Di sisi lain, Yeonjun tiba-tiba terbangun dari efek bius yang sebelumnya melumpuhkannya. Kepalanya berdenyut hebat, seolah dipukul berkali-kali, dan penglihatannya masih kabur. Namun, anehnya, rasa haus yang sebelumnya begitu menyiksa lenyap seketika, digantikan oleh sensasi dingin yang merayap di tulang.
Saat penglihatannya mulai kembali fokus, pemandangan di depannya membuat dadanya berdegup kencang. Para dokter yang sebelumnya menangani dirinya kini terkapar di lantai, tidak bergerak. Beberapa alat medis berserakan di sekitar mereka, bercampur dengan genangan darah yang gelap.
"Ap-apa yang terjadi ... ?" gumamnya dengan suara serak, mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi sebelum semuanya gelap. Tubuhnya masih terasa lemah, tapi rasa panik mulai merayap, memaksa dirinya untuk bergerak.
Yeonjun berusaha mengangkat tubuhnya, meski lututnya terasa goyah. Dia meraba kepalanya, masih terasa nyeri dari bekas bius.
Bau darah dan obat-obatan kimia memenuhi ruangan, memperkuat rasa urgensinya.
Matanya tertuju pada pintu ruangan yang setengah terbuka. Dalam diam, dia berjalan mendekat, berhati-hati agar tidak membuat suara. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya terus berpacu, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semuanya menjadi kacau. Ketika dia menyentuh gagang pintu, sebuah kenangan menghantamnya-para dokter berbicara tentang sesuatu, tentang eksperimen, dan tentang orang-orang yang sedang mereka buru. Soobin dan yang lainnya.
"Ini tidak mungkin," desis Yeonjun pelan, kesadarannya mendadak pulih sepenuhnya.
Dia membuka pintu dengan perlahan dan mengintip keluar. Koridor di luar tampak sepi, tapi suara langkah kaki berat terdengar di kejauhan. Mereka masih ada di gedung ini-orang-orang yang bertanggung jawab atas kekacauan ini.
Dengan cepat, Yeonjun bergegas keluar, tubuhnya sedikit terhuyung saat ia menavigasi koridor yang panjang. Ia tahu, jika para dokter sudah terkapar seperti ini, maka situasi di luar pasti lebih berbahaya.
Dari kejauhan, samar-samar Yeonjun mendengar suara jeritan dan pemberontakan. Suara itu nyaris tenggelam oleh desingan angin yang berhembus di sepanjang koridor, namun ada sesuatu yang familiar tentang suara itu. Ia langsung mengenalinya-Choi Beomgyu.
Namun, ada sesuatu yang salah dengan jeritan itu. Suaranya terdengar lemah, seolah Beomgyu sudah terlalu lelah untuk terus melawan. Napas Yeonjun terhenti sesaat, perasaan panik menguasai dirinya. Beomgyu, meski selalu terlihat kuat dan ceria, kini terdengar pasrah. Itu bukanlah suara seorang yang masih punya harapan.
Yeonjun berlari terburu-buru, jantungnya berdegup kencang seiring langkahnya semakin cepat. Suara jeritan Beomgyu semakin jelas saat dia mendekati ruangan yang terdengar penuh kekacauan. Aroma kimia dan bau logam mulai menusuk hidungnya, dan detakan langkahnya menggema di lorong sepi itu.
Ketika akhirnya sampai di depan pintu yang terbuat dari baja, dia bisa mendengar suara Beomgyu lebih dekat -ada nada putus asa dan keputusasaan dalam suaranya. Yeonjun tidak memikirkan risiko lagi. Dengan satu dorongan keras, dia membuka pintu itu, dan pemandangan yang ada di depannya membuat darahnya berdesir.
Di dalam ruangan, Beomgyu terkapar di lantai, borgol mengikat pergelangan tangannya. Di sekelilingnya, beberapa orang bertopeng berdiri, tampak menunggu instruksi dari seorang pemimpin yang berdiri di samping Beomgyu, wajahnya menyeringai dengan penuh kebencian.
"Jangan sentuh dia!" teriak Yeonjun, suaranya menggema dan mengisi ruangan.
Semua orang berbalik, terkejut melihat kehadiran Yeonjun. Sejurus kemudian, atmosfer mulai memanas. Mereka tidak bisa membiarkan Yeonjun melawan tanpa perlawanan.
Ketika Yeonjun baru saja memasuki ruangan kepalanya menoleh dia tertegun sejenak saat melihat pemandangan yang mengerikan di hadapannya. Di sudut ruangan, sosok Lia tergeletak tak bernyawa, bersimbah darah di atas lantai. Rasa ngeri menyelimuti hatinya, dan tak percaya membuatnya terdiam sejenak.
"L-Lia ...."
"Yang kau lihat sekarang adalah perbuatan teman-temanmu yang kabur itu, Choi Yeonjun," ujar pimpinan kelompok bertopeng dengan nada mengejek, menyeringai dengan penuh kebencian. "Semua ini kacau karena mereka. Mereka yang memulai kekacauan ini, dan sekarang, lihatlah apa yang terjadi."
"Jangan kau sentuh Beomgyu!" teriak Yeonjun, suaranya penuh emosi. "Kau tidak berhak menyalahkan mereka. Mereka hanya berjuang untuk bertahan hidup!"
Pimpinan itu tertawa sinis, mengangkat bahu seolah semua ini hanyalah permainan. "Kau mungkin bisa mencoba untuk melawan, tapi semua usaha kalian sia-sia. Kalian hanya anak-anak yang terjebak dalam permainan yang lebih besar."
"Tahan dia!" teriak pimpinan kelompok bertopeng, tetapi sebelum dia bisa memberi perintah lebih lanjut, pintu ruangan terbuka dengan tergesa-gesa. Seorang petugas masuk ke dalam, wajahnya pucat dan matanya lebar karena ketakutan.
"DOKTER KIM DAN ASISTENNYA MENINGGAL DUNIA!" teriak petugas itu, suaranya penuh kepanikan.
"KAK YEONJUN, LARI!" seru Beomgyu, mengabaikan rasa sakitnya dan berusaha memberi tahu Yeonjun. Suara temannya itu seperti lonceng yang membangunkan Yeonjun dari lamunan, memaksa dia untuk segera bertindak.
maav aku lama update 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
lockdown, txt ✓ [TERBIT]
FanfictionBeomgyu selalu merasa aneh sejak hari pertama dia mulai di karantina di tempat ini. 🏅4 - #soobin (16 Juli 2024) 🏅8 - #choibeomgyu (18 Juli 2024) 🏅1 - #txtff (20 Juli 2024) 🏅1 - #beomgyutxt (3 Oktober 2024) ; bluusoobie, 2024