XXIV - enough is enough

147 18 0
                                    

what would I do without you?

          Pintu apartemen berderit setelah memasukan nomor pin digit. Suasana cerah menyambut kepulangan Adena. Dia melangkahkan kakinya yang terasa berat masuk kedalam, lalu menutup pintu kembali dan terdengar bunyi bib. Aroma harum makanan semerbak tercium yang merayap sampai ke hidungnya.

     Akhirnya dia bisa pulang setelah pergi keluar berjam-jam dengan perasaan lelah.
‘’aku pulang,’’ seru adena dengan suara serak yang halus keluar dari bibir mungilnya. Perlahan dia meraih high heels yang dipakai, lalu dilepaslah. Dia menaruh high heels-nya ke rak sepatu.

    Kaki yang telanjang dia balut dengan sandal rumahan yang nyaman.

  Sosok adena menginterupsinya. Kemunculan sosok yang di nanti-nanti . Pandangan Fabian lurus kearah Adena. Terlihat raut kelelahan dengan suara serak lelah.

    Akan tetapi, dibalik suara lelahnya Adena merasa senang akhirnya bisa pulang.

      Mengulas senyum, ‘’selamat datang. Apakah acaranya menyenangkan?’’ tanya Fabian.

Duh, senyum Fabian sangat menyegarkan dipandangan Adena. Dia merasa lelahnya sedikit terobati mau bagaimana pun dia pulang langsung disambut dengan pemandangan lelaki cantik, ‘’ah, iya. Sejujurnya agak membosankan akan lebih menyenangkan jika dirumah saja.’’

     Melontarkan kenyataan berupa fakta. Begitulah pendapat adena karena baginya apa yang menyenangkan berkencan dengan Damian? Duh, sama sekali mimpi buruk yang terjadi didalam hidupnya.

    Melemparkan tas kecilnya keatas sofa, ‘’ Jangan mengatakan kau menunggu ku?’’ sambung adena tersenyum jahil.

‘’ahahaha, kepercayaan yang entah datang darimana itu.’’ ejek fabian menggelengkan kepalanya sembari melumuri daging diatas kecap menggunakan sumpit. Tingkat kepercayaan diri yang tinggi, yah memang sudah dipastikan dia Adena.

‘’cih, setidaknya jangan langsung membantah begitu,’’ senyum adena melengkung kebawah, dia perlahan duduk diatas sofa.

‘’memang begitu adanya,’’ujar Fabian dengan sopan.

‘’namun, sepertinya kamu memang menunggu ku. Akui saja ya, lauk yang kau buat terlihat seperti untuk dua porsi lho,’’ melirik kearah meja makan. Ejek adena sarkas tanpa mau kalah.

‘’huh, sudah dipastikan kau memang adena, ‘’ gumam fabian sengaja dengan volume kecil agar tidak didengar.

‘’apa?’’

‘’Imajinasi mu terkadang mengerikan dena,’’ –raut fabian menjadi mengkerut diikuti rasa heran, ‘’-Jujur saja aku ngga sengaja masak kelebihan jadi terlihat dua porsi,’’ bantah fabian jujur. Dia memang tidak sengaja memasak banyak.

     Adena memperlihatkan ekspresi seolah-seolah sedang tersakiti, ‘’benarkah? aww hatiku terluka, aku tidak mempercayainya,’’ memegang dadanya dramatis.

    Sontak Fabian terkekeh lucu, ‘’apa-apaan wajahmu itu hahaha."

  ” ah, kalau dipikir nampaknya aku tidak bisa menghabiskan semua ini. Dena ayo bergabunglah,’’tukas Fabian. Entah darimana asalnya dia sebenarnya merasa kosong bila makan sendirian walau bisa menghabiskan seluruh makanan ini.

menghela napas. Adena menggaruk belakang kepalanya, ‘’umm… maaf, namun tadi aku banyak makan di sana jadi kenyang. Lain kali saja ya fabian,’’

    Dia sejujurnya ingin bergabung, namun dia memang benar-benar merasa kekenyangan.

‘’ah, benar, lain kali ya. Baiklah, tidak apa-apa,’’

     Entah apa? nada Fabian terdengar kecewa dan raut wajahnya ... dia merasa sedikit bersalah.

Beranjak dari sofa, adena bergegas berdiri dan berjalan mendekat kearah kamar, ‘’aku sangat lelah. Aku ke kamar dulu ya¬’’ dengan menguap kecil.

Fabian mengangguk kecil melihat Adena masuk kedalam kamar.  Pikirannya melayang saat terbayang raut penolakan dari adena. Resah, hatinya terasa menyakitkan, ‘’ada apa dengan perasaan ku ini?’’ menyentuh dadanya.

Tatapannya tertuju pada pintu kamar yang tertutup. Perasaan kesedihan menyelimuti hatinya. Fabian meremat sumpit dengan erat.

Di sisi lain, Adena menjatuhkan tubuhnya diatas kasur dan menenggelamkan diri. Ah, kasur memang nikmat. Berani-beraninya dia dipisahkan oleh kasur secara paksa. Damian memang brengsek, Adena mencibir.

Sekilas ingatan melayang dipikiran Adena tentang Fabian, ‘’aneh, raut fabian tadi agak menyeramkan atau Cuma halusinasiku saja ya?’’

Yah, aneh saja. Raut Fabian nampak tidak biasa setelah dia menolak ajakan makan.

Menggelengkan kepala, ‘’hmm, sudahlah. Aku sangat lelah, semua gegara damian brengsek itu,’’

Menggosokkan mata lelah dan sekali lagi menguap, ‘’tidur sajalah sampai jam 9,’’

Sebelum kedua matanya terpejam notif menganggu dari ponselnya berbunyi. Menghembuskan napas dengan malas Adena merogoh ponselnya dari saku.

‘’ayah?’’ terpantul nama yang membuat perasaan Adena menjadi berat.

tbc

Become Side Character in BL NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang