10 - Pengalaman

8 3 0
                                    


Universitas Islam Negeri Jakarta, kini di Minggu pagi dipenuhi oleh sekumpulan manusia yang beberapa di antaranya asing untuk gedung pendidikan yang menjulang tinggi tersebut.

Sekumpulan manusia berjas biru terang berlalu lalang khususnya di gedung utama. Kendaraan berjajar rapi di tempat parkir. Tak terkecuali mobil Avanza hitam yang baru saja datang.

"Shen, gue grogi parah, gue takut mengacaukan semua, ini bukan bidang gue," celetuk Kinanthi setelah turun paling terakhir dari mobil, sembari menyuruh Shenina untuk memfoto dirinya, karena dia ingin mengetahui bagaimana penampilannya. Itulah kebiasaan Kinanthi.

"Udah keren banget begini masa iya grogi, harus percaya diri dong," sahut Adine sambil membenarkan kerah jas navy miliknya.

Adine cenderung santai dengan hal yang akan dihadapinya beberapa puluh menit ke depan. Terkadang Shenina sangat heran kepada temannya itu, bagaimana caranya dia bisa sesantai itu menghadapi semua hal yang sekiranya cukup menegangkan jiwa dan raga.

"Bismillah aja. Ingat, Man Jadda Wa Jadda," jawab Shenina. Kinanthi serta Adine mengangguk mendengar kalimat tersebut.

"Kantin dulu yuk, masih setengah jam lagi ini. Lapar, belum makan. Cacing-cacing di perut gue udah padaa goyang dumang," sahut Kinanthi seraya melihat ke arah arloji berwarna emas yang melingkar di tangan kirinya.

"Kantin mana nih? FK aja yuk. Pengen tahu gue, kantinnya anak FK itu apakah menunya empat sehat lima sempurna semua atau tidak," lanjutnya.

"Fateen gimana? Masa gak bareng?" tanya Adine berupaya mengingatkan Kinanthi, temannya itu belum terlihat batang hidungnya.

"Dia katanya bareng Zafran, Aksa sama Ares, tuh tiga orang gak tahu alamat UIN katanya. Baru keluar goa kali ya mereka," jawab Kinanthi. Mendengar hal itu, Shenina langsung tersedak. Tetapi dia memilih untuk diam.

"Yang benar aja deh. Udah kayak WNA aja mereka gak tahu jalan ke sini," sahut Adine dengan menggelengkan kepala heran.

Shenina, Kinanthi dan Adine, mereka kemudian menuju kantin Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Jakarta.

Pukul delapan kurang beberapa menit, mereka bertiga sudah berganti kediaman, ada di belakang panggung, mempersiapkan diri sebelum semuanya dimulai. Tak lupa mereka panjatkan beberapa doa. Sedangkan di depan mereka sekarang, terdapat tiga manusia dari kaum adam yang lengkap memakai jas merah maroon yang notabene adalah lawan debat mereka saat ini.

Pukul delapan kurang tujuh menit suara perintah untuk berkumpul di panggung sudah menggema. Mereka semua langsung bersiap-siap. Shenina, Adine serta Kinanthi selaku tim pro duduk di arah kanan penonton dan tim kontra duduk di arah kiri penonton. Tak lupa para undangan seperti ustad serta ustadah, sudah mulai berdatangan. Tempat duduk penonton pun mulai ramai.

🌻🌻🌻

Zafran tengah menunggu Aksa di depan pagar rumahnya, tetapi manusia yang ditunggunya itu tidak juga kunjung menunjukkan tanda-tanda kehidupan, padahal lima belas menit yang lalu Aksa mengatakan sudah di fase mengenakan sepatu.

Zafran heran sendiri, padahal Aksa bukanlah sejenis ulat kaki seribu, seharusnya dia tidak selama itu mengenakan sepatu karena kakinya hanya dua, bukan seribu. Setelah berpikir cukup matang, mendadak Zafran memiliki niat ingin mendobrak pagar rumah Aksa. Tetapi niat itu Zafran urungkan sebab tiba-tiba sedan merah berhenti tepat di depannya.

Zafran seperti tidak asing dengan mobil itu. Dia memilih untuk menunggu sang pemilik mobil turun, tetapi malah klakson yang didapat.

Jendela dari kursi sopir terbuka, memunculkan kepala yang terbalut kerudung Saudia hitam.

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang