Bab 15 : Mata-mata

26 8 24
                                    

Malam harinya, Tamara sudah bersiap-siap dan berjalan menuju ruang keluarga. Terlihat Shaga sedang mencoba membuat Savalas tertidur di pahanya.

"Loh, Mah? Mamah mau ke mana?" tanya Shaga begitu menyadari bahwa penampilan Tamara sedikit berbeda dari biasanya.

Tamara tertawa canggung. Ia sebisa mungkin bersikap biasa saja.

"Mama mau keluar dulu, ketemu temen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama mau keluar dulu, ketemu temen. Kalian jaga rumah, loh, ya. Kunci rumah Mama yang bawa, jadi kalian yang anteng di rumah. Jangan berantem," jawab Tamara.

Sepertinya Shaga tahu jawaban Tamara. Pemuda itu tersenyum jahil seraya melirik ibunya.

"Ketemu temen apa pacaran sama ayah?"

"Apa-apaan, sih. Enggak, loh. Mama emang ada urusan sama temen sekolah Mama. Kamu ini, ah," elak Tamara memberikan tatapan datar.

Tak lama setelah itu, Sagara turun ke bawah dan menjitak kepala Shaga.

"Mama pergi aja, abaikan ucapan Shaga tadi. Hati-hati, pulangnya jangan kemaleman, Ma. Daerah ini rawan buat perempuan," ucap Sagara.

Shaga memegang kepalanya yang terasa sakit akibat perbuatan Sagara. Pemuda itu mengerucutkan bibirnya seraya mengomel.

"Sakit tahu, Bang," omel Shaga.

"Kata orang itu salah satu cara buat mengembalikan ingatan," sahut Sagara menatap datar.

Tamara menggelengkan kepala melihat interaksi mereka berdua.

"Okelah, Mama pergi dulu, ya. Kunci sama Mama di bawa, jadi kalian gak akan bisa keluar rumah dan gak boleh keluar malem-malem. Jaga rumah, ya. Mama nitip adik-adik kamu selagi Mama di luar."

Sagara menganggukkan kepala. "Iya, Ma. Hati-hati di jalan."

Tamara tersenyum seraya mengangguk. Wanita itu segera mengunci pintu dan berjalan agak jauh ke depan, berniat untuk memesan taksi.

Namun, selama di perjalanan untuk memesan taksi, Tamara merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Wanita itu menatap kawasan sekitar dengan waspada, meski ekspresi wajahnya tetap terlihat tenang.

Ada yang ngikutin? Batin Tamara. Tangan wanita itu meraih tas miliknya, seperti hendak mengambil sesuatu dari dalam.

Akan ku pancing dia ke jalan yang sepi.

Tamara berbelok arah menuju pertigaan yang minim penerangan. Sesuai dugaannya, seseorang itu mengikuti ke mana ia pergi. Tamara sedikit penasaran, siapa dan apa motif dia mengikutinya?

Langkah kaki Tamara terhenti. Wanita itu mengeluarkan ponsel dari tas miliknya, berpura-pura menelepon Devian untuk memancing agar seseorang yang mengikutinya masuk ke dalam jebakan yang ia buat.

"Kamu di mana, sih? Aku udah nungguin kamu dari tadi, loh, Sayang. Ini udah malem, aku takut. Jalanan sepi, dan minim penerangan," ucap Tamara mulai bicara sendiri di telepon. Nada bicaranya ia buat seolah-olah merasa takut.

Mistake [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang