XXVIII - but then we make moves and we make plans

140 18 3
                                    

          Setelah memesan beberapa menu seafood dengan porsi agak besar, Adena bergegas memilih kursi dengan nomor 13. Bersusah payah dia mencari tempat kosong yang telah penuh untungnya ada satu kursi kosong di pojokkan. Cukup sesak dan bising.

Yah, tidak masalah dia harus duduk di pojok. Cocok untuknya untuk tidak terlihat mencolok.

Setelah menyelesaikan urusan memberi makan cacing-cacing kesayangan Adena. Dia bergegas menuju mobilnya, karena dia sudah berjanji untuk segera tiba sebelum pukul 10. Melirik kearah jam tangan yang dia pakai, nampak sekarang saja sudah pukul 10 lewat 15 menit.

Adena mengetik pesan ke pak Albert bahwa dia akan datang sedikit terlambat dengan alasan terjebak macet.

Dia masuk kedalam mobil dan melaju. Tanpa harus tersesat lagi, Adena akhirnya sampai di distrik Medeiv 01. Pepohonan menjulang tinggi, membentang dikanan kiri dan perumahan yang rapi terlihat dipandangannya. Namun suasana nya

Nampak sepi sepanjang jalan serta tempatnya agak jauh dari kota tidak terlalu strategis.

Lumayan, inilah yang Adena sukai.

''Aku tidak sabar dengan reaksi Fabian nanti.'' Gumam Adena tanpa sadar mengulas senyum tipis.

Berbelok ke kiri sekali. Akhirnya Adena sampai di titik lokasi rumah yang dia beli. Memarkirkan mobilnya, dia segera keluar dari mobil.

Kaki jenjangnya menyentuh trotoar. Adena berdiri dengan tegak. Menutup kembali pintu mobil, dia berbalik dan memandang lekat bangunan dengan gerbang hitam yang sedikit terbuka dengan tampilan menjulang.

Melangkahkan kakinya dia bisa melihat rumah dengan lantai dua. Bentuk rumah sederhana dengan interior seperti rumah jepang kuno. Tetapi bagi Adena yang sudah melihat deksripsi gambarnya rumah ini cukup luas walau dari depan terlihat kecil.

Dari depan rumah terdapat taman agak luas dengan kolam kecil.

''Oh, selamat siang.'' Suara berat menginterupsi perhatian Adena. Dia mengalihkan pandangannya. Tampilan seorang lelaki tua dengan pakaian formal kemeja kotak-kotak nya tengah berdiri dengan tersenyum tenang seperti habis keluar dari rumah. Adena berdehem sedikit, dia merasa malu karena tidak fokus.

''Selamat siang, pak Albert?'' Ujar Adena membungkuk sopan sebagai salam.

Pak Albert terkekeh, ''Tidak perlu terlalu sopan harusnya saya menyambut anda sedari awal, namun saya malah tidak tahu nona sudah datang duluan. ''

Adena menggelengkan kepalanya, dia berucap, ''Tidak masalah pak Albert lagipula saya agak terlambat dari waktu yang di janjikan. Saya takutnya pak Albert menunggu terlalu lama.''

''Saya tidak keberatan karena saya saja baru tiba pukul 10. Saya kira nona Adena malah akan datang pukul 12 biasanya jalanan Leviathan ramai dan terkenal sering macet. ''

Tersenyum canggung mendengar perkataan pak Albert. Kakinya gatal ingin segera mengakhiri semuanya.

''Nona Adena pasti lelah. Mari masuk, saya akan mengajak anda berkeliling dan menyerahkan dokumennya.''

Pak Albert menggeser badannya membuka jalan untuk mempersilahkan Adena untuk masuk. Melepaskan sepatu boots miliknya, Adena melangkahkan kakinya masuk ke rumah baru ini.

Pertama kali masuk kedalam dia benar–benar terperangah. Menakjubkan. Kali ini Adena tidak salah beli. Tampilan ruang tamu dan interior seperti rumah jepang

kuno dipadukan sentuhan model modern. Semuanya bersih sepertinya rumah ini sering dibersihkan.

Pak Albert mengajak Adena berkeliling sebelum masuk ke pembahasan penting. Tidak henti-hentinya dia merasa takjub. Dari ujung sampai ke ujung dengan pembahasan singkat pak Albert, Adena merasa terbantu.

Become Side Character in BL NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang