09

680 48 1
                                    

Arga menahan nafasnya melihat bibir Anca yang lebih merona karena kepedesan. Ia kemudian meneguk minuman miliknya "Gue takut lo sakit perut."

"Tenang, Gue kan dah biasa juga makan level 5."

"Tapi kan-"

"Kenapa lo gak mau natap gue?"

"Gue takut khilaf."

Dahi Anca mengerut. "Khilaf karena apa?"

"Bibir lo jadi makin seksi."

Anca mengaca di layar ponselnya dan memainkan bibirnya. "Iya, tambah tebel ya keliatannya. Terus otak lo mau apa? Cipok?"

"Heem."

Anca terkekeh. "Gak nyangka gue lo jujur banget. Ya udah gak usah liat sini, liat aja tuh kolam renang."

Anca mengulum bibirnya, ayam dan kentang miliknya sudah habis tersisa minuman pink yang hanya sisa sedikit. Ia menatap Arga yang benar-benar jadi tidak mau menatapnya. Ciuman gak papa kan? Hanya itu yang ada di otaknya sebenarnya. Anca bukan gadis polos, bukan sama sekali, ia juga gadis pembaca aplikasi oren dan Arga tau itu. Membayangkan berciuman sepertinya enak.

"Ar."

"Hmm?"

"Ada sikat gigi baru?"

"Ada, cari aja di tempat biasa. Sikat gigi lo yang kemarin juga masih ada."

"Oke. Nanti susul gue sikat gigi oke?"

"Ngapain?"

"Ada deh, susul gue aja ya kalau dah siap makan."

"Iya, cantik."

Anca melepas sarung tangannya kemudian berdiri, membereskan bungkus makannya dan ia jadikan satu di kantong plastik. Kemudian masuk ke dalam dan langsung menuju ke dalam kamar mandi Arga. Ia menatap dirinya di pantulan cermin. "Beneran lo mau sekarang?" tanyanya kepada bayangannya sendiri.

"Mau apa?"

Anca tersentak, ia memberengut. "Kok jadi cepet! Perasaan punya lo masih banyak! Lo buang ya?"

Arga menggeleng, ia berdiri di belakang Anca hingga terlihat tinggi Anca yang sebatas dadanya. "Beneran habis kok."

"Awas aja lo buang."

"Gak bakalan, cantik." Arga menatap netra Anca dari kaca. "Ngapain suruh gue sikat gigi dan lo sikat gigi juga?"

Anca mengoleskan pasta gigi ke sikat gigi Arga terlebih dahulu lalu memasukkan begitu saja ke mulut Arga. "Gak usah banyak tanya."

Arga mengganti posisinya menjadi di samping Anca agar busa pasta giginya tidak mengenai gadisnya. Ia menatap Queen yang juga sedang menyikat gigi, kenapa sebenarnya? Apakah dari tadi mulutnya bau? Padahal kan Arga sudah mandi tadi. Tapi, kenapa gadisnya juga menyikat gigi?

Melihat tatapan Arga yang bertanya sepertinya dari awal menyikat gigi membuat Anca berkumur, menyudahi sikat giginya. "Kenapa sih liatin terus?"

Arga ikut menyudahi sikat giginya. "Kenapa kok nyuruh sikat gigi? Mulut gue bau?"

Anca terkekeh. "Enggak."

"Terus?"

"Ya gak papa."

"Cantik ... jangan buat gue bingung."

"Gak papa, nih kumur." Anca memberikan segelas kecil penyegar nafas kepada Alga.

Pemuda itu mengerutkan keningnya tetapi tetap menerima yang diberikan Anca dan melakukannya. Ia membuang air kumurannya lagi dan masih tetap menatap Anca. "Apa sih yang ada di otak lo? Tumben banget telepati gue gak jalan."

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang