"(Nama)." Duri mendekat, dia berdiri di sampingku.
Aku tak mempedulikannya, aku sibuk memoles wajahku dengan berbagai pernak-pernik make-up beserta skincare mahal milikku ini.
"(Nama), kamu mau pergi? Sama siapa?" Duri bertanya, rautnya terlihat begitu khawatir.
Aku memutar bola mataku malas. Aku mendecakkan lidahku dan beralih menatap datar Duri, pacarku yang lebih muda dariku itu. Jujur saja, aku suka mempermainkannya.
"Kenapa harus aku beri tahu? Lagian, kamu beneran mau tahu?" Aku mendekat, seringaian timbul di wajahku saat aku memperlihatkan wajahku yang kini jarang ia temui.
Wajah Duri sedikit memerah, kedua pipinya merona begitu wajahku mendekatinya. Cepat-cepat Duri memalingkan wajahnya.
Inilah alasan aku menerimanya sebagai pacarku. Aku juga butuh asupan yang manis-manis.
"Aku 'kan.. pacar kamu..." Duri menjeda kalimatnya.
"Yasudah, jangan menyesal. Aku akan pergi dengan Fang, ada janji." Aku mengambil tasku dan berkaca untuk yang terakhir kalinya.
"(Nama)... Kamu—"
"Sudah ya, aku telat nih." Aku melengos pergi, meninggalkan Duri.
—
"Fang!" Aku melambaikan tangan dan menghampiri pemuda bersurai ungu itu.
Fang mempersilahkan aku duduk di kursi. Dia sengaja reservasi restoran ini buat night date kami. Romantis.
"Kamu telat 2 menit, honey." Fang memperhatikan jam tangannya dan protes.
"Well yeah, sorry 'bout that." Aku mempertunjukkan deretan gigiku selagi tertawa.
"No worries, hon." Fang menggenggam tanganku yang kebetulan tak memegang apapun, dia menatapku dengan begitu dekat.
"Jadi, gimana? Kamu setuju sama proposal yang aku ajukan?" Aku langsung bertanya pada intinya.
Apa itu basa-basi? Cuih.
Fang tersenyum lebar, dia menarik tanganku dan mengecup ruas-ruas jariku.
"Demi kamu, apa sih yang enggak?"
—
Duri menyaksikan segalanya. Dia merutuki dirinya sendiri lantaran nekat diam-diam pergi mengikuti kekasihnya, (Nama).
Duri tau, (Nama) tidak mencintainya. Duri tau, (Nama) tidak mementingkannya. Duri tau itu semua. Tapi, tetap saja dia tak bisa melepaskan (Nama). Duri tidak rela.
Ini juga bukan yang pertama kalinya Ia menyaksikan perselingkuhan dari kekasihnya sendiri. Sudah berulang kali Ia berusaha merundingkan masalah ini baik-baik, tapi tetap saja hasilnya nihil.
(Nama) selalu menenangkannya dan berjanji tak akan mengulanginya. Tapi, janjinya itu dengan mudah ia patahkan tanpa mempedulikan perasaan Duri.
Tanpa sadar, Duri meneteskan air matanya. Ia menyeka air matanya san berbalik badan untuk pergi.
Sulit bagi Duri untuk merasa biasa saja dengan segalanya.
Duri beranjak pergi, dia tak ingin menyaksikan lebih dari ini. Kecupan manis di tangan kekasihnya yang diberikan oleh pria asing itu sudah cukup. Duri tak kuat jika dia menyaksikan lebuh daripada itu.
"(Nama), apa aku... tak cukup pantas untukmu?"
—
Aku berjalan di tepi jalan raya, sembari memainkan ponselku. Aku dapat kenalan baru, ganteng. Maripos namanya. Aku sedang bertukar pesan dengannya, membicarakan tentang ketersediaannya untuk melakukan collab denganku, tanpa memperdulikan sekelilingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Oneshots | Boboiboy x Reader
RomanceCerita Oneshot Boboiboy × Reader | Cerita ini merupakan khayalan semata, tanpa ada unsur kesengajaan tertentu. Cerita ini hanya dibuat untuk kesenangan pribadi, tanpa ada maksud menyindir ataupun menyinggung siapapun. Bijaklah dalam membaca.