jadi kita mau pamit ya, besok kita ketemu lagi," ucap Zeera, tak seperti tadi, kali ini dia mendapat sambutan kecewa dari anak-anak jalanan tersebut.

"Gak apa-apa dong, kan besok-besok Pak guru masih ke sini lagi, mungkin Kakak Zeera saja yang gak bisa ikut," lanjutnya yang kemudian semakin mendapat sorakan dan lontaran pertanyaan kenapa? Kenapa dan kenapa?

Zeera kemudian menjelaskan bahwa dia ada kepentingan terkait kuliahnya, apalagi kalau bukan KKN. Mereka semua lantas memeluk Zeera dengan perasaan sedih. Jangan tanya Zafran ke mana, dia hanya menonton kegiatan haru tersebut, sambil memakan nasi kotak katering.

🌻🌻🌻

Shenina sedang duduk di kursi di dekat kasir toko, posisinya persis saat beberapa minggu yang lalu dia membuka pengumuman SNBP. Karena setelah ujian praktik itu selesai maka liburan menyapa, sang Umma pun tidak perlu menyuruh tukang ojek langganannya untuk mengantarkan bunga kepada para pelanggan, dirinya sendiri yang akan mengantarkan karena ada Shenina yang bisa menjaga toko.

Shenina tengah sibuk menulis ceritanya di Microsoft Word, sembari melayani jika ada pembeli. Sesekali dia tertawa, sedih bahkan merasa kesal dengan cerita yang dia tulis sendiri.

Tangannya menari di atas keyboard dengan lincah. Hari ini dia memutar musik dengan lirik motivasi di dalam toko, agar suasana terasa lebih ramai.

Saat sedang asyik di dalam dunianya, tiba-tiba masuk sesosok pelanggan ke dalam tokonya. Lantas, Shenina langsung bangkit dari kursi dan menyambutnya.

"Selamat datang, ada yang bisa dibantu, Dek?" ucapnya pada anak kecil laki-laki yang terlihat bahagia. Tentu saja, melihatnya, Shenina jadi tertular virus bahagianya.

"Satu buket bunga matahari, Kak," ucap anak itu. Shenina langsung mengangkat jempolnya. Pergi membuat pesanan yang diminta, saat selesai, dia langsung menyerahkan bunga tersebut kepada anak laki-laki itu.

Anak kecil itu menerimanya lalu memberikan uang, tetapi setelah menyerahkan uangnya dan menerima bunga, anak itu memasukkan kartu ke dalam buketnya lalu menyerahkannya kepada Shenina kembali.

"Aku hanya disuruh, Kak. Kata yang beli, bunganya buat Kakak, aku permisi ya Kakak cantik!" ucap anak kecil tersebut lalu pergi begitu saja. Shenina membeku.

Dia benar-benar tidak paham apa yang baru saja terjadi. Ide-ide yang sempat muncul di dalam otaknya mendadak berubah menjadi tumpukkan pertanyaan.

Dia langsung meletakkan buket tersebut ke meja, memilih duduk di kursinya tadi. Lantas, dia membuka kartunya. Dilihatnya, isinya merupakan ucapan terima kasih, masih dari orang yang sama, From your costumers.

"Terima kasih? Atas apa?" tanya Shenina kepada dirinya sendiri.

"Siapa sih?!" lanjutnya mulai jengkel.

Shenina tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia memikirkan siapa kandidat yang patut dicurigai sebagai pembeli bunga matahari ini.

"Apa harus, aku cerita ke Umma?" tanyanya pada diri sendiri sambil menatap ke arah buket tersebut dengan perasaan bimbang.

🌻🌻🌻

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang