21. Danger : The Hideout is Getting Unsafe

53 9 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuna membuka matanya perlahan, merasakan udara pengap yang menyapa indera penciumannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuna membuka matanya perlahan, merasakan udara pengap yang menyapa indera penciumannya. Pandangannya masih kabur, dan tubuhnya terasa lemah. Di sela-sela kebingungan, samar-samar ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Kai, yang sejak tadi cemas menunggu, segera menghampirinya begitu menyadari bahwa gadis itu telah terbangun dari pingsannya.

"Yuna, kau sudah sadar? Apa kau baik-baik saja?" tanya Kai dengan nada khawatir, berlutut di sampingnya, tangannya mencoba meraba dahinya untuk memastikan kondisinya.

"Yuna sudah sadar?" Beomgyu ikut menghampiri, wajahnya menampakkan kekhawatiran yang sama seperti Kai.

"Iya, sepertinya sudah. Tapi belum stabil," jawab Kai sambil menatap Yuna yang masih terbaring lemah. Nafas Yuna terdengar sedikit berat, dan matanya sesekali terpejam, seolah mencoba melawan rasa lelah yang masih menyelimuti tubuhnya.

"Coba aku cek lebih dulu apakah ada air bersih di dalam gedung ini atau tidak," usul Beomgyu sambil berdiri. Tanpa menunggu jawaban, dia beranjak pergi, langkahnya terdengar tergesa-gesa di tengah keheningan yang mengerikan.

Kai mengalihkan pandangannya kembali ke Yuna, yang kini tampak berusaha untuk duduk meski dengan susah payah. "Jangan memaksakan diri dulu," ujar Kai lembut, membantunya agar tetap nyaman.

Mereka—Soobin, Taehyun, Beomgyu, dan Kai—masih sama dehidrasinya sejak melarikan diri dari gedung malapetaka itu. Kondisi mereka semakin parah karena tidak setetes air pun telah mereka konsumsi sejak saat itu.

Beomgyu turun hingga ke lantai satu, meninggalkan tempat istirahat mereka di lantai tiga. Langkahnya lambat dan berat, tubuhnya sudah melewati batas kemampuan. Setiap gedung yang dilaluinya ia periksa dengan saksama, mencari tanda-tanda adanya air bersih. Namun, sejauh ini hasilnya nihil.

Saat ia sampai di dekat tangga menuju lantai satu, Beomgyu berhenti sejenak dan bersandar pada dinding. Kepalanya mulai berdenyut, rasa pusing semakin menguat, dan pandangannya berkunang-kunang. Jantungnya berdegup lebih cepat.

"Sialan," gumam Beomgyu di antara nafasnya yang semakin berat. Rasa frustrasi mulai menjalari dirinya, sementara tubuhnya perlahan melemah.

Tiba-tiba, suara sirine dan tembakan terdengar dari luar gedung, menggema di seluruh ruangan yang sunyi. Beomgyu terkesiap, tubuhnya menegang seketika. Rasa lelah dan pusing yang menguasai tubuhnya seolah lenyap dalam sekejap, tergantikan oleh adrenalin yang mengalir deras.

Tanpa berpikir panjang, dia berjalan pelan menuju jendela berlumut yang ada di ujung ruangan. Langkahnya hati-hati. Sesampainya di jendela, Beomgyu mengintip keluar dengan cemas, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar sana.

Dari balik jendela berlumut, pemuda itu melihat sebuah van hitam dengan logo gedung isolasi yang familiar—gedung yang sebelumnya mereka tempati.

Tanpa berpikir panjang, dia berbalik dan berlari secepat mungkin menuju lantai tiga.

Ia harus segera memberi tahu yang lain.

"Kak Soobin! Taehyun! Kai! Mereka berada di dekat sini!" teriak Beomgyu panik saat tiba di lantai tiga. Nafasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar karena kelelahan dan ketakutan yang membaur jadi satu.

Soobin yang sedang berjaga langsung menoleh dengan wajah tegang. "Apa maksudmu?" tanyanya cepat, sambil berdiri dan menghampiri Beomgyu. Taehyun dan Kai juga segera mendekat, menunggu penjelasan.

"Van hitam … logo gedung isolasi … mereka ada di luar! Aku dengar sirine dan tembakan!" Beomgyu menjelaskan dengan napas tersengal. Wajahnya basah oleh keringat, namun ketegasan dalam suaranya tak terbantahkan.

Mata Soobin melebar, sementara Taehyun menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Kita harus bergerak sekarang," ujar Soobin dengan nada serius. "Kita tak punya waktu lagi."

***

Mereka berempat benar-benar berlari sekuat tenaga, memencar untuk menghindari risiko tertangkap bersama. Situasinya akan semakin buruk jika mereka tetap bersama dalam satu kelompok. Soobin, yang memapah Yuna dengan hati-hati, berlari di sisi Taehyun menuju LoCo Lab.

"Ka-kau yakin gedungnya tidak dijaga?" Soobin bertanya sambil terengah-engah.

"Loco Lab yang di sini jarang dijaga penjaga," kata Taehyun, berusaha meyakinkan Soobin. "Banyak yang menganggap tempat ini tidak penting lagi, terutama setelah insiden itu."

Akhirnya, mereka sampai di depan gedung putih yang megah itu. Meskipun tidak tinggi, bangunannya lebar dan luas, memberi kesan megah namun sekaligus mengintimidasi.

"Kau punya kartu aksesnya, Taehyun?"

Taehyun merogoh saku celananya dan mengeluarkan kartu akses. "Aku selalu membawanya."

"Bagus," kata Soobin, merasa sedikit lega. "Sekarang kita masuk, cepat!"

Pintu besi itu terbuka, dan suara operator menyambut mereka masuk. "Selamat datang di LoCo Lab. Apa yang bisa kami bantu?" Suaranya dingin dan mekanis.

Udara dingin dari pendingin udara menyentuh kulit mereka, memberi sensasi yang kontras dengan ketegangan yang melingkupi. Soobin, yang berada di belakang, merasa merinding. Dia menatap sekeliling, memperhatikan monitor yang berkelap-kelip dan berbagai peralatan yang tampak canggih.

Mereka melangkah lebih dalam ke dalam ruangan, berusaha mengabaikan rasa takut yang terus menggerogoti.

"Jadi, sekarang kau tahu di mana letak obat penawarnya?" Soobin bertanya lagu.

"Gila. Mana aku tahu, Kak! Kita harus cari!" jawab Taehyun, suara frustrasinya terdengar jelas.

Soobin menghela napas, menyadari bahwa mereka semua dalam situasi yang sulit. "Baiklah, kita bagi tugas. Yuna, kau tetap di sini. Taehyun dan aku akan mencari informasi di ruang persediaan atau riang apapun itu."

Yuna mengangguk, "Hati-hati," ucapnya.

Dengan itu, Soobin dan Taehyun bergegas menuju arah ruang yang ada.

Mereka melangkah masuk ke dalam ruangan yang sebenarnya tidak mereka kenali. Begitu pintu tertutup di belakang mereka, aroma kimia yang menyengat segera menyapa indera penciuman. Suhunya terasa lebih dingin dibandingkan dengan di luar yang mengisi ruangan.

Soobin menatap sekeliling, melihat berbagai alat laboratorium dan tabung reaksi yang berisi cairan berwarna-warni. "Ini mungkin ruang eksperimen," bisiknya. "Kita harus hati-hati di sini."

Taehyun mengangguk.

lockdown, txt ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang