"WAHAHAHAAH! SERIUS??" Tawaku memenuhi ruang tamu milik keluarga Boboiboy bersaudara.
Aku sudah kenal lama dengan Blaze, sudah dari masih berupa embrio. Sudah dari balita, batita, sampai sekarang aku sudah sering mampir juga. Katanya, anggap aja rumah sendiri. Ayo aja gua mah.
"IYA, ANJIR! Solar tuh waktu kecil pernah dapet nilai 0 waktu ujian matematika. Padahal materinya masih tentang luas sama keliling, eh Solar nyari jawabannya make rumus pythagoras." Blaze mengompori, dan ikut tertawa terpingkal-pingkal, terjungkal, sampai bengek bersamaan denganku.
"Apa-apaan. Gak, ya." Solar mendengus sebal, dia tak terima diejek begitu. Dia ini memang paling cocok untuk dirundung. Soalnya, kalau mau nge-bully Halilintar enggak bisa, Halilintar ngejar soalnya.
"HSHAHSH! GAK NYANGKA GUE, LAR." Aku tak bisa berhenti tertawa. Solar yang notabenenya paling pintar di kelas itu pernah dapet nilai 0 cuma karena salah rumus. Itu lawakan yang paling lucu yang pernah kudengar.
Ya ampun! Siapa coba yang nyangka. Ternyata Solar sudah menbadut sedari kecil.
Aku dan Blaze sudah sama-sama lemas karena kebanyakan ketawa. Kami menyatukan telapak tangan kami dan melakukan tos keberhasilan kami dalam mengganggu Solar, memperdalam kerutan di dahinya Solar.
Bisa-bisa Solar cepat tua karena sakit hati nih.
Gempa kemudian datang dan meletakkan nampan berisi minuman dan makanan-makanan ringan. Aku selalu disuguhi berbagai macam minuman serta makanan buatannya Gempa tiap kali mampir, makanya aku betah banget nongkrong di rumah mereka ini. Gempa memang paling mantep.
"Makasih, Kak Gem." Aku langsung mencomot makanan ringan yang disediakan Gempa, aku tak malu-malu. Lagian, Gempa gak masalah, jadi yasudah. Blaze mengikuti aku dan ikut menghabiskan kue kecil yang dibuat Gempa, sedangkan Solar masih merajuk.
"Sama-sama. Nanti kalau kurang bilang aja, biar aku ambilin lagi." Gempa tersenyum ramah padaku. Aku jadi berasa punya ibu, soalnya ibuku udah hilang entah kemana.
"Kak Gem, kurang nih." Blaze mengatakannya dengan mulut penuh, dia belum menelan habis makanan yang ia kunyah itu.
"Itu buat (Nama), Blaze!" Gempa mempergunakan nampannya untuk menggetok kepala Blaze. Solar tertawa hebat diatas penderitaannya Blaze.
—
Hari ini, sekolah berakhir lebih lama dari biasanya. Ini semua gara-gara acara pameran seni yang bakalan diadain sama anak OSIS.
Memang OSIS sialan, mereka yang buat acara kok malah satu sekolah yang kena.
Makanya, kini aku masih dalam perjalanan menuju rumahnya Blaze. Biasanya jam segini aku dan Blaze sudah mengolok-olok Solar. Aku memang selalu main di rumah Blaze sepulang sekolah. Lumayan, dapet camilan dari kak Gempa.
"Psst! Liat deh, (Nama). Itu si Fang ngapain coba masuk ke gang sempit sore-sore begini." Blaze berbisik pada telingaku.
Aku menajamkan mataku dan beralih menatap ke arah mata Blaze menuju.
"Wah. Iya, ya. Gak beres nih." Aku berbisik balik.
Kami bertukar pandang dan sedetik kemudian, seringaian licik muncul pada masing-masing wajah kami.
Aku dan Blaze mengendap-endap berjalan menuju gang kecil itu. Aku menempelkan punggungku pada dinding, dan mengintip pergerakan Fang dari balik tembok. Blaze ikut-ikutan.
"Oh, Lily! Maafkan aku, karena meninggalkanmu begitu lama." Fang berucap dengan penuh drama. Aku hanya dapat melihat punggung Fang dari sini.
Aku dan Blaze bertukar pandang. Kami heran karena perkataan Fang barusan.
"Fang punya pacar??" Aku berbisik pada Blaze.
"Perasaan dia masih PDKT sama Ying." Blaze kembali berbisik padaku.
"Ah! Lily, jangan di situ! Na-nanti ketauan kak Kaizo!" Ucapan Fang itu amat melengking.
