Toko bunga dengan beragam warna di dalamnya itu cukup ramai pagi ini. Perempuan yang memakai setelah putih dan biru itu dengan cepat berusaha semaksimal mungkin untuk melayani pengunjungnya di tengah pikirannya yang terbagi dengan aneka macam permasalahan. Selesai dia membuat buket bunga Lily, terdengar pintu utama terbuka lagi. Perempuan itu seperti terkejut, lantas ternyata bukan seorang anak kecil seperti yang terlintas di pikirannya yang masuk, melainkan orang lain. Tetapi dia bersyukur, orang yang ditunggu datang juga.
Adine, yang semalam ditelepon Shenina, dia mendapat mandat supaya menemani Shenina untuk mengungkap siapa dalang di balik hal yang Shenina lebih suka menyebutnya tragedi Sunflower, kini dengan sigap menguncir asal rambutnya lalu menolong Shenina dari para pencari bunga.
Pukul sembilan pagi, mereka sudah terlihat duduk di kursi di dekat kasir.
"Thanks, Dine. Buat semuanya," ucap Shenina menatap Adine dengan tulus.
Adine yang ditatap malah memukul ringan tangan Shenina yang berada di atas meja.
"Lebay, deh. Kayak sama siapa aja," ucapnya. Adine kemudian terlihat telah mengingat sebuah hal, lantas dia pun mengambil sesuatu di tasnya.
"Anak kecilnya belum ke sini?" tanya Adine masih dengan fokus mencari sesuatu di tas. Shenina yang mendengar pertanyaan itu hanya mengatakan tidak kepada Adine.
"Gue kemarin-" ucapan Adine terpotong oleh Shenina yang sedang diserang panik.
"Gue takut, Dine. Gue takut ini orang gak bener," cerocos Shenina begitu saja.
Adine yang melihat itu langsung melepas genggaman tangannya dari kesibukannya sebelumnya lalu memegang tangan Shenina, berusaha menyalurkan energi positif.
"Kalau orangnya gak bener, gak mungkin anak-anak yang lo ceritakan itu ekspresinya tenang-tenang aja, seharusnya mereka tertekan atau ketakutan," jelas Adine. Shenina kemudian mengangguk, pernyataan Adine tidak salah. Di tengah kekhawatirannya, tiba-tiba masuklah seorang anak kecil perempuan dengan senyum merekah.
Mata Shenina bisa melihatnya dengan jelas, itu adalah anak kecil pertama yang datang ke sini dalam tragedi Sunflower.
"Tenang, jangan buat curiga," bisik Adine saat melihat Shenina menegang.
"Selamat pagi, Dek. Ada yang bisa dibantu?" tanya Adine mengambil alih peran Shenina.
"Buket bunga matahari, Kak," ucapnya.
Adine pun mengangkat tangan kanannya, lalu menyatukan jempol dan jari telunjuknya menjadi bentuk bulat. Adine pun fokus membuat pesanan.
Shenina sedari tadi terus menahan dirinya untuk tidak menodong serentetan pertanyaan kepada anak tersebut, yang mana pertanyaan-pertanyaan itu sedari tadi telah bersemayam dengan tidak tenang di dalam pikirannya.
"Ini, ya, Dek, buketnya," ucap Adine seraya menyerahkan bunga mataharinya kepada anak kecil berambut kriwil tersebut. Tetapi anak itu malah sibuk mengambil uang dan surat, lalu menyerahkannya kepada Adine.
"Buat Kakak yang itu," ucapnya sembari menunjuk ke arah Shenina. Sedangkan yang ditoleh sedari tadi asyik berpura-pura fokus membaca buku walaupun otak dan telinga fokus di sasaran yang lain.
"Bunganya juga, kalau tidak nanti aku gak amanah dong," lanjutnya saat Adine seperti ingin menolak pemberiannya.
"Aku pergi dulu ya, Kak! Terima kasih!" ucap gadis kecil itu berbalik, seperti biasa dengan berlari.
Shenina yang mendengar itu, dia langsung berdiri menuju ke arah Adine. Dia lantas ingin berlari juga mengejar anak perempuan itu, tetapi Adine mencegahnya. Lalu memberi bunga matahari itu kepada Shenina.
"Jangan dulu, Shen. Baca ini dulu," ucap Adine sembari memperlihatkan kartu cokelat yang ada di tangannya.
Mereka pun membuka kartu itu bersama-sama. Terlihat masih dari pengirim yang sama, tidak berubah. Dan isinya? Jelas ini membuat Adine mengerutkan dahinya. Adine lantas menoleh kepada Shenina.
"Lusa? Udah gitu aja? Lusa kenapa?" tanya Adine menghadap Shenina. "Lusa lo mau ke mana, Shen?" lanjutnya bertanya. Deg, Shenina kemudian menatap Adine dengan ekspresi cemas.
