12 - Bunga Matahari

10 3 0
                                    

Tepat hari Minggu tanggal dua puluh enam Maret menyapa. Hari ini, seperti biasa Shenina harus menjaga tokonya seorang diri, tanpa bantuan. Apa pun yang terjadi dia harus berada di tempat itu, yang berarti dia akan membuka pengumuman SNBP di tempat itu juga. Tadinya, sang Umma berniat akan menemaninya untuk membuka bersama-sama, tetapi ternyata, pesanan hari ini menumpuk. Alhamdulillah, itu harus disyukuri, karena rezeki.

Shenina duduk di kursi dan menghadap meja kecil yang berada di dekat kasir, di sampingnya adalah kaca yang memisahkan luar dan dalam ruangan, di depannya selain yang pasti ada laptop, juga ada bunga matahari yang berdiri penuh percaya diri di dalam vas. Sedari tadi, mulutnya tak henti-hentinya berkomat kamit mengucap dikir dan doa.

Muka yang terpampang begitu serius. Di pantulan netranya, terlihat waktu yang berjalan mundur. Dia begitu gelisah, takut, takut gagal, lagi.

Waktu tinggal beberapa menit, dua menit, satu menit, sampai sepuluh detik, dan selesai. Dia harus membukanya. Perlu diketahui, bahwa Shenina sudah menangis sedari tadi, padahal membuka saja belum.

Kedua tangan lentik itu kemudian menari di atas keyboard secara tidak maksimal, tremor. Selesai memasukkan data, dia menekan tombol lalu menutup matanya. Beberapa detik berlalu, dia masih tidak berani membuka matanya. Dia kerjapkan matanya pelan-pelan, satu mata kiri sedikit mengintip ke depan, tak disangka warna almet sekolahnya dan sebuah barcode terpampaang begitu jelas.

Shenina histeris, dia makin mengencaangkan tawanya, rasanya seperti ingin muntah saking senangnya. Shenina lantaz melakukan sujud syukur. Dia begitu terharu, tak disangka dia akan menjadi maba alias mahasiswa baru tahun ini.

Shenina lantas cepat-cepat mengambil ponselnya, lalu dia menekan tombol video call kepada nomor yang dia sematkan.

"Assalamu'alaikum, Umma! Aku lolos Ilmu Ekonomi UI!"

🌻🌻🌻

Remaja laki-laki dengan keadaan tengah dipeluk oleh kemeja kotak-kotak biru hitam tersebut sedang seibuk berkendara dengan kecepatan yang berbeda dari biasanya.

Spidometernya menunjuk ke angka tiga puluh. Kedua matanya tengah sibuk menatap ke depan yang lalu beralih ke tangan kirinya yang terbalut sarung tangan hitam dengan ponsel sebagai aksesorinya. Sudah mirip pengirim paket.

Mentari begitu bersemangat hari ini. Sedangkan suara perempuan yang ada di dalam ponselnya begitu menyebalkan di indra pendengarannya.

Laki-laki itu mengikuti rute yang tertera di layar ponselnya, dengan tekadnya yang besar, dia yakin tidak buta. Kalau pun tersasar, dia masih bisa pulang.

Motornya sudah mulai mendekati titik tujuan. Dari depan, terlihat lampu lalu lintas yang menurutnya, mungkin baru, atau memang dia yang tidak tahu?

Dia pun kemudian berhenti di depan sebuah toko bunga, karena titik tujuannya di sana dan terasa, cukup, familiar.

Dia memarkirkan motornya, lalu turun, setelah itu kepalanya mendongak ke atas, ke arah nama toko. Tak disangka dia merasa dejavu, dan tiba-tiba saja di otaknya terdengar suara, do you get dejavu?

Zafran kemudian mulai menuju ke toko. Pikirannya berkecamuk. Hatinya terasa aneh. Dia merasa seperti pernah datang ke sini, tetapi kapan? Terpampang jelas toko ini bernama The Shenina Florist. Dia baru mendengarnya. Dan, ternyata benar, dari dalam terlihat Shenina yang tengah entah melakukan panggilan video call dengan siapa, yang jelas dia menunjukkan layar laptopnya kepada seseorang yang berada di seberang sana.

Wajahnya begitu berseri bahagia. Zafran kemudian berbalik, netranya terpaku pada sebuah tempat, Zafran pun lantas mengendarai kembali motornya, menelisik lagi untuk mencari informasi lebih lanjut.

Di sisi lain, di dalam toko, Shenina selesai menelepon Ummanya, yang katanya sebentar lagi akan pulang setelah memesan katering untuk dibagikan kepada tetangganya. Sebagai ungkapan rasa syukur katanya.

Shenina yang tengah asyik mengabari ketiga sahabatnya, kemudian dikagetkan oleh anak kecil perempuan yang masuk ke dalam tokonya.

"Selamat datang, cari apa, Dek?" tanya Shenina dengan senyum yang begitu ramah.

"Sebuket bunga matahari, Kak." Shenina kemudian mengangguk lalu membuat pesanan. Beberapa menit, sampai dia selesai, lalu menyerahkannya. Tak disangka, jawaban dari anak perempuan itu tak pernah terpikirkan oleh Shenina.

"Ini uangnya, Kak. Tapi bunganya buat Kakak. Dan ini kartunya, aku duluan ya, Kak!" ucapnya lalu berlari. Shenina benar-benar terpaku. What this is?

🌻🌻🌻





SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang