XXVII - I was really tryin' to get my thoughts

162 17 4
                                    


          Lagi-lagi pagi menyambut kesekian hari yang membosankan tanpa kehadiran Fabian disampingnya. Adena memandang jauh kearah luar kaca apartemen, pemandangan yang kini sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Perumahan sesak dengan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi nampak ibukota metropolitan. Dia menatap bayangan bias dirinya yang terpantul atau lebih tepatnya sosok Adena tokoh asli novel ini.

Dia mulai lupa seperti apa rupanya dulu di kehidupan pertama?

 monolog Adena mencoba berpikir keras mengingat, namun hasilnya hanya bayangan buram.  

Dandanan rapi dengan sedikit polesan make up pada wajahnya menambahkan kesan elegan serta mantel baju berwarna hitam. Sinar matahari menembus kaca cahaya terik menelisik kedalam kamar. Sorot matanya tak pernah lepas dari pantulan refleksi nya.

Perasaan resah membuncah didalam rongga dada Adena. Dia teringat percakapan mereka semalam. Bagaimana nada dan raut wajah Fabian yang mudah terbaca entah lelaki itu sengaja tidak mengontrol ekspresi atau tidak, tetapi Adena tahu bahwa Fabian benar-benar serius.

''Aku malu,''Adena mengusap kasar wajahnya. Perasaan campur aduk yang tidak bisa dia pahami ini membuat Adena bingung.

''Bisa-bisa nya aku asal berbicara seperti itu, namun aku tidak ingin Fabian pergi,'' Pikir Adena dan terdiam menatap kosong udara, ''yang aku takutkan Fabian akan menempuh jalan seperti di dalam plot novel aslinya. Aku harus sebisa mungkin mencegahnya, tunggulah sebentar lagi.'' Tangan adena mengepal erat penuh dengan tekad yang menguasai dirinya.

''siapa tau--,'' tatapan melayang-layang keatas atap langit penuh harapan pada sorot matanya.

''-dia bisa pulang jika menyelesaikan sampai endingnya.'', Adena menghembuskan napas berat. Dia merindukan Jooha.

Adena yang bodoh. Dia tidak tahu akan perasaanya kalau dia tidak ingin Fabian meninggalkan dirinya. Adena tidak pernah menyadari perasaan yang sebenarnya.

Dia berpikir untuk segera bergerak sekarang jika tidak Damian mungkin akan mengagalkan rencana nya. Maka dari itu Adena bertujuan untuk berpergian ke wilayah Medeiv seperti yang sudah di janjikan, tempat yang cocok sebagai tempat persembunyian Adena dan Fabian menghindari kejaran publik dan Damian tentunya.

Mengangguk puas. Bagus. Adena melirik jam yang menunjukkan pukul 8 pagi untungnya dia sudah mengabari penjual rumah untuk membeli rumah tersebut jadi Adena mengabari akan mengambil dokumen serta kunci rumah hari ini.

Merogoh ponsel pada saku mantelnya, dia melirik lokasi yang dikirimkan pemilik rumah. ''Omong-omong jaraknya tidak jauh dari kampung halaman Fabian. Sungguh kebetulan, mungkin kalau perjalanan dari sini menghabiskan satu setengah jam. Jika dari kampung halaman Fabian kayaknya cuman perlu 30 menit sampai. Bagus. Tidak sia-sia aku menyuruh sekretaris itu mencarikan aku situs iklan rumah dijual.''

Kalau sampai sekretaris kolot itu membocorkan apa yang dia lakukan. Adena tidak segan-segan untuk memberikan kejutan istimewa untuk pak tua tersebut, karena dia sudah mengirimkan uang 500 juta sebagai uang tutup mulut. Adena tersenyum sinis.

Adena melirik kontak sekretaris yang dia namakan sebagai penyedot wc. Satu pesan dari penyedot wc alias sekretaris tolol, belum dia baca .

Penyedot Wc

Aman nona, percayakan saja kepada saya. Tetapi untuk apa informasi tentang Tuan Damian ini?

Menggeram kesal. Genggaman pada ponsel semakin erat, Adena mendengus. Setelah menyuruh untuk mencarikan situs rumah, Adena melancarkan rencana keduanya. Dia harus menyelidiki secara menyeluruh tentang Damian jadi dia menyuruh anjing itu untuk menyelidikinya, namun dia terus bertanya.

Become Side Character in BL NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang