(Nama) ini, rutin mengalami teror yang tak ber-kehabisan di masa sekolahnya.
Sebagai seorang senior yang seringkali dijadikan panutan oleh adik-adik kelasnya, (Nama) jadi sering mendapat banyak perhatian publik. (Nama) sendiri tak mempermasalahkannya, hanya saja—
"Kak (Nama)!!!" Suara nyaring itu membuyarkan lamunan (Nama).
(Nama) menampilkan senyum kaku pada pemuda yang meneriakkan namanya barusan. Ini sudah sering terjadi, pemuda lucu ini pasti akan selalu meneror (Nama) tanpa kenal tempat dan waktu.
Pemuda pendek itu berlarian kecil menuju ke tempat duduk (Nama) tanpa mempedulikan tatapan yang diberikan oleh teman-temannya (Nama).
(Nama) berdehem untuk memecah keheningan. Walaupun adik kelasnya ini mungkin menyebalkan, tetap saja (Nama) tidak tega jika sampai dia harus mendapat perlakuan yang tidak baik oleh teman-temannya.
"Kenapa, Duri?" (Nama) bertanya dengan lembut, setidaknya agar yang lain tidak mempedulikan mereka.
"Kakak hari ini cantik! Tapi kakak emang selalu cantik sih." Duri menyunggingkan senyum yang begitu lebar, hingga membuat matanya menyipit. Pipinya memerah semerah bunga mawar begitu memuji pujaan hatinya.
Gawat. (Nama) tidak tau harus apa.
"Haha.." Tawa singkat menjadi balasan (Nama).
"Eh, tapi aku kesini bukan buat itu." Duri menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya ia melupakan tujuan awalnya.
Duri menarik nafasnya dalam-dalam dan menatap (Nama) dengan intens. Rasanya jantungnya akan meledak hanya dengan menatap (Nama) sedekat ini.
"Burung puyuh warnanya abu-abu," Duri semakin mendekat pada (Nama).
"I love you tiga ribu" Sambungnya dengan membentuk hati mempergunakan kedua tangannya, senyum merekah begitu lebar pada wajahnya.
(Nama) terdiam dengan senyuman gugup untuk mengapresiasi keberanian Duri, hanya saja (Nama) jadi malu karena sekarang seluruh perhatian tertuju pada mereka berdua.
"WILIF WILOF WOYLAH?!!"
"WOWWWWW MANTAP DURI!"
"SEMANGAT, DEK. KAMI SEMUA MENDUKUNGMU."
"ANJIR BRO, KITA KALAH SAMA BOCAH ESEMPE."
"WOE JANGAN CURI START BEGITU!"
Seisi kelas yang menyaksikannya bersorak kegirangan sembari memberikan tepukan tangan pada Duri. Nyalinya benar-benar tak ada tanding.
Sudah jadi pemandangan biasa bagi mereka untuk menyaksikan adik kelas yang satu ini menyatakan cinta pada primadona kelas mereka.
(Nama) bukannya tidak tau, (Nama) tentunya sadar akan perasaan Duri padanya. (Nama) tidak tau bagaimana harus menyikapinya.
Melihat respon positif dari (Nama), Duri tentunya semakin berdebar-debar. Duri sudah terus menyatakan cintanya pada (Nama), tapi selalu ditolak. Yang membuat Duri tak menyerah ialah karena (Nama) tetap memperlakukan Duri dengan baik. Duri jadi semakin cinta.
"Hehehe, aku suka banget sama Kak (Nama). Jangan benci aku yaa, bye byee!" Duri mencium telapak tangannya sendiri dan meniupkan ciumannya pada (Nama) dengan kedipan mata, sebelum beranjak pergi dari kelas seniornya itu.
Seisi kelas jadi ricuh karena tingkah gagah berani dari adik kelas mereka. Terutama (Nama) yang kini menahan malu karena terus menerus diberikan berbagai pernyataan cinta oleh Duri.
(Nama) memang suka Duri, Duri itu lucu dan selalu bisa mencairkan suasana. Tapi, (Nama) tentunya tak mungkin menerimanya, Duri itu masih belum cukup umur untuk berpacaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Oneshots | Boboiboy x Reader
RomansCerita Oneshot Boboiboy × Reader | Cerita ini merupakan khayalan semata, tanpa ada unsur kesengajaan tertentu. Cerita ini hanya dibuat untuk kesenangan pribadi, tanpa ada maksud menyindir ataupun menyinggung siapapun. Bijaklah dalam membaca.