03. Panic Attack

189 18 2
                                    

Sirine berbunyi amat kencang setelah dentuman keras tadi. Beomgyu panik, dia cukup sensitif dengan suara sirine. Itu cukup membuat jantungnya berdetak sangat kencang sehingga nafasnya tersengal-sengal.

"Kak, kau tidak apa-apa?" tanya Kai menyadari bahwa pemuda di depannya itu sedang tidak baik-baik saja. "Tenang-tenang, sirine ini akan berhenti sebentar lagi," tambah Soobin yang mengerti bahwa suara sirine ini adalah pemicu kepanikan Beomgyu. Dan benar, setelah ucapan Soobin barusan suara sirine itu berhenti.

Namun meski sirine itu telah berhenti, serangan panik Beomgyu tak kunjung berhenti. Napasnya bukan hanya tersengal-sengal lagi, namun sudah mulai terasa tercekik. Keringatnya bercucuran sangat deras, matanya memburam, tubuhnya bergetar hebat.

"Kak, bagaimana ini!?" gelisah Kai tak tahu hatus bagaimana, kondisi Beomgyu semakin buruk. "Menyingkirlah dulu. Biar aku saja yang tangani," giliran Yeonjun si mahasiswa kedokteran mengambil alih.

Pemuda itu duduk tepat dihadapan Beongyu sambil menarik napasnya untuk mengumpulkan energi. "Oke .. cobalah fokus pada pernapasanmu, coba tarik napas dalam-dalam dan ..."

Beomgyu menggelengkan kepalanya.

"Aku hanya berusaha membantu," kata Yeonjun lembut. "Ceritakan padaku lima hal yang ada di sekitarmu. Apa yang bisa dilihat? Merasa? Bau?"

Beomgyu entah tidak mendengarnya atau mengabaikannya. Atau mungkin keduanya.

Yeonjun bergerak maju lalu menepuk punggung Beomgyu dengan pelan. "Kamu baik-baik saja, bernapaslah dengan tenang." Tapi Beomgyu merasa dia tidak bisa bernapas. Air mata mengalir di pipinya, dan Yeonjun segera menyekanya.

"Apa yang kau rasakan memang menakutkan, tapi tidak berbahaya. Kau tidak sekarat," ucap Yeonjun pelan juga lembut. Atas tindakan itu Yeonjun berhasil membuat ketiga orang—Soobin, Tarhyun, dan Kai—yang berdiri sambil menyimak itu begitu takjub.

"Kita di dalam. Kita berada di tempat karantina."

"Aku ... aku di dalam ..."

Yeonjun mengangguk. "Kau berada di atas ranjang."

"Aku di ... aku di atas ranjang. Kenapa ... kenapa aku ... kenapa aku ada di tempat karantina?"

"Pandemi." Sembari mengelus pelan kedua lengan Beomgyu yang bergetar Yeonjun kembali berbicara, "Kau baik-baik saja, Beomgyu. Berkonsentrasilah pada pernapasanmu."

Beberapa saat kemudian, napas Beomgyu menjadi sedikit tenang dan ketegangan di tubuhnya perlahan memudar.

"Kemarilah, Beomgyu," katanya lembut, Yeonjun bergerak menempatkan dirinya di samping Beomgyu dengan punggung yang berada di sandaran kepala dan membawa Beomgyu bersandar padanya. Dada Beomgyu bergerak naik turun dengan napas cepat dan dangkal. "Tidak apa-apa, kau aman. Beomgyu."

"Tidur saja, jika memang lelah. Kau aman."

Entah mengapa suara itu mengahasilkan kenyamanan bagi Beomgyu, napasnya mulai menunjukkan kondisi yang sangat normal. Tangan Yeonjun yang merangkul Beomgyu di dalam dekapannya bergerak untuk mengelus pelan agar memberi ketenangan bagi pemuda itu.

"Siapa ... —namamu ..." Beomgyu bertanya di sela-sela rasa kantuknya.

"Choi Yeonjun."

***

Pukul empat sore, jadwalnya untuk meminum obat. Seorang wanita paruh baya memasuki kamar dengan nampan stainless-nya.

"Suara apa tadi?" tanya Kai ketika wanita itu meletakkan piringan obat di atas meja nakasnya. "Memangnya apa yang kau dengar?" Wanita itu berbalik bertanya. "Aku mendengar suara yang mirip seperti suara bom."

"Itu memang bom." Seketika penghuni kamar itu terdiam atas apa yang mereka dengar. "Jangan bertanya lebih lanjut," tukas wanita itu.

"Apa yang terjadi di luar sana?" Kai tak mengindahkan tuntutan wanita itu, dia tetao bertanya meski wanita itu sudah beralih menuju ranjang selanjutnya. "Sudah kubilang jangan bertanya."

"Apa kalian membunuh seseorang menggunakan bom?" Kai terus bertanya. "Sirine bahkan sempat berbunyi, apa yang sebenarnya kalian lakukan?" Kai menggertak, wanita itu kalut dalam pikirannya.

"Diam!" bentak wanita itu marah, suaranya bahkan mengejutkan Beomgyu yang baru saja tertidur satu jam yang lalu. "Hentikan semua pertanyaan konyolmu itu sebelum kau kehilangan mulutmu," ancamnya dengan nada tinggi.

Setelah pekerjaannya selesai, dia bergerak cepat keluar dari kamar dengan wajah gelisah.

"Wajahnya gelisah," papar Taehyun. "Memang ada yang disembunyikan," lanjutnya.

"Sudah, kita minum saja dulu obatnya. Lima belas menit lagi jadwal kita untuk makan sore," interupsi Yeonjun memecah kekakuan di dalam kamar.

Beomgyu yang baru saja bangun juga menurut, ia mengambil segelas air mineral tersebut bersama piringan obat.

Sama seperti kemarin, rasa obatnya masih sangat pahit. Namun kali ini Beomgyu berhasil menandaskannya tanpa tubuh yang menggeliat karena pahit.

Tangannya meletakkan gelas air tersebut ke atas nakas, matanya melirik ke arah ranjang yang ditempati oleh pemuda bernama Choi Yeonjun tersebut. Dia diam sambil mengamati si pemuda yang sibuk dengan laptopnya.

Ada satu hal yang mengusik Beomgyu.

Dia belum mengucapkan terima kasih pada pemuda itu, Beomgyu tak tahu lagi jika Yeonjun tidak segera memberi tindakan pada serangan paniknya.

"Penghuni lantai lima dengan nomor kamar kamar seratus tujuh belas, serstus lima belas, dan seratus delapan belas dipersilakan menuju ruang makan."

Usai pemberitahuan itu, pintu kamar secara otomatis terbuka.

Seluruhnya beranjak dari ranjang mereka masing-masing, Beomgyu pun ikut beranjak dan berjalan mengikuti yang lain. Di belakangnya, ada Choi Yeonjun.

Dia tampak tenang dan santai berbeda dengan Beomgyu yang tampak gelisah. "Eee ... terima kasih ..." ucap Beomgyu dengan suara yang amat kecil dan pelan. Yeonjun menyadari bahwa ucapan itu untuknya, dia segera merangkul Beomgyu dan tersenyum. "Kau hebat menghadapinya, keren."

"Ngomong-ngomong umurmu berapa?" tanya Yeonjun

"Dua puluh tahun."

"Ooohh, berarti aku lebih tua dua tahun darimu. Umurku dua puluh dua."

"Baiklah, Kak. Senang bertemu denganmu."

"Aku juga senang."



















bom apa bom? 😍

bom apa bom? 😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
lockdown, txt ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang