14 - Jawaban (2)

10 3 0
                                    

Shenina kini duduk sendiri sembari menikmati hujan di pukul sembilan malam setelah dia selesai menuntaskan belajar untuk persiapan ujian besok. Biasanya jam sembilan Shenina belum selesai belajar, tetapi karena dirinya sudah mencicilnya mulai dari pagi tadi dan mata pelajaran besok tidak terlalu berat, maka dia selesai lebih awal.

Jakarta saat ini sudah mirip dengan Bandung, apakah karena mungkin efek kamar Shenina saja yang terlihat aesthetic?

Cokelat panas diseduhnya seorang diri, pahit, sedikit. Dia kemudian beralih mengambil bunga matahari yang tadi dia buat menjadi buket, yang tetapi ternyata malah diberikan kepadanya oleh sang pembeli. Setelah dia perhatikan lamat-lamat, dia memutuskan menaruhnya di vas kamarnya.

Shenina kemudian mengambil kartu ucapan yang diberikan oleh anak perempuan tadi. Memang, sedari tadi dia belum sempat membukanya dan lebih memilih belajar karena itu prioritasnya. Kartu ucapan berwarna biru itu sungguh membuatnya penasaran.

"Congratulation, Shenina!" ucap Shenina membaca isi dari kartu tersebut. Setelah itu, dia berpikir, dalam rangka apa? Lama dia bergelut dengan pikirannya, sampai akhirnya dia menemukan sebuah titik terang. Apa mungkin, karena lolos SNBP?

Dia kemudiaan terdistraksi oleh nama di pojok kartu. From your costumers. Detik itu juga, Shenina berpikir, siapa? siapa? Lalu di tengah berpikir keras itu, Shenina memilih untuk beralih melihat isi notifikasi di ponselnya yang sedari tadi berbunyi tak henti-henti.

Notifikasi itu benar-benar tak bisa untuk tak menyita perhatiannya.

"Sabtu depan setelah ujian tulis ke Puncak, yok! Kita nginep! Bareng anak kelas juga!"

Pesan itu dikirim secara terpotong-potong, Shenina membacanya dengan pikiran yang terus dipaksakan. Dari Fateen. Dia rasa, ide temannya begitu gila. Tidak mungkin Ummanya itu akan mengizinkannya untuk pergi. Kalau sampai dia mencoba kabur atau mengeyel, bisa-bisa dia akan dicap sebagai anak durhaka oleh tetangganya. Karena alasan tersebut, Shenina langsung membalas ajakan Fateen, menolaknya.

Dia kemudian beralih mengambil salah satu buku fiksi di rak, novel itu yang paling dia suka, termasuk penulisnya.

Dia membacanya ulang, untuk mengambil motivasi dari sang tokoh utama. Kalau sudah begini, jauh di lubuk hatinya, muncul kembali keinginan untuk menjadi seorang penulis.

Shenina menutup novelnya sejenak, yang belum selesai dia baca itu. Kemudian beranjak menuju cermin setinggi dirinya di kamar. Dia merenung dengan menatap dirinya sendiri.

"Apa gue coba nulis lagi, ya?" tanyanya bermonolog.

"Lo suka nulis cerita, lo suka nulis sajak, sayang kalau dipendam, kan?" lanjutnya masih bermonolog.

Shenina kemudian tersenyum manis menghadap cermin di depannya. Dia lalu teringat sebuah kata-kata dari Imam Al-Ghazali, kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Shenina kemudian memilih membuka salah satu folder Microsoft Wordnya. Lalu, mengetikkan kata prolog sebagai permulaan.

Dia mengingat kembali seluruh ide-ide dalam pikirannya yang sudah lama dia pendam.

Dia dahulu sangat takut untuk menulis, tetapi sekarang, dia mencoba untuk memulainya kembali.

Idenya begitu mengalir dari otak menuju jari-jari tangannya, lalu direalisasikan dalam bentuk aksara. Ya, sepertinya dia akan begadang malam ini, tetapi hanya sampai jam dua belas, karena besok dia harus bertempur menghadap kertas-kertas yang harus diisi oleh coretan secara tepat.

Hari demi hari pembantaian otak akhirnya sudah terlewatkan, Sabtu telah menyapa.

Teman sekelas Shenina sudah mempersiapkan untuk pergi menginap ke Bogor, sebelum Senin menyapa lagi yang berarti mereka harus menunaikan ujian praktik. Begitu melelahkan! Sedangkan Shenina dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena setelah dia mencoba meminta izin kepada Ummanya, jawaban Ummanya benar-benar sesuai prediksi, menolak. Tetapi ternyata, Adine, Kinanthi, bahkan Fateen, mereka bertiga tidak ikut. Entah apa alasan mereka.

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang