18 - Berubah

6 3 0
                                        

Zafran membelah lautan kendaraan dengan ninja hijaunya. Setelah pulang dari kegiatan berburu diskon pertengahan bulan, dia sekarang tengah menuju ke tempat di mana dia biasa bermain Futsal, tentu dia tidak sendiri, jok motonya sudah terisi oleh seorang berkacamata, tidak lain dan tidak bukan adalah Aksa.

Dua puluh menit sudah Zafran berkendera, sekarang dirinya sudah sampai di tempat tujuan. Tempatnya indoor, dia datang ke sini karena ajakan dari teman-teman sekompleksnya yang lebih tua darinya, para mahasiswa. Tak lama Ares datang. Dia member baru, karena dia tidak satu kompleks dengan Zafran juga Aksa.

Ares melambaikan tangannya, lalu melakukan tos dengan orang-orang di sana. Kalau laki-laki, ehtah mengapa kenal atau tidak, mereka bisa langsung akrab. Tetapi tidak usah terkejut, Ares memang orangnya sok kenal sok dekat.

Ares kemudian mendatangi Aksa yang tengah bermain ponsel, duduk di seberang Zafran. Zafran yang melihat itu, dia ikut mendatangi mereka.

"Minimal auratnya ditutup, Bos," celetuk Zafran saat sampai di tempat mereka.

Aksa yang sedari tadi sibuk bermain ponsel, dia lantas mengangkat wajahnya. Dia kira dirinya yang dapat sindiran dari Zafran, ternyata bukan.

Ares kemudian menatap Zafran, dia mengangkat telunjuk tangannya lalu menunjuk dirinya sendiri.

"Mentang-mentang laki-laki, mentang-mentang lagi main Futsal, minimal pakai leging. Lihat tuh dengkul lo," lanjut Zafran sembari mengambil sesuatu di tasnya, lalu menyerahkannya ke Ares.

"Apaan ini?" tanya Ares bingung sambil menerima pemberian dari Zafran. Kemudian, Ares mengeceknya, mendadak dia tidak habis pikir dengan Zafran.

"Bisa-bisanya nih bocah bawa leging," lanjutnya.

"Karena gue udah tebak nanti lo ke sini bakalan kayak gimana bentuknya, udah sana ambil aja, buat lo," jawab Zafran menyuruh Ares untuk pergi ke ruang ganti.

"Jujur, kayaknya ini definisi tersesat di jalan yang benar, tersesat nemu orang kayak lo," balas Ares yang kemudian pergi. Aksa melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ya, itu lah Zafran.

Mereka kini tengah saling berebut satu bola. Bola itu menggelinding dan dioper ke kanan ke kiri. Sportivitas dijunjung tinggi walaupun bukan pertandingan resmi, hanya sekadar permainan untuk temu kangen, katanya.

Zafran berhasil mencetak empat gol, sedangkan lawannya lima gol, dan waktu sudah habis. Ya, setidaknya hanya beda satu poin. Karena Zafran yang jarang berlatih saja, itu jawaban Zafran setelah dilemparkan bercandaan bahwa dia cemen.

Zafran kini tengah duduk, sembari menegak botol minuman isotonik yang dibawa Aksa dari rumah. Memang, hampir setiap bulan Aksa menyetok minuman itu. Entah bagaimana bisa dia tidak takut dengan takaran gula di dalam isotonik tersebut. Tiba-tiba, di tengah sunyinya pembicaraan, Aksa menceletukkan sesuatu.

"Shenina gimana, Jap?" tanya Aksa sembari meluruskan kakinya, pegal. Zafran menolehkan kepala ke arah Aksa, menampakkan ekspresi seolah-olah bertanya, bahasa tubuh.

"Maksud gue? Lo jadi dekat sama dia? Akhir-akhir ini gue lihat lo gak ada bahas Shenina," lanjutnya. Zafran tersenyum, lalu menolehkan kepalanya ke depan.

"Gue gak jadi deketin Shenina," jawab Zafran. Lantas, mendengar itu, Aksa serta Ares tercengang, sebelum mereka menanyakan mengapa, Zafran memilih melanjutkan ucapannya.

"Gue dulu sempat kagum sama seseorang dan lucunya itu pertama kalinya gue suka sama orang ternyata, lalu, beberapa minggu yang lalu, gue lihat dia."

"Kok iso ...." sahut Aksa dengan menggunakan bahasa Jawa. Entah dari mana dia belajar, tetapi dari logatnya, jelas logat Jawa Timur, tepatnya Ibukotanya, Surabaya.

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang