Bab 6 : Cafe

21 9 22
                                    

Saat ini, Devian sedang berada di sebuah cafe seraya menunggu seseorang. Tak jarang pula Devian melirik jam tangan, sesekali mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devian tertawa pelan saat melihat Tamara yang hanya membaca pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devian tertawa pelan saat melihat Tamara yang hanya membaca pesannya. Pria itu yakin, saat ini wajah Tamara pasti bersemu merah.

"Lucu banget," gumam Devian menggeleng-gelengkan kepala.

Tak lama kemudian, Tamara sudah tiba di cafe yang dipesankan oleh Devian. Wanita itu lekas menarik kursi ke belakang dan duduk berhadapan dengan suaminya.

"Hai, maaf lama," ucap Tamara membuka percakapan.

"Oh, udah nyampe. Iya, gak apa-apa, kok. Minum dulu, ini punya kamu." Devian menyodorkan sebuah gelas yang berisi jus stroberi, minuman kesukaan Tamara.

Tamara mengangguk dan meminumnya sedikit. "Kok kamu tahu minuman kesukaan aku?"

Mendengar hal itu, Devian kembali tertawa. Sontak saja Tamara mengerutkan keningnya, merasa heran dengan reaksi Devian.

"Kamu ngomong apa, sih, Mara? Kita kan pernah pacaran, dan kamu sendiri yang bilang kalau kamu suka jus stroberi. Mana mungkin aku lupa. Kamu ini ada-ada aja," jawab Devian.

Jawaban Devian membuat otaknya memutarkan kembali memori saat di mana mereka berdua masih belum menikah. Ah, iya juga. Dia jadi malu jika mengingatnya. Apakah sekarang rona merah di pipinya terlihat jelas?

"Oh iya, ngomong-ngomong gimana pekerjaan kamu?" tanya Tamara berusaha mengalihkan topik.

Membahas soal pekerjaan, Devian membuang napas berat. "Ya begitulah, Mara. Gini-gini aja. Maaf, ya, aku belum bisa pulang dan nyempetin waktu buat anak-anak sama kamu. Mereka pasti benci sama aku ya?"

Tamara menggeleng. "Shaga terus menerus menanyakan kamu, Devian. Katanya kapan kamu pulang, dan kapan dia ngerasain kalau dia beneran punya ayah."

Ucapan Tamara membuat Devian bungkam. Tidak ada yang bisa Devian katakan setelah mendengar apa yang Tamara katakan padanya.

"Ingatan Shaga masih belum pulih?" tanya Devian menanyakan sesuatu yang sejak beberapa hari terakhir sangat mengganggu pikirannya.

Tamara membuang napas resah. Wanita itu memainkan spageti miliknya seraya menggeleng. "Belum, aku harap dia gak secepatnya bisa inget masa lalu. Aku mau menikmati masa-masa ini lebih dulu."

Mistake [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang