Bab 21 : Cerita Masa Muda

11 6 10
                                    

Malam harinya, Sagara duduk di meja makan yang dipenuhi aroma harum nasi telur ceplok dengan topping kecap di atasnya yang baru saja disiapkan oleh Harun. Pria dengan penuh keahlian memecahkan telur dan menumis nasi dengan cermat, menciptakan hidangan yang selalu menjadi favorit Sagara sejak kecil.

"Nih, nasi telur ceplok pake topping kecap kesukaan kamu. Kakek jadi keinget waktu dulu. Tiap kali pulang sekolah, pasti Gara selalu minta ini, kan?"

Sagara tersenyum hangat, teringat akan masa kecilnya yang penuh dengan kehangatan dan kelezatan hidangan-hidangan yang disiapkan oleh kakeknya.

"Iya, Kek. Rasanya masih sama kayak dulu, gak ada yang berubah dari masakan Kakek. Selalu penuh cinta, hehe. Makasih, ya, Kek. Kakek udah masakin makanan kesukaan Gara, soalnya di rumah, mama jarang ngasih ini," ucap Sagara mulai memakan nasi telur ceplok buatan Harun.

Harun tertawa pelan mendengar ucapan cucunya. Ia menelan makanan, lantas mulai menyahut dengan suara lembut. "Iya, lah. Mama kamu tahu kalau kamu kebanyakan makan telor, kamu bisa bisulan. Makanya mamamu membatasi makanan itu biar kamu gak sakit, cucu Kakek. Mara lebih sering ngasih kalian makanan sehat, ya?"

"Eh? Iya, sih. Gara punya alergi kalau makan terlalu banyak telor." Pipi pemuda itu bersemu merah. "Iya, mama ngasih masakan sehat. Tiada hari tanpa bekel, dan tiap pulang sekolah pasti mama selalu nahan kita bertiga karena mau cek kotak bekelnya udah kosong apa belum."

"Ngeliat kamu kayak gitu, bikin Kakek jadi nostalgia ke masa-masa awal pernikahan mereka," gumam Harun tertawa pelan saat mengingatnya.

Mendengar hal itu, Sagara sontak menatap kakeknya dengan mata yang berbinar. "Cerita, Kek! Ceritain ke Gara!" 

"Hm ... ceritain jangan, ya? Emang mereka gak pernah cerita?" tanya Harun.

Sagara menggeleng. "Gak pernah, bahkan Gara aja gak pernah liat ayah sama mama romantis semenjak rujuk."

"Itu di depan kalian, kalau di belakang kalian ya beda lagi. Devian itu orang paling romantis ke mara, bahkan di awal mereka pacaran. Pasti selalu ada aja ide buat bikin mama kamu salah tingkah," ucap Harun mulai menceritakan masa muda anak dan menantunya.

Sagara siap mendengarkan. Pemuda itu memasang telinga, siap menyaring informasi tentang masa muda orang tuanya. Sambil mendengarkan, pemuda itu juga mencoba menghabiskan makanan yang dibuat oleh Harun. 

"Dulu waktu mereka masih muda, apalagi waktu mama kamu tinggal di sini, nenek kamu nyambut mara dengan hangat. Beliau memperlakukan mara kayak anak perempuannya sendiri."

"Kebetulan nenek kamu dulu pengen punya anak perempuan, tapi gak kesampaian. Jadi waktu denger anak tunggal satu-satunya mau nikah, nenek kamu seneng banget karena otomatis dia akan punya anak perempuan."

Harun tertawa pelan saat mengingat sesuatu di masa lalu. Pria itu beranjak dari tempat duduk untuk mencari sesuatu.

"Kakek mau ke mana?" tanya Sagara mengerutkan kening.

"Mau cari surat. Setahu Kakek, dulu ayah kamu sempet bawa mama ke rumah ini waktu dalam keadaan depresi. Sebentar, ya, Kakek cari dulu di kamar mereka," jawab Harun berjalan untuk mencari secarik kertas usang.

Hal itu membuat Sagara terdiam beberapa saat. Apakah telinganya bermasalah? Dia tidak salah dengar, kan?

Beberapa saat kemudian, Harun datang dengan membawa secarik kertas usang di tangannya. Pria paruh baya itu menunjukkan kertas tersebut pada cucunya.

"Ini salah satu kata-kata devian buat bisa menenangkan mama kamu yang lagi sedih."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mistake [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang