Dua minggu setelah acara pemeran berlangsung, kehidupan Shenina berjalan seperti biasanya. Tak ada yang spesial, lagi pula memangnya apa yang diharapkan?
Kegiatannya selama dua minggu ini adalah pergi ke kampus, mengerjakan tugas, presentasi, diundang menjadi influencer tiga kali, menjadi MC, mendapatkan kabar bahwa beritanya dimuat dalam koran Jawa Pos, sebenarnya ini termasuk prestasi yang membanggakan untuknya, tetapi bukan itu yang tengah ditunggu.
Saat ini, satu-satunya yang Shenina cemaskan adalah berita mengenai naskah cerita novelnya. Masih juga belum ada tanda-tanda. Apa artinya naskahnya tertolak? Oleh semua penerbit yang dituju? Mengenaskan sekali.
Seburuk itukah naskahnya? Dirinya sudah tidak bisa berpikir positif lagi. Sampai, akhirnya dering ponsel membuyarkan kegiatannya sebelumnya, overthingking.
"Halo, permisi, dengan saudari Humaira Shenina Lubna?" tanya orang di seberang sana. Shenina mengangguk, lalu dia mulai keluar dari perpustakaan untuk menerima telepon.
"Iya, benar, dengan saya sendiri."
"Kami dari pihak penerbit bukukita, tertarik dengan cerita yang Anda buat. Apakah, besok Anda ada waktu untuk datang ke sini?"
Shenina mendadak berubah pikiran, yang tadinya negatif menjadi positif. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Rasanya dia ingin melonjak-lonjak sangking bahagianya. Apakah impiannya akan terwujud? Syukurnya, besok hari Sabtu, tidak ada kelas. Dia bisa datang ke sana dengan aman, tenteram, damai dan sejahtera.
"Apakah artinya naskah saya lolos?" tanya Shenina memastikan.
"Kemungkinan besar jika pihak kami sudah menghubungi penulis, maka jawabannya iya. Untuk lebih jelasnya bisa dibicarakan di kantor besok."
"Boleh kirim alamat untuk lebih lengkapnya?" tanya Shenina lagi.
"Nanti akan kami kirim lewat WhatsApp. Jika ada yang pertanyaan lebih lanjut, bisa hubungi kami atau bisa bertanya kepada saudara Raden sebagai pengirim naskah. Baik, terima kasih,"
"Iya, terima kasih kembali."
Hari ini rasanya hati Shenina begitu berbunga-bunga. Harapannya akan terwujud. Impiannya akan terwujud, walaupun bukan dari penerbit impiannya tetapi tidak mengapa.
Shenina pun langsung bergegas pergi dari kediamannya saat ini. Dia mencari keberadaan sosok Ahana. Shenina akan mengajak teman karibnya itu ke sana besok. Shenina celangak-celinguk ke berbagai arah, batang hidung Ahana tidak terlihat sama sekali. Sampai, matanya melihat ke arah kantin FEB yang terdapat tiga manusia familiar oleh Shenina, mereka tengah nongkrong berjamaah.
"Hai," sapa Shenina ramah kepada mereka bertiga. Mereka pun langsung menoleh kepada sumber suara. Ahana, yang mendengar itu, dia langsung tersenyum lebar dan memeluk Shenina.
"Congrats Shenina sayang ..." ucapnya memberi pujian. Shenina bingung, dalam rangka apa? Aneh.
"Ciye ... habis ini bakal punya anak satu. Terbit nih ya," celetuk Ahana setelah melepas pelukannya.
"Duduk dulu Shen," sahut Syafiq menyuruh Shenina duduk di samping Ahana yang berarti di depan Raden. Shenina pun duduk di sana, sembari berpikir keras, sampai akhirnya dia menemukan latar belakang dari ucapan Ahana.
"Loh, udah tahu?" tanya Shenina setelah duduk. Dia menaruh tas punggungnya di meja.
"Ya tahulah, kan ini nih, ada Bapak Raden yang terhormat," balas Syafiq. Sedangkan sang pemilik nama, dengan santainya asyik menyeruput es tebu. Shenina seketika salah fokus dengan minuman yang ada di depan Raden.
"Eh kok bisa ada?" tanya Shenina bertanya kepada Raden. Es tebu dengan es batu di dalamnya itu sungguh menggoda tenggorokan.
"Iya dong, mana segar banget lagi," balas Raden. Shenina seketika berpikir bahwa Raden sedang pamer kepadanya. Syafiq dan Ahana malah tertawa melihatnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/359772165-288-k437717.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflowers
Teen FictionDia menyukai buku, dia menyukai kata selamat, dan dia menyukai sunflower. Perjalanan hidupnya mungkin terlihat 'beruntung', namun, coba tanyakan kepada Tuhan, apa yang diambil dari hidupnya di balik itu semua? Dia yang takut akan dunia luar, sampai...