"Lusa gue mulai volunteer, Dine," jawab Shenina, tangannya dingin, dia memegang lengan Adine.
"Lo mikir yang gue pikirin, gak?" tanya Adine menatap Shenina yang sudah panik. Shenina mengangguk, lantas, Adine pun melepaskan tangan Shenina dari lengannya, dan beralih memegang tangan Shenina dengan erat.
"Kejar, Shen!" Adine memerintah.
"Tapi udah jauh, gimana sama toko?" tanya Shenina yang malah mengkhawatirkan nasib tokonya.
"Ada gue, udah sana!" Perintah Adine lagi, dengan gemas. Melihat itu, Shenina pun berlari meninggalkan Adine yang kini sendiri di The Shenina Florist.
Shenina berjalan cepat menyeberangi lampu lalu lintas yang masih berwarna hijau tersebut. Kendaraan berlalu lalang, dia harus menunggu beberapa menit lagi. Entah ke mana langkahnya akan berlari. Dia tak tahu. Tak lama, lampu berubah dari hijau ke merah, Shenina pun menyeberang tepat di depan para kendaraan yang tengah berbaris di belakang zebra cross.
Shenina menoleh ke kanan dan kiri, mencari sekiranya keberadaan anak kecil berambut kriwil tadi.
Wajahnya sudah mulai memerah, tetapi dia sama sekali tidak menghiraukannya, karena baginya itu tak akan berdampak apa-apa. Menemukan siapa dalang di balik ini semua lebih penting dari kesehatannya.
Mata elangnya menatap ke segala arah, berharap menemukan apa yang dia cari.
Shenina terus berjalan, mengikuti langkah hatinya. Tangannya masih menggenggam erat bunga matahari yang tadi dia bawa. Beberapa menit terlewati, kemudian netranya tersita oleh pemandangan yang baru saja dia lihat.
Anak kecil berambut kriwil itu sedang berjalan ke suatu tempat sembari memegang sebuah lolilop berbentuk love di tangannya.
Shenina pun mengikuti anak itu secara diam-diam. Di hatinya sebenarnya dia sangat takut. Takut akan siapa orang di balik ini semua, tetapi setelah mengingat anak kecil itu sama sekali tidak tertekan, pikir Shenina sepertinya orang itu baik. Tetapi mengapa? Mengapa jika dia baik, dia malah seperti meneror Shenina?
Shenina begitu berharap semoga anak kecil itu menemui orang yang menyuruhnya memberi bunga.
Shenina kemudian berhenti, dia mengintip di balik gedung kusam, debu sudah menusuk indra penciumannya.
Dia bahkan baru sadar jikalau ada tempat seperti ini di dekat tokonya.
Shenina kemudian mendengar banyak teriakan anak-anak, dan ... suara laki-laki. Tetapi, sepertinya dia kenal.
Kepalanya dia sembulkan sedikit. Setelah itu, dia melihat penampakan yang sebenarnya sudah ditebaknya, tetapi dia tetap tidak mengerti akan semua kejadian yang telah terjadi.
Matanya membulat sempurna. Shenina lantas mengeluarkan dirinya dari tempat persembunyian tanpa sadar. Isi kepalanya semrawut.
Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan kembali di kepalanya. Tak sadar, dirinya mulai berjalan pelan menuju keramaian di depan matanya.
"Ada yang datang!" ucap suara di sana yang menyadari akan keberadaan Shenina sembari menunjuk ke arah objek yang dia ucapkan yang membuat semuanya menatap ke arah Shenina. Itu juga yang membuat Shenina tersadar dari lamunannya.
Shenina berhenti seketika, tak disangka dia sudah dekat dengan kerumunan itu. Seorang laki-laki terlihat terkejut saat tiba-tiba saja Shenina berada di situ.
"Ini benar?" tanya Shenina. Orang yang melihatnya tadi berpamitan sebentar lalu menuju kepada Shenina. Mengetahui hal tersebut, Shenina membuang muka, lalu dia berbalik dan hendak pergi saat itu juga.
"Tunggu!" Suara di belakang Shenina meminta agar dirinya berhenti. Shenina, dia mau tidak mau akhirnya memilih berhenti.
Otaknya berpikir secara cepat, logikanya berjalan, usahanya akan sia-sia jika dia pergi sekarang. Shenina kemudian mengembuskan napas sejenak, lalu mengeluarkannya.
Dia berbalik. Siap menodong berbagai serentetan pertanyaan yang sekarang tengah ricuh di pikirannya.
🌻🌻🌻🌻
![](https://img.wattpad.com/cover/359772165-288-k437717.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflowers
أدب المراهقينDia menyukai buku, dia menyukai kata selamat, dan dia menyukai sunflower. Perjalanan hidupnya mungkin terlihat 'beruntung', namun, coba tanyakan kepada Tuhan, apa yang diambil dari hidupnya di balik itu semua? Dia yang takut akan dunia luar, sampai...