04

855 38 0
                                    

"Ar."

"Apa cantik?"

"Pengen naik whoosh."

"Whoosh?"

Anca mengangguk. "Mau refresing, gue capek sama tugas terus. Lo ada waktu kapan? Temenin gue ya?"

"Sebentar, sebentar."

Anca mengerucutkan bibirnya. Ia bisa melihat tatapan Arga yang tidak ke kamera ponsel melainkan sepertinya sedang ke laptop. "Lo lagi sibuk? Gue matiin aja deh."

"Eh, jangan-jangan! Sebentar lagi selesai terus gue kirim ke lo."

"Apa? Tugas ya? Kok tumben lo ngerjain duluan?" tanya Anca dengan senang karena tugas mereka yang menumpuk.

"Bukan, tuh liat dah gue kirim."

Anca membuka foto yang dikirimkan Arga dan matanya membulat. "Ar!"

"Kenapa? Katanya mau naik whoosh?" tanya Arga dengan polos.

Anca memejamkan matanya, sepertinya memang ngomong sama Arga ia harus berhati-hati karena sekali ngomong dan pemuda itu dapat mewujudkan keinginannya langsung sudah ada. "Gak besok juga."

"Besok mumpung libur, cantik."

"Tapi besok weekend mesti rame banget Ar!"

"Gak papa, nanti di sana jangan jauh jauh dari gue."

Anca menghela nafas panjang. "Sumpah, gue gak ngode minta lo beliin, Ar, gue bisa beli sendiri."

"Ya gue cuma pengen beliin aja. Besok gue ke rumah lo ya jam delapa-an lah."

Anca menggeleng. "Gue aja yang ke rumah lo, lo dah beliin gue tiket ya kali lo juga yang jemput gue."

"No, no, gue pokoknya yang harus ke rumah lo."

"Anca hanya mengangguk pasrah."

"Besok inget bangun pagi, gue sampai sana lo belum bangun gue cium."

"Ma! ARGA MAU NYIUM ANAK ORANG!"

"Anjing, Fira! Woi diem!"

Anca tertawa mendengar perdebatan kedua saudara yang tidak pernah akur itu. Arga semakin dibuat kesal dengan Fira, dan Fira juga muak melihat wajah Arga. Entahlah Anca tidak bisa membayangkan bagaimana mereka berdua berada di rahim yang sama.

"Fira nga-"

"Ka Ca, jangan mau dicium bebek jelek kayak dia!" teriak Fira menyela ucapan Arga.

"Fira gue ketekin juga lo! Keluar gak?"

"Iya, iya. Ka Ca! Pokoknya jangan mau! Denger gue kan?"

"Denger, Ra!" Anca balas berteriak lalu gadis itu tertawa lagi.

Terlihat Arga dengan wajah kesalnya yang baru saja mendorong Fira keluar kamarnya di layar ponsel Anca. "Kok bisa-bisanya dulu gue iyain waktu gue ditanyain mau atau enggak punya adek kayak dia."

"Udah takdir, Ar, gak mungkin mau dimasukin ke perut mama lo lagi."

Arga mengangguk, ia bersandar di sandaran kursi belajarnya. "Pengen ke rumah lo."

Anca melirik jam. "Masih jam tujuh kok, tumben gak langsung gas ke sini? Biasanya tiba-tiba nongol di depan pintu."

"Ya udah tungguin gue. Mau dibawain apa? Om yud, tante Davina?"

"Gak usah bawa apa-apa. Papi sama mami tadi mau ke tempat rekan kerja papi lagi ada acara."

"Ya udah oke, gue otw."

"Hati-hati."

"Siap cantik!"

--------------------------

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang