BAB 26

2K 294 13
                                    

Jennie di bangunkan oleh seseorang yang tengah mengguncang tubuhnya dan perlahan, mata Jennie terbuka saat dia melihat mata lembut Luna yang tengah tersenyum padanya.

Perlahan, Jennie duduk. Menoleh pada Lisa yang masih memejamkan matanya. Tapi, keningnya berkerut begitu dalam dan tarikan nafasnya terasa berat.

Sudah satu minggu rutinitas Jennie selalu seperti ini atas permintaan Lisa yang ingin Jennie selalu menemaninya tidur sepulang dari kampus dan sejauh ini, Jennie selalu menepati janjinya dengan berada di samping Lisa setiap Lisa bangun tidur.

“Dia tampak kesakitan.” Gumam Jennie sambil mengulurkan tangan dan mengusap dada Lisa.

Perlahan, Lisa membuka matanya. Dia semula tampak kebingungan saat melihat wajah ibunya. Tapi ketika dia melihat Jennie, ekspresinya menjadi lebih santai dan sudut bibirnya terangkat.

“Apakah sudah waktunya makan malam?” Tanya Lisa sambil melepaskan oksigennya, persis seperti rutinitasnya.

Tapi kemudian, mata Lisa melebar dan tiba-tiba saja, Lisa kembali memasang oksigen di hidungnya.

“Lisa, ada apa?” Tanya Jennie sontak menghentikan usapan di dada Lisa.

Lisa menekan tangan Jennie ke dadanya dan memejamkan matanya.

“Usap aku lagi.” Pinta Lisa yang membuat Jennie menoleh pada Luna yang ternyata matanya sudah berkaca-kaca. Dia memberi tatapan sedih pada Lisa yang membuat Jennie menggigit bibir.

Rasa penasarannya sudah mencapai puncak tapi hingga kini, Jennie belum juga berani mengajukan pertanyaan tentang sakit apa yang di cerita oleh Lisa.

Alasannya adalah, Lisa mungkin akan bercerita suatu hari nanti jika dia sudah siap. Juga, Jennie takut jika dia bertanya, Lisa hanya akan kesal dan kemudian menjauh.

Melihat kesakitan yang dirasakan Lisa setiap hari, Jennie tahu jika sakit Lisa bukan hal yang sepele. Jennie takut untuk mencari tahu. Selama seminggu ini, dia hanya menyaksikan dan tetap berada di samping Lisa. Itu saja sudah cukup.

“Kalau begitu, biarkan ibumu menyiapkan makanan untukmu dan aku menyuapimu makan, ya?” Tanya Jennie dengan lembut.

Lisa hanya menganggukkan kepalanya. Matanya kembali terpejam merasakan usapan Jennie di dadanya.

Hanya ada suara nafas berat Lisa saat ini. Jennie berharap sekali usapannya berhasil menenangkan Lisa meski sepertinya, tampan mustahil hal itu terjadi.

“Paru-paru.” Lisa berkata setelah beberapa saat.

“Apa?” Jennie berhenti mengusapnya lagi dan mata Lisa terbuka untuk menatap Jennie yang bingung.

“Mungkin selama ini kau menahan rasa penasaran. Aku sakit paru-paru, Jennie. Jauh sebelum aku mengenalmu. Sebenarnya, aku sakit ini sejak aku kecil.”

Jennie diam. Butuh waktu untuk memproses apa yang baru saja Lisa katakan. Dari sekian banyak penyakit yang dia pikirkan, paru-paru pernah terlintas di benak Jennie.

Tapi mendengar langsung dari Lisa memuat Jennie diam. Dia merasa seseorang baru saja membanting kepalanya hingga pecah. Jennie tidak bisa bergerak. Dia tahu, jika dia bergerak sedikit saja saat ini, dia menyadari apa yang baru saja dia dengar itu nyata.

“Aku pernah kecelakaan sejak kecil. Kehilangan satu paru-paru. Dokter bilang, aku bisa hidup dengan satu paru-paru selagi aku tidak kelelahan. Tapi kau tahu? Aku sangat suka menari, Jennie. Penyakit ini membuatku harus melepaskan impianku.” Gumam Lisa.

Jennie berkedip dan saat itulah dia menyadari dia telah menangis dalam diam. Tubuhnya bergetar dan perlahan, dia bergerak untuk memeluk Lisa.

“Itukah sebabnya kau menolak untuk menerima tawaran pelatihan itu? Karena tubuhmu tidak kuat lagi?”

JENLISA - STORY ABOUT US [GIP || HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang