Aku mengedarkan pandanganku pada setiap sudut ruangan putih ini. Aku bosan. Tapi aku tak bisa meninggalkan ruangan ini.
Supra, teman ku semasa kecil, malang sekali nasibnya sehingga dia menjadi korban tabrak lari.
Supra masih tak sadarkan diri setelah 2 minggu dirawat di rumah sakit.
Aku dan Supra bukannya berteman baik, kami ini musuhan. Orangtua kami berteman dekat, makanya kami jadi terpaksa untuk berteman dengan satu sama lain.
Tapi tetap saja, bukan berarti aku menginginkan Supra menderita begini. Sayang soalnya, si Supra lumayan ganteng.
Masa iya yang ganteng-ganteng begini umurnya pendek? Gak bisa gitu dong, minimal aku mau liat anak cucunya Supra, biar aku bisa jadi rich aunty mereka.
Aku merawat Supra bukan murni karena kebaikan hati. Ini karena orangtuanya Supra sedang bekerja di luar negara. Makanya Supra dititipkan ke aku.
—
Seperti biasanya, kulalui malam sunyi ini di ruangan pasien bersama Supra. Aku sampai mengambil cuti kerja hanya untuk merawat Supra. Aku harus manfaatin Supra habis-habisan kalau dia sadar nanti.
"Ngh," lenguhan terdengar di gendang telingaku.
Aku melotot. Di ruangan ini cuma ada aku dan Supra. Jangan-jangan ada makhluk halus?!!
Oh.
Syukurlah ternyata bukan makhluk halus.
Supra perlahan menggerakkan jari-jarinya dan berangsur mendudukkan dirinya sambil memijat pelipisnya. Maklum lah, efek koma 2 minggu.
Alisnya bertaut rapat sambil sesekali ia memejamkan mata menahan sakit kepala yang dirasakannya.
Gak heran, sih. Si Supra kan kena tabrak lari. Eh tapi kok yang kena malah kepalanya, ya. Aneh banget.
"Nih, minum dulu." Mumpung aku sedang baik hati, aku menyodorkan segelas air putih pada Supra yang baru sadar dari koma singkatnya.
Supra kemudian beralih menatap gelas yang aku tawarkan, dan kemudian ia menatapku tajam.
Apa-apaan? Baru sadar udah ngajak berantem?
"Siapa?" Supra bertanya dengan nada yang asing di telinga ku. Bejir, dia ini dibaikin malah begini tabiatnya?
"Apa-apaan?? Gak lucu, Sup. Gak usah pura-pura amnesia, deh. Ntar beneran amnesia, mampus." Gila aja, dia ini beneran ngajak berantem ya?!!
Supra tampak tak senang mendengar jawabanku. Lah anjir, aku juga tak senang dengan nada bicaranya itu.
Supra kemudian mendorong lenganku yang tengah menyodorkannya segelas air, membuatku menjatuhkan gelas itu ke lantai dan membuatnya berserakan menjadi pecahan-pecahan kaca.
Anjing juga lu, Sup.
"Lo siapa??!" Kini Supra bertanya dengan tak sabar.
Sialan, ini Supra beneran amnesia?? Beneran?
"Ck. Aku panggilin dokter dulu. Diam disitu." Aku berdiri dari kursi tempat ku duduk, dan berjongkok untuk mengutip beling gelas yang berserakan tepat di samping tempat tidur Supra. Bahaya kalau misalnya Supra ada niatan buat kabur.
Aku lalu pergi meninggalkan ruangan dan bergegas menculik dokter pergi bersamaku untuk mengecek kondisi Supra.
Kasian anjir, masa iya Supra hilang ingatan, mana masih muda.
Aku memasuki ruangannya Supra, disusul dengan sang dokter yang tampak lelah berjaga 24 jam di rumah sakit ini. Kasian, banget sih wir.
Anehnya, si Supra ternyata menurut saat ku suruh untuk tetap diam disana. Mungkin karena dia masih lemas, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Oneshots | Boboiboy x Reader
Storie d'amoreCerita Oneshot Boboiboy × Reader | Cerita ini merupakan khayalan semata, tanpa ada unsur kesengajaan tertentu. Cerita ini hanya dibuat untuk kesenangan pribadi, tanpa ada maksud menyindir ataupun menyinggung siapapun. Bijaklah dalam membaca.