Sontak aku dan Blaze membulatkan mata. Bisa-bisanya Fang melakukan hal yang tak senonoh di gang sempit dan menodai mata suciku ini.
Blaze keluar dari persembunyiannya untuk langsung memergoki Fang.
"Fang! Gue gak nyangka.. bisa-bisanya lo ngelakuin hal bejat begituan, padahal kita masih sekolah." Blaze mendecakkan lidahnya dengan gelengan kepala.
"Fang, Fang. Kecewa gue." Aku mengompori. Aku berdiri tepat di samping Blaze, dengan kedua tanganku bertaut di belakang punggungku.
Fang terlonjak kaget. Dia membalikkan tubuhnya dengan kaku.
"A-apa?? E-emangnya gue ngapain??" Fang panik. Dia bahkan sampai terbata-bata begitu.
"Ckck, gak usah sok suci deh lo! Lo habis nganu sama cewek 'kan?!!" Aku langsung berkata pada intinya. Jari telunjukku ku arahkan padanya.
"Nanti gue laporin kak Kaizo. Biar lo tobat, Fang." Blaze ikut mengompori. Dia ikut-ikutan memojokkan Fang.
"APA?!!!" Fang berteriak. Dia langsung berdiri dan mendekati kami dengan wajahnya yang memerah.
"Gue. Gak. Ngapa-ngapain. Elo pada salah paham." Fang tak terima, dia menempelkan telunjuknya pada jidatku.
Blaze memutar bola matanya malas. "Kami denger kok. Cewek lo namanya Lily, kan? Gak usah bohong deh."
Blaze menjauhkan aku dari jangkauannya Fang. Enak saja Fang mau pegang-pegang.
Wajah Fang kian memerah. Dia mengepalkan tangannya dan menggertakkan giginya.
"Lily itu nama kucing gue! Otak lo pada aja yang kotornya minta ampun." Pada saat Fang bilang begitu, seekor kucing muncul disela-sela kakinya Fang.
Oh. Ternyata beneran kucing.
"Halah. Loe nafsuan sama kucing 'kan? Ngaku aja." Aku menggelengkan kepalaku, memperlihatkan kekecewaanku.
"Enggak, anjir! (Nama), Blaze, lo pada dendam banget ke gue??" Fang menjambak rambutnya frustasi.
"Yang tadi lo teriak ah! Lily! Jwangan disitchu, nantiy kyetauan kak Kyaizo." Blaze menatap Fang curiga. Bisa-bisanya ada orang yang mau gituan sama hewan mamalia.
"Tadi itu si Lily— eh kucingnya, mau nyakar gue! Makanya gue teriak begitu, dongo! Kak Kai alergi kucing, makanya gue gak boleh deket-deket kucing." Fang menjelaskan tentang kesalahpahaman yang memfitnah dirinya.
Aku dan Blaze hanya ber-oh ria. Ternyata kami beneran salah paham. Ya lagian, Fang ini main sama kucing kok ambigu banget.
"Ternyata beneran bukan toh." Blaze mengangguk tanda mengerti.
"Hehe, maap bro." Aku cengengesan tanpa rasa bersalah sehabis menuduh Fang yang tidak-tidak.
Fang menatapku dengan tatapan tak senang.
"Otak kalian berdua sama-sama kotor, pasti nanti jodoh." Fang ingin balas dendam dengan mengumpamakan hal itu padaku dan Blaze.
Aku terdiam, dan mengedipkan mataku beberapa kali.
Aku? Jodoh?? Dengan Blaze? Tak mungkin lah. Fang ini ada-ada saja.
"Apaan sih lo. Gue ama Blaze ini emang udah temenan dari lahir, mana mungkin bisa—" Aku mengarahkan pandanganku pada Blaze dan membeku.
Diluar dugaan, Blaze mematung dengan wajahnya yang memerah semerah iris matanya. Saat aku menatap matanya, dia refleks menatap ke sembarang arah. Mengelus tengkuk lehernya sambil memalingkan wajahnya dariku.
Mulutku terbuka lebar, otakku masih loading. Aku tak menyangka Blaze diam-diam menyimpan rasa kepadaku.
Fang mengeluarkan tawa mengejek.
"Loh, beneran ternyata. Jangan lupa pajak jadiannya."
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Oneshots | Boboiboy x Reader
RomanceCerita Oneshot Boboiboy × Reader | Cerita ini merupakan khayalan semata, tanpa ada unsur kesengajaan tertentu. Cerita ini hanya dibuat untuk kesenangan pribadi, tanpa ada maksud menyindir ataupun menyinggung siapapun. Bijaklah dalam membaca.