Bab 30 : Amarah Sagara

17 6 7
                                    

Sepulang dari pemakaman, suasana di keluarga Deviana tampak sunyi, membuat perasaan menjadi tidak nyaman. Mereka semua berduka, sama-sama merasakan kehilangan. Terlebih lagi Sagara yang sudah tinggal lebih lama bersama sang kakek.

"Gara ke atas dulu," ucapnya pelan. Ia berjalan gontai tak ada semangat menuju kamarnya, lantas menutup pintu dengan keras dan menguncinya.

Terdengar isak tangis yang tertahan. Namun, mereka semua dapat memahami perasaan sedih mendalam yang dialami Sagara.

"Akan ku buatkan kamu teh, Mara," ucap Devian berjalan menuju dapur setelah ia menepuk pundak istrinya. Pria itu tahu seberapa berharganya Harun bagi Tamara.

"S-savalas, kita harus ke atas. Aku takut Kak Gara ngelakuin sesuatu yang enggak-enggak. Ayo cepet!!!" Shaga dengan wajah paniknya menarik tangan Savalas menuju lantai atas.

Sesampainya di lantai atas, Shaga menutup telinganya rapat-rapat ketika mendengar suara barang pecah.

"H-heh, lo kenapa lagi? Ada apa, sih? Kok kayak_"

"Bang Gara, buka pintunya, Bang. Kita tahu Abang terpuruk banget, tapi tolong jangan kayak gini. Kakek pasti gak suka kalau liat Abang kayak gini," ucap Shaga mengetuk pintu kamar Sagara.

Savalas menghela napas gusar. Ia mengusap kasar wajahnya dan ikut mengetuk pintu kamar Sagara.

"Bang? Tolong jangan kayak gini. Kakek sedih, loh, kalau Abang mecahin barang." Kali ini Savalas ikut bicara, berharap Sagara menghentikan tindakannya itu.

Beberapa menit kemudian, tak terdengar lagi suara barang pecah. Bersamaan dengan itu, pintu kamar Sagara terbuka. Pemuda itu memandang dengan tatapan kosong dan penuh intimidasi.

"Apa?" tanya Sagara tidak menyembunyikan tangannya yang berdarah akibat pecahan kaca di lemarinya.

Pupil mata mereka melebar. Apa mereka tidak salah lihat? Sagara seperti bukan kakak yang mereka kenal.

"Astagfirullah, Bang! Abang kenapa ngelakuin kayak gini?" Shaga berjalan masuk, melihat kamar Sagara yang seperti kapal pecah. Di lemari sana terdapat pecahan kaca dengan darah di sisi-sisi kaca tersebut.

"Ngapain kalian ke kamar gue? Emang gue ngasih izin?" tanya Sagara dengan aura membunuhnya. Tatapan pemuda itu benar-benar kosong dan hanya ada satu hal di pikirannya, yaitu melampiaskan amarah.

"Abang yang ngapain. Kenapa Abang ngelakuin itu? Tangan Abang harus dio_"

"KELUAR!"

Sontak Shaga menutup telinganya dan berlindung di belakang punggung Savalas. Hal itu membuat Savalas semakin terkejut. "H-hei, lo gapapa?"

Tatapan Sagara tajam melirik adik-adiknya. "Bawa Shaga keluar, Savalas. BAWA DIA KELUAR!!!"

"LO KENAPA, SIH, BANG?! DIA SAMPE TUTUP TELINGA GITU, LOH! KITA TAHU KAKAK KEHILANGAN, TAPI_"

"TAHU APA LO SOAL KEHILANGAN, SAVALAS?!" Dengan gerakan refleks, Sagara melempar gelas yang berada di samping meja.

Hal itu sontak membuat Savalas menyilangkan tangannya sebagai upaya melindungi diri, meski ada beberapa pecahan gelas yang dilemparkan oleh Sagara mengenai kulitnya hingga darah mulai mengalir.

Tatapan yang Sagara berikan benar-benar tidak ada rasa penyesalan, seolah itu adalah hal yang biasa terjadi. Sementara Shaga merasa terkejut karena Savalas terluka.

"Bang! Abang keterlaluan!" Shaga berteriak takut, menarik tangan Savalas untuk pergi dari kamar Sagara.

Namun, Savalas menahan diri agar tidak keluar kamar. Tatapan pemuda itu mulai tajam dan dipenuhi amarah, tak jauh berbeda dengan Sagara.

Mistake [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang