XXXV - Menuju hari-h

99 16 2
                                    

bintang tidak bisa bersinar

tanpa kegelapan

         ''Sial, katanya jam 7. Udah jam 7 lebih 10 aja, batang hidungnya nggak nongol-nongol,'' keluh Adena. Melirik jam tangan terus menerus sesekali mengelus betis kaki yang terasa pegal karena lama berdiri.

Satu kaki berbalut high heels yang agak tinggi mengetuk. Udara makin malam, makin dingin bulu kuduknya berdiri, merinding. Suasana jalanan ramai berlalu lalang di sepanjang jalan pengguna jalan. Malam harinya, untungnya saja dia mengenakan jas lengan panjang sebagai bagian luar yang menutupi dresscode selutut berwarna hitam. Adena menghembuskan nafas, mengepulkan udara putih.

Lidahnya berdecak, jengkel. Adena saat ini masih menunggu sosok yang membuat janji itu di depan gedung apartemen, dia terlalu malas untuk menunggu di dalam. Adena jadi teringat sebelum hendak pergi keluar. Setiap kali dia keluar, raut wajah Fabian terlihat aneh. Kedua matanya akan terkulai seperti anak anjing dan bahunya menunduk. Apakah dia kecewa?

Jauh di dalam hatinya, dia berharap begitu.

Adena menggelengkan kepalanya, mana mungkin Fabian menyukai dirinya.

Atau Fabian merasa bahwa dia seperti tawanan? Masalahnya dia tidak pernah mengajaknya keluar rumah. Dia hanya takut akan resiko mendatangkan wartawan sehingga menjadi skandal dan nama Fabian akan terseret juga.

Sudahlah, dia jadi berpikir macam-macam begini. Sambil mendongakkan kepala, Adena memandangi langit malam bertaburan bintang yang bercahaya, dulu sebelum ia menjadi Adena ketika pikirannya menjadi miliknya, ia pun menyusun skripsi yang terus di tolak, hatinya menjadi ruwet, ia sering keluar malam untuk jalan-jalan sambil melihat bintang dan menghitungnya walau tak dapat dihitung alias tak terhingga. Setidaknya dia tidak merasa kesepian.

Di tengah lamunannya, suara deru mobil dan klakson membuat Adena buyar dan sedikit tersentak. Menatap mobil mahal berwarna hitam mengkilap. Adena tahu siapa orang ini, urat tangannya menonjol karena terkepal. Wajah Adena menjadi jengkel.

Pintu mobil terbuka, sosok yang berada di luar mobil. Penampilan yang cukup memukau dengan jas hitam serasi dengan baju miliknya dan sepatu pantofel hitam. Rambut di tata ke belakang. Senyuman manis yang genit seperti lelaki penggoda. Jika wanita mana pun dijemput dengan cara seperti ini pasti dia akan tertarik terkecuali Adena, dia tidak akan tertarik sama sekali karena dia sudah tahu sifat asli lelaki itu.

''Yo! Pangeranmu datang. Apakah kau merindukanku?'' Seorang pria dengan pesona bak dewa mengangkat satu tangan ke udara dan tangan satunya masuk ke saku.

Adena menatap pria itu dengan sinis, ''Kamu terlambat, bajingan.''

''Aku jadi harus menunggu 10 menit dari jam yang sudah dijanjikan.''

''Apa kamu wanita? dan berias dulu sampai selama itu, kakiku menjadi sakit orang gila.'' Kata Adena. Tangannya bersedekap di depan dada sambil memegang tas kecil.

''Oh! Wah, santai dulu nona. Bibir manismu tidak cocok berkata kasar di depan umum. '' Damian konyol dengan ekspresi polosnya itu.

Amarah Adena semakin mendidih.

''Maaf ya, maaf ternyata tadi ada rapat yang terlewat karena kesalahan sekretarisku jadi tiba-tiba aku harus datang. Masa bos budiman kayak aku tidak ikut rapat. Maaf sekali lagi, jangan marah dong. '' Damian menarik dan menyentuh lembut punggung tangan Adena. Sambil menundukkan kepalanya, dia mencium tepat di punggung tangan Adena.

