“Lisa,” Jennie berbisik, nafasnya terengah-engah, sementara Lisa langsung menutup mulut Jennie dengan satu tangannya, pinggulnya terus mendorong ke dalam ketika kenikmatan tidak bisa lagi di tahan olehnya.
“Sssttt, jangan bersuara, Jennie.” Lisa berbisik, menggigit lembut leher Jennie.
“Ibuku pulang.”
Jennie tidak bisa merasa panik ketika Lisa terus memberi dorongan. Penisnya yang keras memukul titik vaginanya di tempat yang tepat. Dia memeluk pinggang Lisa dengan erat, kedua kakinya memeluk pinggul Lisa, pasrah dengan perasaan penuh kenikmatan saat Lisa mendorong penisnya lebih keras ke dalam dirinya.
“Aku tahu, Jennie. Aku tahu.” Lisa menghela nafas. Alih-alih memperlambat gerakannya, dia justru bergerak lebih cepat dan Jennie melebarkan mata, menatap Lisa tak percaya.
Meskipun ada antisipasi bahwa ibunya bisa saja memergoki mereka, tidak ada di antara mereka yang berhenti. Jennie tidak kuasa menghentikan ini semua. Rasanya terlalu enak. Sudah sangat lama dia tidak melakukan ini dan ketika Lisa akhirnya bersedia untuk melakukan seks lagi dengannya, dia tidak bisa menghentikannya. Dia pasrah, menikmati setiap pukulan penis itu.
Dia hampir orgasme. Tapi, dia menahan diri. Dia ingin merasakan sperma Lisa memenuhi dirinya lagi. Dia menahan sekuat yang dia bisa. Dia melepaskan tangan Lisa dari mulutnya dan beralih mencium bibir Lisa dengan penuh semangat.
Mereka berciuman seolah tidak ada hari esok. Kenikmatan itu semakin menjadi ketika Lisa bergerak lebih cepat. Wanita itu menggeram dalam ciuman mereka dan Jennie hanya bisa memeluknya lebih erat untuk menunjukkan betapa dia menyukai hal itu. Betapa Lisa membuat tubuhnya gila.
Sampai kemudian, tubuh bagian dalamnya di sembur sperma dan Jennie mengerang dalam ciuman itu, orgasmenya tiba. Mereka terengah-engah dan Jennie menatap Lisa yang berbaring di payudaranya, senyum lebar terlihat jelas di wajahnya yang sedikit berkeringat.
“Kau baik-baik saja, Lisa?” Jennie tak bisa menghentikan kecemasannya ketika akhirnya mereka menyelesaikan seks mereka.
Bagaimana pun, ini aktifitas yang bisa saja membuat Lisa lelah. Tapi Lisa tersenyum. Jennie tidak mendengar nafas berat dari Lisa. Mata Lisa yang cerah ketika menatapnya menjelaskan banyak hal.
“Aku merasa sempurna.” Lisa berkata. Jawaban itu membuat Jennie merasa tenang dan dia mencium bibir Lisa lagi.
“Terima kasih, Lisa. Akhirnya, aku bisa merasakanmu lagi.” Gumam Jennie.
Lisa hanya tersenyum dan mereka berpelukan, menenangkan diri. Penis Lisa masih menancap begitu dalam di vaginanya. Cairan mereka menyatu di dalam dan Jennie sendiri masih sangat nyaman dengan posisi mereka saat ini.
“Tiba-tiba aku memikirkan putaran kedua tapi aku khawatir ibumu mungkin akan terganggu dengan suara kita.” Lisa terkikik, tampak tidak merasa bersalah sama sekali.
Lagipula, Jennie yakin orang tua mereka sudah tahu apa yang dia dan Lisa lakukan sejak pacaran. Tapi, Jennie tak yakin apa pandangan ibunya tentang dia yang melakukan seks dengan mantannya. Dia hanya berharap ibunya tidak menghakiminya.
“Mau temui dia? Atau kita bersembunyi saja di kamar?” Tanya Jennie dan Lisa memberi tatapan seolah dia baru saja mempertanyakan hal gila.
“Hei, aku bukan pengecut!” Lisa mendorong lembut bahu Jennie main-main.
“Jangan dramatis. Aku hanya bertanya.” Jennie memutar matanya dan Lisa mendengus. Tapi diam-diam, Jennie tersenyum.
Dia suka dinamika candaan seperti ini. Lisa yang berpura-pura kesal, Jennie juga akan melakukan hal yang sama. Hatinya membengkak penuh kegembiraan. Dia merasa lengkap, sempurna, seolah semuanya kembali normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENLISA - STORY ABOUT US [GIP || HIATUS]
Fiksi Penggemar[21+] Hei, apakah kalian ingin membaca sepenggal cerita kisah cinta klasik tentang aku dengannya? Tidak berbeda dengan kisah cinta klasik lainnya. Tapi disitulah letak indahnya cinta.