12. Rumah Jullian

184 34 4
                                    

Study tour yang mereka kira akan berakhir dengan kesenangan ternyata sungguh jauh berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Study tour yang mereka kira akan berakhir dengan kesenangan ternyata sungguh jauh berbeda. Memang benar mereka semua sempat senang saat dibawa ke taman hiburan, menaiki kapal kora-kora, bianglala sampai bermain trampolin. Tapi ternyata itu hanya terjadi di sana. Sungguh sangat berbeda ketika sudah sampai di rumah. Tubuh Jullian rasanya sangat kaku dan pegal-pegal. Untungnya sekolah meliburkan mereka selama dua hari lamanya. Kalau tidak, Jullian pastikan akan membolos.

Dan ya, bergelendung di bawah selimut tebal di dalam kamarnya adalah satu hal yang wajib Jullian lakukan sekarang ini. Rasanya sangat lama sekali punggungnya tak menyentuh kasur. Padahal baru 1 hari—satu harinya sudah tidur di hotel tempat mereka menginap.

Jam menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Saat lagi asyik-asyiknya tidur, rungu Jullian mendengar bel rumahnya berbunyi. Di jam segini kedua orangtuanya sibuk bekerja. Sementara bibi yang bersih-bersih rumah sudah lebih dulu pulang karena beliau diperkerjakan hanya untuk membuat sarapan dan membersihkan rumah di pagi hari.

Tidur nyamannya kini terusik akibat suara bel yang tak kunjung reda. Lagipula siapa juga yang bertamu siang-siang begini. Teman sekolahnya tidak mungkin, sudah pasti sedang istirahat di rumah masing-masing. Kalau mama, papa? Kedua orangtuanya itu tidak mungkin datang di jam segini—masih sibuk dengan pekerjaannya.

“Duh, siapa, sih? Gak tau apa kalau gue lagi tidur?” ucap Jullian kesal. Matanya juga masih setengah terpejam.

Namun hal ini adalah hari yang buruk bagi Jullian, ketika ia membuka pintu untuk melihat siapa yang akan bertamu, ternyata tidak ada sama sekali. Tamu itu tidak ada di sana. Jullian hanya menjumpai hembusan angin yang bergerak kasar masuk ke dalam rumah.

“Gak lucu,” gerutunya.

Jullian berbalik, namun netranya berhasil menangkap satu buah kotak berukuran sedang terpampang di atas lantai dekat pintu masuk rumahnya. Kedua alis Jullian hampir menyatu. Pikirnya ia tidak sedang ulang tahun. Lantas kotak itu kado untuk siapa?

“Gak ada nama pengirim.”

Setelah kotak tersebut berhasil ada di tangannya, dengan langkah lebar, Jullian membawa kotak tersebut masuk ke dalam kamar. Ia berniat membukanya di sana. Pasti kado ini pemberian dari penggemarnya, batin Jullian semakin percaya diri. Karena bagaimana pun, Jullian sangat teramat populer di sekolah. Tak jarang ia mendapatkan kado atau bahkan coklat.

Di atas nakas, Jullian mengambil cutter, lalu ia goreskan pada kotak kado tersebut. Sehingga dari sela-sela sobekan, Jullian bisa setidaknya mengintip kecil apa yang ada di dalamnya.

Bukan melalu mata, justru hidungnya mulai mencium aroma yang tidak sedap. Seperti bau bangkai yang lama tak dikubur. Saking baunya, Jullian harus menjauhkan kotak itu dari indera penciuman.

“Isinya apaan, sih? Kok bau banget?”

Rasa kantuk yang tadinya masih terasa berat pada kelopak matanya, secepat kilat sudah tak Jullian rasakan. Ini semua karena kotak sialan itu.

Nightmare 🌒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang