Aku membasahi piring-piringan kotor dengan air dan membersihkannya dengan mempergunakan sabun sebelum akhirnya membilasnya lagi. Ini sih, sudah jadi rutinitas sehari-hari lah ya.Setelah menghabiskan cucian piring kotor, aku beralih mengelap permukaannya yang basah menggunakan kain bersih, sebelum akhirnya ditata rapi di rak piring.
Sesudahnya, aku mengambil kalengan susu bubuk. Dengan takaran 3 sendok makan, aku menuangkannya pada gelas yang berbentuk gambar beruang kutub, dan menyeduhnya dengan air panas.
"Bundaaaa!!" Teriakan itu membuatku menolehkan pandanganku pada kakiku.
Ada makhluk kecil yang menempel disana, dengan senyuman yang tak kalah menyilaukan dari cahaya matahari.
"Bunda! Bunda!" Makhluk itu menarik-narik kain dari bajuku untuk menarik perhatianku.
Aku lantas berhenti mengaduk susu tadi dan menghadapi makhluk ini, senyumku merekah begitu melihatnya tersenyum lebar.
"Iyaa, Nivea sayang. Kenapa?" Tanganku ku letakkan pada surainya dan menepuk-nepuk kepalanya gemas.
"Hari ini Ayah pulang 'kan? Kita mau menjemput Ayah 'kan? Sebentar lagi, iya 'kan?" Gadis kecil itu langsung menghujaniku dengan pertanyaan terkait ayahnya.
Aku terkekeh gemas melihatnya yang begitu lengket pada Ayahnya itu. Bisa dibilang suamiku sih.
"Iyaa, sayang. Iya. Nivea udah mandi, belum? Biar kita bisa langsung jemput Ayah." Aku dapat melihat matanya yang berbinar-binar begitu memasuki topik pembicaraan yang menyangkut-pautkan Ayahnya.
"Udah!! Ayyoo cepat jemput Ayah, Bundaa!!" Jari-jari kecilnya itu menarik tanganku, berupaya mengajakku untuk segara membawanya menemui Ayah kesayangannya itu.
"Sabar, sayang. Nivea minum susunya dulu, udah Bunda buatin loh." Aku dengan hati-hati memberikannya segelas susu yang aku seduh barusan.
Dengan cepat, gadis mungil itu menghabiskannya dalam sekali teguk. Rupanya dia segitu tak sabarnya untuk menemui Ayahnya, ya?
Nivea meletakkan gelas kosongnya itu pada wastafel, dan kembali menarik tanganku untuk membawaku keluar.
"Ayo, Bunda!! Nanti Ayah keburu pulaangg." Kini dia memohon dengan sedikit rengekan.
Astaga, nak. Ayahmu bahkan belum sampai di bumi, loh.
Dengan pasrah, aku pun mengikuti langkah mungilnya untuk menyeretku ke lokasi tujuan.
—
"Ayah lama banget." Nivea kini cemberut sesudah dengan sabar menunggu kehadiran Ayahnya selama 30 menit lamanya. Dia mendudukkan dirinya di tanah yang berlapiskan rerumputan yang rimbun.
"Aih? Cicitnya buyut yang kecepatan jemputnya." Tok Aba tertawa dan ikutan duduk di samping cicit pertamanya. Menemani gadis mungil itu yang dengan tak sabarnya menunggu kehadiran cinta pertamanya.
"Nivea udah kangen banget, Tok Aba. (Nama) bisa apa?" Aku tertawa sembari menyeruput Special Ice Chocolate Tok Aba. Aku duduk dengan nyaman di kursi sembari memperhatikan Buyut dan Cicit ini memandang langit untuk menunggu kedatangan pahlawan bumi.
Tok Aba mengeluarkan tawa singkat dan mengelus rambutnya bocah cilik itu.
Nivea benar-benar turunan dari Ayahnya, mulai dari rambut, bentuk wajah, warna mata, bibir, serta helaian rambut putih yang telah menjadi gen turun-temurun dari pihak keluarga Ayahnya.
Aku dapat apanya? Dapat hikmahnya.
Aku yang menanggung sakit, yang mengandungnya selama 9 bulan, yang mempertaruhkan nyawaku saat melahirkannya. Tapi apa yang aku dapat? Anakku ini sudah seperti doppleganger Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Oneshots | Boboiboy x Reader
Lãng mạnCerita Oneshot Boboiboy × Reader | Cerita ini merupakan khayalan semata, tanpa ada unsur kesengajaan tertentu. Cerita ini hanya dibuat untuk kesenangan pribadi, tanpa ada maksud menyindir ataupun menyinggung siapapun. Bijaklah dalam membaca.