Tertegun, dia terkejut sesaat ketika kulitnya merasakan bibirnya tebal dan dingin itu mengecup punggung tangannya sambil merinding. Aksi Damian yang menjengkelkan itu membuat amarah Adena sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja.

'' bersikap baik di depan umum. Kita ini sepasang kekasih, jagalah image-mu. Kalau kau mau jatuh, lebih baik kau jatuh sendiri. Kau bisa memarahiku saat tidak ada orang di sana.'' Begitulah arti kata Damian di mata Adena. Dia menatap Damian yang sedang mengedipkan sebelah matanya. Idih sok asik.

Hampir saja dia tersulut emosi.

''Ekhem,'' Adena berdehem meng-kode agar tangannya segera dilepaskan, Namun pria ini tidak peka dan malah mencengkeram erat tangannya. Dengan paksa Adena menarik tangannya.

''Pikirkan sesukamu, aku lelah dan ingin cepat pulang. '' Adena melenggang pergi terlebih dahulu.

Ekspresi Damian menjadi dingin sesaat sambil menatap gadis yang sedang memunggunginya. Mengubah raut wajah, Damian segera menyusul. ''Aku akan membantumu—''

Menolak tawaran Damian, Adena sudah membuka pintu mobil dan mendaratkan pantatnya dengan pose manis. Dia menoleh ke arah Damian. Kedua mata pria itu nampak tersenyum seperti bulan sabit dan bibirnya tersungging lembut, namun urat dahinya terlihat menonjol. Lelaki itu tengah jengkel.

''Aku bisa sendiri. ''Adena membalas dengan senyum manis.

''Baiklah,'' Pasrah. Damian segera menyusul dan membuka sisi samping pintu mobil.

Adena duduk tepat di belakang Damian. Hidungnya bisa mencium aroma parfum pria itu, aroma yang sangat kuat., hidungnya mengerut. Dia melirik Damian yang menutup pintu mobil, lalu memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobil.

''Lebih baik kau terburu-buru, aku tidak ingin lama-lama,'' kata Adena masih tersenyum manis.

Damian terkekeh, ''Tidak akan lama, percayalah. '' sambil menahan stir, dia mempercepat mobilnya.

Setelah setengah jam perjalanan yang penuh keheningan dan sesak tanpa ada yang mau membuka obrolan. Mereka sampai di depan butik yang telah reservasi gaun pengantin.

Memarkirkan dan mematikan mesin mobil. Mungkin saja Adena melihat butik itu nampak mewah dan beberapa orang seperti karyawan dan pemilik butik, seorang wanita seperti yang sudah berusia 30-an, berbaris di luar dengan senyum bisnis.

''Turun,'' kata Damian,''aku akan—''

''Tidak usah, lagipula hanya kita. '' Adena menolak dengan tegas. Dia segera membuka pintu mobil.

Damian menghela napas, terpaksa menyetujui keras kepala wanita itu. Dia menyusul turun dari mobil.

Adena berdiri berdampingan dengan Damian. Melingkarkan tangan pada lengan pria itu dan tersenyum manis seperti sepasang kekasih abadi. Pemilik butik tersenyum cerah dan beberapa karyawan menunduk hormat.

Lelaki itu berdehem.

''Selamat datang di butik kebanggaan kami yang sudah berdiri selama 25 tahun ini. Suatu kehormatan bagi kami untuk datang Tuan Damian dan Nyonya Adena sendiri, dua tokoh tersohor di kota Hawk ini. Silahkan masuk, kalian pasti tidak akan kecewa memesan gaun ditempat kami. '' Ucap pemilik butik, kedua matanya melengkung sampai tak terlihat dengan kalimat yang membuat Adena jengah, sangat formal dan di lebih-lebihkan. Lihat senyum seperti ular itu.

Menyilaukan sekali, wanita pemilik butik itu tersenyum lebar seperti iklan pepsosodent.

''Astaga,'' Gumam Adena. Damian menyenggol Adena dengan pelan. Hampir saja dia mengucapkan kata Julid. Adena membalas dengan senyum kikuk. 

tbc

sesuai janji ya ges aku up

Become Side Character in BL NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang