Bab 2 : Bentuk Kasih Sayang

46 15 41
                                    

Keesokan paginya, Sagara terbangun dengan kepala yang berdenyut-denyut. Bayangkan saja, pemuda itu baru bisa terlelap pada pukul 2 dini hari, dan sekarang harus segera bersiap-siap menuju sekolah.

"Kepala gue berat banget," gumam Sagara menggelengkan kepalanya.

Ia menyingkirkan selimut dan segera mengambil handuk berjalan menuju kamar mandi dengan perasaan malas yang menyelimuti.

Beberapa menit kemudian, Sagara sudah siap dengan seragam sekolahnya. Pemuda itu menatap datar dirinya di cermin sembari menyisir rambut. Setelah itu, Sagara turun ke bawah untuk sarapan bersama.

Di bawah sudah ada Tamara, Devian, Shaga dan juga Savalas yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Menyadari kehadiran Sagara, Devian menyapanya. "Sagara, sini gabung sarapan. Masakan buatan Mamamu enak, loh."

"Iya," sahut Sagara singkat. Ia turun ke bawah dan menarik kursi tepat di hadapan Savalas yang sibuk bermain ponsel.

"Ini sarapannya," ucap Tamara memberikan roti dengan segelas susu hangat.

Sagara tersenyum tipis seraya mengangguk sebagai tanda terima kasih. Ia menggigit roti tersebut sembari mengawasi Savalas.

"Ada apa, sih, di HP? Itu sarapannya dimakan, dong," ucap Sagara mengingatkan adik bungsunya.

Merasa terganggu, Savalas mengucek mata dan melirik Sagara. "Ntar, lagi ngerjain tugas."

"Kan bisa di sekolah nanti. Lagian kemarin jam 1 pagi lo masih belajar buat ulangan. Terus kacamata lo mana?"

Savalas refleks menoleh ke arah Sagara dengan raut wajahnya yang menunjukkan rasa terkejut. Meski tak lama setelah itu, raut wajahnya kembali normal.

"Toh, gak sampe gak tidur juga. Lagian kacamata ada di dalem tas," jawab Savalas.

"Pake."

"Males."

Melihat hal itu, Tamara menegur mereka berdua seraya memberikan kotak bekal untuk anak-anaknya.

"Udah, jangan berantem. Sarapan, ya. Sekarang hari Rabu, pulang agak sore. Ini juga bekalnya jangan lupa kalian makan," lerai Tamara.

Sagara mengangguk, manakala Savalas hanya diam dan memasukkan bekalnya ke dalam tas, lalu memakan roti dengan perasaan kesal.

"Okelah, Ayah kerja dulu. Kalian harus saling akur, jangan sering berantem," ujar Devian memberi nasihat.

Matanya beralih pada Savalas, membuat pemuda itu melihat Tamara, menghindari tatapan Devian.

"Kamu juga pake kacamatanya. Jangan keseringan natap layar hp sama laptop. Nanti minus di mata kamu makin nambah, loh. Apa yang dikatakan Sagara tuh bentuk kasih sayang dia ke kamu, jangan malah gak nerima. Bisa pahami itu, kan?" tegur Devian.

Savalas menoleh, memberikan tatapan yang sulit diartikan. Tak lama, ia mengangguk dan mulai memakai kacamatanya.

"Mara, aku berangkat dulu, ya," pamit Devian seraya merapikan jam tangannya.

"Iya, jangan lupa bekal dariku dimakan. Setiap hari lembur, kamu nggak bisa menjaga pola makan. Udah ada sayuran di sana, jangan selalu minum kopi dan ganti sama air putih," ujar Tamara menegur pola makan Devian. Tangan wanita itu menyodorkan kotak bekal pada suaminya.

Mendengar teguran itu, Devian menggaruk tengkuknya seraya menerima bekal pemberian Tamara. "Iya, iya. Aku jaga pola makan, kok. Udah dulu, ya. Aku berangkat."

"Iya, hati-hati di jalan," balas Tamara.

Setelah percakapan singkat itu, Devian berangkat menuju kantor.

Mistake [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang