09 - Fokus

8 2 0
                                    

Pukul lima sore Shenina baru sampai di rumahnya. Dia langsung memasukkan sepeda motornya ke dalam garasi.

Shenina kemudian membersihkan dirinya, lalu memasak dan makan lebih awal, mengingat dia harus belajar bahasa Arab untuk persiapan besok. Iya, lomba diadakan hari Minggu.

Azan Magrib berkumandang, dia langsung mengambil wudu, salat dan membaca Alquran. Sambil menunggu Ummanya pulang, Shenina memilih untuk duduk di kursi belajarnya, sembari memahami kembali dan mengingat apa yang harus dilakukannya pada lomba debat bahasa Arab besok yang dia dapat dari bimbingan Bu Nasiha.

Kamar yang memiliki ukuran tidak terlalu luas, bercat putih, dengan vas yang berisi bunga matahari yang selalu ada di pojok meja belajarnya dan selalu diganti yang baru jika sudah layu, tak luput menemani.

Kaca besar di samping lemari, hiasan dinding yang indah, tumpukkan buku dan novel di rak, kalau kata Fateen, kamar Shenina itu instagramable.

Rintik hujan mulai turun di balik tirai putih. Shenina pergi ke dapur sebentar, lalu kembali lagi ke kamarnya dengan membawa secangkir kopi.

Dering notifikasi terdengar, dibukalah ponselnya itu, ternyata dari Ummanya, mengabari bahwa akan pulang terlambat.

Shenina membalas pesan itu, kemudian menaruhnya kembali. Saat sedang sibuk belajar, memorinya kembali kepada kejadian siang tadi. Dia kira, ide Fateen itu bagus tetapi ternyata tidak sama sekali.

Fateen mengajak mereka ke salah satu rumah makan yang harganya terkenal lumayan. Bagi Shenina, itu sangat tidak ramah di kantong, jauh dari kata hemat. Tetapi Shenina tetap membelinya karena hasutan Fateen yang berbunyi, sekali-sekali, gak apa-apa, yang bahkan masih bisa Shenina dengar sampai saat ini. Sudah seperti hasutan setan yang terkutuk.

Kejadian itu masih setengahnya. Karena yang menjadi masalah utamanya bukan itu, tetapi, karena adanya Zafran, Aksa, dan Ares. Mereka ada di tempat yang sama saat Shenina dan teman-temannya makan, parahnya, mereka malah datang ke meja yang berisi empat kaum hawa tersebut.

"Eh, kalian!" sapa Ares tiba-tiba sambil tersenyum memperlihatkan giginya. Memang, Ares ini termasuk manusia yang berjenis SKSD alias sok kenal sok dekat.

"Kok bisa ada di sini?" tanya Fateen yang kemudian memasukkan potongan ayam ke dalam mulutnya, dengan raut muka terlihat heran. Tetapi tak lantas menyurutkan nafsunya untuk makan.

"Nah, itu. Itulah yang dinamakan, jodoh," jawab Ares dengan ringan tanpa harus berpikir dua kali untuk melontarkannya.

"Gak usah ngimpi!" balas Fateen pedas, sepedas saus yang baru saja dia lahap.

"Boleh gabung gak?" tanya Aksa tiba-tiba. Memotong pembicaraan, ralat, perdebatan antara Fateen dan Ares.

"Kursinya cuma empat, mau duduk di lantai, kah?" sahut Shenina, di mana setelah mengatakan hal tersebut, Zafran langsung terbatuk. Entah tersedak apa dirinya. Kodok juga tidak mungkin, karena haram.

"Gak gitu, Mbaknya. Kan bisa mejanya digabungin," balas Aksa mencoba sabar, dengan wajahnya yang terlihat menahan suatu perasaan di dalam dirinya, yakni emosi yang sudah bergejolak.

"Gak ada. Buat apa? Gak ada kepentingan yang perlu dibahas," balas Shenina semakin sadis.

"Ck, galak. Yaudah kita di sana aja," lanjut Ares tak ingin berdebat dan membuat keributan, dirinya tak ingin diusir dari tempat tersebut secara tidak terhormat, apalagi hanya karena debat dengan perempuan, malu lah. Ares pun memilih mengajak kedua rekannya pergi ke meja yang ada di pojok.

"Shen, sensi amat sih? Jangan gitu ah," ucap Fateen yang lanjut menyuap donat ke mulutnya.

"Loh, bener dong apa yang gue lakukan? Buat apa? Kecuali kalau memang ada kepentingan yang benar-benar penting," balas Shenina. Fateen pun hanya diam, entah apa yang dia pikirkan dan memilih untuk membahas hal yang lain.

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang